Iria ingat televisi, tempat cucian piring yang terbuat dari porselen, perapian, sepsang karcis bioskop, parkiran, dan mobil SUV hitam metallic.
Beberapa toko salon rambut dnegan daun jendela berwarna serupa, iklan pasta gigi, wanita dengan sepatu ber hak tinggi yang memiliki paras cantik. Dan semua yang pernah singgah di dalam kepala.
Seseorang butuh waktu sebentar untuk bisa memaafkan, tetapi butuh waktu selamanya untuk bisa melupakan. Sangat sulit bagi otak untuk bisa menghapus memori, meski itu adalah jenis yang tidak diinginkan.
Iria hanya bisa menghela napas saat Mike memutuskan tak lagi ingin berbicara dengan gadis itu. ini adalah keputusan yang tepat. Seharusnya begitu, atau jangan-jangan tidak sama sekali.
Mungkin itu yang terbaik. Tidak akan ada gunanya menjalin pertemanan di antara mereka. seharusnya mereka juga tidak membangun keakraban jika ujung-ujungnya akan seperti ini. mungkin sebaiknya Mike menyangka Iria membencinya daripada menyangka kalau gadis itu ramah dan mungkin bisa dijadikan seseorang untuk diajak bicara.
Nyatanya selama ini, tak pernah ada yang mengajak gadis itu berbicara, dan baru Mike saja. terbukti hal itu tidak berhasil bukan.
Mike terlihat seperti banyak menyembunyikan sesuatu. Sakit hati, dan juga ketakutan yang dalam. dia tak mau mengatakan alasan kenapa dirinya berada di sini, terjebak lebih dari satu bulan lamanya dengan gadis yang menolak untuk di sentuh. Gadis gila yang sakit jiwa dan berbahaya.
Mike hanya tidak tahu apa yang sedang lelaki itu hadapi. Tak perlu berwujud seperti monster hanya untuk ditakuti.
Kadang yang berpenampilan menawan lebih daripada mengerikan dan menghancurkan. Seandainya Iria memiliki lebih banyak kosa kata yang baik untuk bisa dipakai. Mungkin mereka berdua tidak berakhir diam seperti ini. berteman dengan hening dan kecamuk pikiran masing-masing.
Atau mungkin memang sebaiknya begini saja. tanpa obrolan dan kehangatan. Lagi pula, Iria sudah biasa berteman dengan kesepian bukan.
Gadis itu menghela napas, lalu tersenyum getir. Tangannya terangkat dan mengusap-usap puncak kepalanya sendiri. Dia berharap ada orang lain yang bisa melakukan hal itu padanya, tetapi tak ada yang bisa. Jadi ia melakukannya sendiri saja. seolah hal itu dapat membantu mengurangi beban yang ada.
Dan tanpa gadis itu ketahui, Mike sebenarnya memperhatikan apa yang Iria lakukan.
***
Dia adalah senjata yang berjalan di tengah masyarakat…
Dia adalah pembunuh, ras paling mengerikan yang pernah ada…
Bagaimana bisa pemerintah membiarkan monster sepertinya berkeliaran begitu saja…
Iria menatap cermin. Berdiri tegak tubuhnya yang telanjang tak mengenakan sehelai benang pun. Rambut putih tergerai menutupi punggung. Juga sepasang mata yang hitam sepenuhnya. Gadis itu mengangkat dua tangannya. Ada darah, cairan kental beraromakan besi yang pekat.
Napasnya sesak. Keseimbangannya mendadak runtuh. Kuku-kuku panjang berwarna hitam mencuat di ujung jari.
Apa dia baru saja membunuh seseorang?
Gadis itu meneguk ludah kasar, berharap ini semua tak nyata. Tubuhnya gemetaran, perasaan takut mencekam memeluk erat tubuhnya. Gadis itu sesegukkan. Memeluk tubuh sendiri.
Dia tak akan pernah lupa kengerian di mata ibunya saat melihat sosok penuh dirinya yang lain. Air muka tersiksa yang juga ditampilkan oleh ayahnya. Menatap dengan tatapan jijik bercampur takut.
Anak mereka monster, anak mereka dirasuki iblis, dikutuk oleh kegelapan, dilumat oleh dosa masa lalu, tidak suci, jelmaan setan.
Tak ada yang dapat mengubah takdir ini. semua percobaan sudah dilakukan, obat-obatan, tes, solusi medis, pemeriksaan ulang psikologi.
Ketika ia marah, atau dikuasai oleh sebuah emosi dominan, entah itu sedih, marah, atau kecewa. Maka selubuh asap berwarna hitam pekat akan bermunculan di sekitar, membentuh semacam pusaran yang akan melindunginya dari apa pun. Menghancurkan dengan menyapu rata sejauh ratusan meter ke depan.
Siapa pun yang terkena akan segera meleleh begitu saja berubah wujud menjadi cairan. Iria tak bisa mengendalikannya. Semua itu terjadi begitu saja, dan ketika ia sadar. Apa yang ada di hadapannya hanyalah tumpukan bangkai manusia yang menyedihkan.
Daging, bau busuk anyir, teriakan kesakitan, mata yang tak lagi menunjukkan sinar kehidupan. Dia tak melakukan apa pun, tetapi bayangan itu lah pelakunya. Sesuatu yang menyelubungi gadis itu. tak mau mendengarkan perintah sang tuan dan bergerak semaunya.
Mudah saja untuk menghancurkan semuanya jika ia mau. semudah untuk membalikkan telapak tangan. Gadis itu menatap ngeri. Ia tertunduk, berbalik menatap pada telapak yang tangannya yang memiliki kuku panjang.
Bagaimana mungkin ia bisa melakukan hal ini?
Lalu dalam sekejap. Semua adegan yang terjadi tersedot dalam satu lubang, menghisap semua yang ada dan menjadikan sekeliling gelap gulita. Iria mengerjap, setitik cahaya datang dan dalam hitungan detik. Dua matanya terbuka, menampilakan langit-langit dan ruang sempit berdinding beton.
Dia bangun dari mimpinya.
Suara napas berlomba dengan degup jantung.
Mike yang ada tepat di samping gadis itu menatap dengan wajah terkejut. “Apa yang terjadi? Kau baik-baik saja?”
Bahkan setelah sebelumnya terjadi. Lelaki ini masih saja peduli pada Iria. Gadis itu masih tersengal, berusaha sekuat tenaga mengatur napasnya.
“Ak-aku …”
“Kau bermimpi buruk?”
“Apa aku membangunkanmu?”
Mike diam beberapa detik. Suasana gelap di sekeliling mereka mendadak bisa dan mencekam, pelan lelaki itu lalu mengangguk.
“Maafkan aku.”
“Tak masalah, itu bukan perkara yang besar. Sekarang apa kau baik-baik saja? Apa aku perlu memanggil petugas untuk memeriksa dirimu?”
Iria menggeleng. “Tidak, tidak perlu,” katanya lagi.
Mike beranjak dari posisinya, lalu mendekat dan berniat menutupi tubuh Iria dengan selimut. Namun penolakkan yang dilakukan gadis itu membuat Mike mematung di tempat.
“Tetap di sana, jangan mendekat. Jangan melangkah lagi. atau aku akan…”
“Atau kau akan apa?”
“Atau kau bisa meleleh dan mati,” jawab Iria keras. Napasnya bahkan belum kembali normal dari adegan horor yang terjadi di mimpinya.
“Aku? Meleleh? Bagaimana bisa?”
“Tentu saja bisa. Itu lah alasan mereka mengurungku di tempat ini. karena aku sangat berbahaya.” Gadis itu membetulkan posisinya dan duduk di tepi ranjang. “Kau lihat ini?” dia menunjukkan kalun besi pipih di leher.
Mike sebenarnya memang sudah lama memperhatikan benda itu, tetapi ia memutuskan untuk tak bertanya apa pun. Karena berpikir mungkin itu semacam tanda pengenal.
“Apa itu?” dia akhrinya bertanya.
“Ini adalah tanda pengikatku. Berisi sebuah alarm yang terhubung pada bom berukuran mikro. Jika aku kabur atau melakukan sesuatu yang berbahaya. Maka benda ini akan aktif lalu meledakkan kepalaku menjadi berkeping-keping.”
“Bagaimana bisa mereka melakukan hal itu padamu?”
“Karena aku monster. Sudah kukatakan padamu bukan. Kalau aku ini berbahaya, jadi jangan mendekat padaku,” ucap Iria pelan. Nada suaranya terdengar jelas kalau gadis itu menyimpan kesedihan yang amat dalam. “Aku tidak pernah ingin melukaimu atau siapa pun, maka dari itu aku—”
“Aku tak percaya kalau kau adalah monster. Kau tidak mungkin seperti itu.”
“Apa yang membuatmu tak yakin. Kalau aku memang tidak seberbahaya itu, mereka tak mungkin mengurungku di tempat ini. mereka seharusnya membiarkan aku bebas.”
“Kalau begitu tunjukkan padaku, tunjukkan kalau kau memang benar seperti apa yang mereka katakan.”
Dahi Iria berkerut. Tanda ketidaksukaan yang ketara. Perempuan itu menghirup napas dalam, lalu mengeluarkannya untuk menenangkan diri. “Kau ingin melihatnya?”
Mike mengangguk.
“Tapi setelah itu berjanjilah padaku untuk tidak mendekatiku.”
“Ya, aku janji.”
Gadis itu mengangkat tangannya di depan dada. Mengumpulkan fokus sebelum akhirnya berkata, “Keluar lah, Kon.”
Semacam debu berwarna hitam pekat berkumpul, membentuk pusaran hingga menjadi satu bola kecil. Kemudian Iria menggenggamnya. Cahaya berwarna hitam pekat tampak keluar, dan dengan santai gadis itu mengarahkannya ke celah ventilasi kecil yang ada.
Semacam ledakkan besar tercipta dan itu cukup membuat Mike terkejut.
“Kau … itu tadi apa?”
Iria hanya melirik. Dia menatap ke arah pintu keluar lalu mendengarkan dengan seksama. “Mereka datang,” ucap gadis itu.
“Mereka siapa?”
“Tentu saja para petugas sipir. Keributan yang baru aku ciptakan jelas menarik perhatian.”
Dan benar saja. tak lama kemudian, pintu terbanting hingga terbuka, dan lima orang menghambur masuk ke dalam ruangan. Senjata ditodongkan ke dada Iria dan Mike,
Mike berdiri sementara teman satu selnya membatu.
“Ada apa ini? Apa yang terjadi.”
“Kode A. Tahanan baru saja memberontak dan mencoba untuk kabur,” ucap salah satu petugas.
“Tidak, ini tak seperti yang kalian pikirkan,” Mike membelas.
Salah satu dari tentara itu mengeluarkan semacam remot kecil, menekan satu tombol dan sebuah listrik keju langsung menyengat tubuh Iria, membuat gadis itu kejang dan sebelum akhirnya terjatuh di lantai.
Bau gosong tercium. Mike yang juga ada di tempat yang sama membelalak mata menyaksikan apa yang terjadi. “Hey, apa yang kalian lakukan? Kalian bisa membunuhnya.”
“ANGKAT TANGANMU, BUKA KAKI, DAN JANGAN BERBICARA SAMPAI ADA PERINTAH. KALAU KAU MELANGGAR KAMI AKAN MENEMBAKMU,” perintah mereka.