loader image

Novel kita

Aisyah Kirana – Chapter 2

Aisyah Kirana – Chapter 2

Aisyah Kirana
247 User Views

Tak ada yang menarik yang mesti di ceritakan selama proses perjalanan kami, sejak dari meninggalkan rumah menuju ke terminal Daya untuk menjemput, Aisyah Kirana – nama kawan Hesty, istriku yang akan kami jemput.

Jujur, aku benar-benar tak mengenalnya, bahkan secara samar saja, wajah dan sosoknya tak dapat tercerahkan dalam pikiran ini. Itu artinya, perempuan itu belum pernah berinteraksi denganku.

Karena bagiku, ketika aku dapat mengembalikan ingatan tentang seseorang meski secara samar, itu artinya, orang itu setidaknya pernah sekali berinteraksi denganku. Tapi tidak untuk perempuan satu ini, yang sebentar lagi akan ku temui bersama keluarga kecilku.

So… aku singkat saja proses ini, ya kawan. Salam Tujuh 7.

Singkat cerita akhirnya kami tiba di terminal daya. Kondisi di terminal sepagi ini udah lumayan rame juga.

“Wait yah, mending kita tunggu di mobil aja… ini Aisyah barusan WA, katanya baru di perbatasan Pangkep – Barru.”

Aku mendengus. Apaku bilang, masih amat sangat lama kami akan menunggu disini.

“Ayah gak marah, kan? Hihihi”

Aku hanya menarik nafas, kemudian menoleh dan menatap istriku yang sudah memasang ekspresi penuh mohon kepadaku.

“Ngapain ayah marah cuma karena masalah, ayah mengikut keinginian bunda, terus harus bangun sepagi-paginya, yang juga bunda tidak mendengarkan saran dari ayah, jika teman bunda akan tiba 2 jam kemudian…. lalu, kita telah tiba di sini hanya 10 menit dari waktu ayah ngasih tau, lalu sekarang, apa karena masalah itu, ayah harus marah, huh!?”

Istriku langsung cemberut…

“Gak marah… tapi, ngejelasinnya panjang lebar gitu.” gumam Hesty. Aku langsung menahan senyum melihat ekspresi lucunya. Bibir mungilnya mengkerut sudah seperti pantat bebek. Lucu dan menggemaskan.

Jadi pengen nyosor tuh bibir.

Untung saja, Amanda masih melek. Jadi ayahnya si tukang sosor, gak beraksi.

“Mana pake ngejelasinnnya dengan penekanan, pula. Kan… pfffhh, bunda jadi merasa bersalah”

Aku senyum, lalu geleng-geleng kepala. “Sayang… ayah itu cuma ngejelasin, tapi tidak marah, kok…” lalu ku usap kepalanya.

“Au ah… tau gitu, biar bunda naik grab aja” yah! Hesty memang sampai sekarang belum ingin belajar menyetir. Bagus sih, itu artinya langkah kakinya tak akan sepanjang rel kereta api, dan pun, perjalanannya kemana dan dimananya, lebih mudah ku kontrol. Meski, aku juga tak ingin mengontrolnya. Ini hanya baris kalimat menjelaskan betapa Hesty, adalah istri idaman bagiku.

Bahkan menurutku, bagi semua kaum adam borokokok yang mendambakan memiliki istri yang amat sangat super sempurna, seperti istriku ini.

Jadi…

Sekali lagi, aku tak punya alasan untuk mencari Hesty lain di luar lagi, karena Hesty di rumahku saja gak bakal bosan-bosannya ku nikmati.

Kembali ke cerita.

Intinya, kami bertiga harus menunggu satu bahkan sampai dua jam lamanya di terminal, jadi ku putuskan untuk beristirahat, melanjutkan memejamkan mata karena rasa kantuk tiba-tiba hadir dan menggoda.

Ku dorong jok kebelakang agar lebih santai, menyandar dan mendengarkan lagu pada multimedia. Dan begitu baru beberapa bait lagu yang terdengar dari lagu Jason Mraz, Amanda malah langsung merengek minta di putarin lagu “Baby Shark”.

Alhasil jadilah aku semakin dongkol di buatnya.

Mungkin aku memang di takdirkan hari ini harus banyak mengalah.

Alih-alih pejamin mata, aku malah meminta izin ke Hesty untuk keluar buat menikmati sebatang dua batang rokok, dari pada aku semakin bete di dalam mobil bersama mereka.

Sejam lebih kemudian, setelah ku habiskan secangkir kopi di warung tak jauh dari mobil kami, pun telah menghabiskan beberapa batang rokok garpitku, juga, setelah tiga kali aku bolak balik dari warung ke mobil, lalu kini aku memilih untuk duduk di atas batu bata tak jauh dari mobil – langsung memalingkan wajah ku, ketika pintu mobil terbuka.

Hesty mengajak Amanda keluar dari mobil…

Ketika ku geser agak jauhan pandanganku ke depan sana, aku melihat sesosok wanita berkerudung berwarna purple kebiruan itu berjalan ke arah mobilku.

Wait!

Apa aku gak salah lihat?

Ku kucek sekali saja sepasang mata ini, berharap aku tak salah melihat. Karena yang sepasang mata ini lihat saat ini, wanita yang berjalan ke arah Hesty dan Amanda yang juga berjalan maju ke arahnya, adalah – wanita itu tak hanya memakai kerudung, melainkan wajahnya nyaris tertutup dengan cadar.

Dan ku pastikan, sepasang mata ini benar-benar tak salah lihat.

Wow! Istriku ternyata punya sahabat wanita bercadar. Sedangkan ia sendiri, belum ingin berhijab atau lebih tepatnya, beralasan yang selalu dan selalu ku dengar – jika ia menunggu hidayah. Ya sudahlah, aku juga tak ingin memaksanya. Meski demikian, sholat kami berdua tak pernah putus sama sekali. Yah, sebagai umat muslim, tentulah salah satu tiang agama kami, adalah sholat. Karena ketika tidak sholat, maka otak tak akan bisa berfikir jernih. Itu bagiku, gak tau kalo kalian. Bodo amat!

Aku melihat…

Hesty yang sedang menggendong Amanda menghampiri wanita itu. Intinya mereka bertemu di tengah-tengah.

Aku masih saja tak melepaskan pandanganku dari istriku, kemudian berganti ke wanita bercadar itu. Kemudian, ku lihat mereka sempat mengobrol, selanjutnya pandangan mereka berpindah ke tempat ku berada.

Aku menaikkan alisku, sambil menatap istriku.

“Yah… ayah” seru Hesty memanggilku.

“Iya tunggu bentar” balasku.

Oke… sudah saatnya aku berhenti merokok lagi. Batinku. Kemudian melempar puntung rokok, dan bergegas menyusul ke mereka.

“Hi… ini yah bun, si Aisyah Humairah istri Rosulullah?” ujarku ketika tiba. Dan sedikit melempar candaan biar gak kaku, boy.

“Iya hehehe, tapi sekarang ia udah berubah banyak yah” balas Hesty.

Sedangkan wanita berniqab ini, tak dapat ku pastikan ekspresinya kayak gimana ketika mendengar candaan recehku barusan. Yah! Gimana mau di ketahui, wong wajahnya nyaris ketutup semua.

Ketika ku ulurkan tangan untuk mengajaknya bersalaman, detik itu juga aku langsung menahan nafas saat kedua tangannya menyatu, mengatup di depan dada.

Tepok Jidat! Dasar Sandy bloon, gak peka dengan keadaan. Jelas-jelas dia berpenampilan tertutup seperti itu, Yah, dia sudah pasti menolak untuk bersalaman denganku yang bukan mahramnya.

Aku hanya bisa tersenyum saja, dan menarik kembali tanganku yang terulur. Malu banget boy jadinya. Tapi, aku masih bisa menahan rasa malu, karena memang akunya yang bodoh dan tidak dapat membaca situasi sekarang ini.

“Bukan muhrim ayah” bisik Hesty.

“Iya paham” balasku. Tentu saja, menunjukkan sikap setenang mungkin, serta mencoba menganggap masalah ini bukanlah masalah yang patut di besar-besarkan.

Ku lirik ke wanita itu, dia sedikit saja menganggukkan kepalanya, sepertinya dia ingin menunjukkan permintaan maafnya kepadaku. Aku pun tersenyum sambil membalas menganggukkan kepala.

“So… masih mau di sini terus atau?” tanyaku mengingatkan pada mereka.

“Hehehe ayo Sya” ujar istriku memanggil Aisyah untuk ikut bersama kami.

Wanita itu pun hanya mengangguk singkat, dan mengikuti langkah kami dari belakang menuju ke mobil.

Sejauh ini, semua tampak biasa-biasa saja. Asiyah atau Sya – begitulah nama nya yang ku panggil mengikuti panggilan Hesty kepadanya, ikut ke mobil kami dan duduk di jok tengah. Sedangkan Hesty dan Amanda tetap duduk di sebelahku.

“Tasnya taroh di belakang aja, Sya” ujarku ketika melihat tas ransel wanita bercadar itu, lumayan gede.

Aku yang belum masuk ke dalam mobil, dengan sigap ke posisi samping.

“Biarkan aku aja, kak” ujar Aisyah menolakku yang baru saja ingin mengambil tasnya. Aku hanya terdiam, mendengus pelan, merasa kembali agak malu di tolak olehnya.

 

“Lo, emang gak cocok jadi orang baik, San…”

Eh? Itu suara siapa?

“Perkenalkan, gue om Mono, kawan…”

Biji! Apa pula ini.

Forget it! Gak penting…

Daripada berdiri mematung gak jelas di luar samping pintu kanan mobil, aku memutuskan untuk masuk ke jok kemudi, dan membiarkan Aisyah meletakkan tasnya di bagasi belakang.

Singkatnya…

Mobil ku jalankan keluar dari terminal.

Hesty mengajak untuk sarapan bersama, cuma Aisyah menolak dengan alasan dia tidak bisa makan di tempat umum. Karena yah, you know lah dia wanita tertutupi oleh cadar.

Aku pun membiarkan dia mengobrol dengan Hesty sepanjang perjalanan. Aku hanya menguping apa yang mereka obrolin. Mulai dari menanyakan kabar masing-masing, kemudian kabar beberapa temannya, dan lainnya.

Bahkan Hesty mengajak Aisyah untuk bermalam di rumah kami saja.

Awalnya Aisyah menolak, namun Hesty memaksanya.

“Dari pada buang-buang duit nginap di hotel, sayang… mending di rumah ku aja… di rumah juga kami cuma bertiga, hehehe aku melarang ayah untuk mengambil pembantu. Karena aku masih bisa mengerjakan semuanya sendiri… apalagi Amanda gak gitu rewel kalo di tinggal” jelas istriku kepadanya.

“Gak apa-apa. Di rumah aja, lagian aku juga jarang di rumah… biasanya pagi sampai sore, bahkan malem, baru balik dari kantor.” tambahku, yang sedari tadi hanya diam saja.

“Nah… tuh, ayah juga dah nyuruh.” timpal Hesty.

“Ya sudah…” balas sahabat istriku itu.

“Good…  emang, pilihan yang tepat kayak gitu, Sya. Biar uangnya yang rencana kamu untuk bayar kamar hotel, bisa kamu pake buat kebutuhan yang lain” cetusku kemudian.

Sambil berkata, tanpa sengaja, sepasang mata ini, mengalihkan pandangan, dari depan jalan yang sejak tadi terjadi, berpindah ke spion tengah. Karena menurutku, ngomong tanpa melihat orang yang sedang di temani mengobrol, amat sangat tak sopan. Bukan begitu, kawan?

Dan…

Pada saat itu pula matanya yang sendu yang baru ku perhatikan ikut menatap ke arah spion tengah.

Degh!

Sedetik…

Dua detik…

Bahkan, aku sendiri enggan untuk memalingkan pandanganku saat ini.

Dia pun demikian…

Dan, dari sisi samping matanya mulai terlihat mengerut, sepertinya dia sedang tersenyum. Detik itu juga jantungku berdegub lebih cepat dari sebelumnya.

Perasaanku mulai tak mengenakkan.

Ada apa ini?

Mengapa aku bisa di buat seperti ini, hanya karena tatapannya itu?

Gak!

Ini gak mungkin, dan lagian, mana ada, seorang pria bisa terpesona, kepada seorang wanita hanya dari melihat sepasang matanya saja? Mustahil… amat sangat mustahil.

Dia, lalu mengangguk pelan dan mulai memalingkan wajahnya.

Akhirnya aku bisa bernafas lega.

Percayalah, aku seperti baru saja terhipnotis hanya dengan tatapannya itu yang hanya terpantul pada cermin di spion tengah. Selama ia membalas menatapku, selama itu pula badanku sulit untuk ku gerakkan, kaku bagai es batu. Seolah-olah tubuhku baru saja di bekukan bertahun-tahun lamanya, makanya amat sangat sulit untuk bergerak, hingga momen berikutnya, akhirnya aku bisa melepaskan diri ketika ia tak lagi menatapku.

Tidak… Tidak….

Aku tak boleh terlalu mengikuti rasa yang tiba-tiba muncul dalam dadaku ini.

Aku menyadari, ketika dia menatapku tadi pun mungkin tak di sengaja, dan dia mungkin hanya sekedar ingin menyapa ku hanya dengan tatapannya saja. Karena sejak tadi, aku seolah-olah seperti orang asing di matanya.

Mata yang sendu, namun tetap berkilau, mengkilap, dan tajam saat menyorot, bagai sesuatu yang langsung membuatku terdiam sesaat tadi.

Ahhn Gilaaaaa!

Ini benar-benar gilaaa…

Sekali lagi…

Batinku bergejolak.

Masa iya sih, seorang Sandy bisa terpesona hanya dengan melihat sepasang bola mata seorang wanita sih? Ini sungguh gak masuk akal. Ini sungguh berbeda jauh dari Sandy yang semestinya. Berpuluh-puluh wanita cantik di luar sana, selalu saja ingin meretakkan rumah tanggaku, tapi aku sungguh tidak pernah tergoda sama sekali. Bahkan puluhan mata yang jauh lebih bagus dari mata milik Aisyah ini, yang sering aku temui…

Namun mengapa, sepasang bola matanya itu mampu menyihirku barusan?

Maka dari itu, sebisa mungkin aku menghindar untuk menatap ke spion tengah lagi. Dan selanjutnya semuanya berjalan dengan apa yang ku inginkan.

Harapku cuma satu…

Kejadian ini, tak akan mendapatkan kelanjutan yang berlebih, setelah detik ini. Setelah, sempat tadi, memberikan efek ‘Aneh’ yang signifikan terhadapku, terhadap jantung dan hati ini.

Shit!

 

BERSAMBUNG CHAPTER 3

Aisyah Kirana – Sahabat Istriku

Aisyah Kirana – Sahabat Istriku

Score 10
Status: Completed Author: Released: 2023 Native Language: Indonesia
Tanpa basa-basi lagi, yuk cek aja story nya................

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!

Options

not work with dark mode
Reset