loader image

Novel kita

AMBIGU – Bab 1

AMBIGU – Bab 1

Tatiana Atmaja
76 User Views

Para siswa SMA Harapan sedang begitu sibuk sejak beberapa hari yang lalu karena sedang bersiap untuk merayakan acara hari ulang tahun sekolah. Baik para pengurus OSIS, anggota ekstrakurikuler, hingga panitia acara sedang sibuk mempersiapkan acara yang akan berlangsung tiga hari lagi. Ini bukan acara biasa karena akan melibatkan beberapa sekolah yang lain, sama seperti tahun-tahun sebelumnya.

“Woy, istirahat dulu,” ucap salah satu siswa yang memakai rompi berwarna biru tua yang baru saja tiba di ruang kesenian sambil kedua tangan menenteng kantong plastik berukuran sedang.

Dia berjalan menuju ke tengah ruangan kemudian meletakkan kantung plastik itu di atas meja dan mengeluarkan isinya yang berupa minuman dingin dan cemilan. Melihat itu para murid anggota ekstrakurikuler yang sejak pagi sibuk membuat hiasan itu menatap sang ketua OSIS dengan mata berbinar.

“Nah, gini nih ketua OSIS yang baik. Gak cuma tau perintah aja, tapi tahu kalau anak buahnya juga capek. Gak sia-sia sih gue pilih lo jadi ketua OSIS,” ucap salah satu siswa sambil menepuk pundak Kenzo si ketua OSIS itu.

“Iya nih, kalau kayak gini kan kita jadi senang kerjanya,” celetuk siswa yang lain membuat Kenzo tersenyum lebar.

Kenzo berjalan membagikan minuman dan camilan itu pada murid-murid yang ada di dalam ruangan itu hingga dia tiba pada seorang gadis berkepang dua yang masih asyik menjahit sebuah kain berwarna kuning dan putih menjadi satu.
“Udah Na, istirahat dulu,” ucap Kenzo pada gadis itu, sambil menyodorkan sebotol air dingin pada si gadis.

“Iya, bentar lagi selesai kok,” jawab gadis yang sering disapa Ana itu kemudian mengambil minuman dari tangan Kenzo dan meneguknya. Tenggorokannya benar-benar kering karena sejak tadi tidak minum apa pun, tetapi dia juga tidak berniat meninggalkan pekerjaannya karena murid-murid yang bertugas untuk menghias panggung sudah menanyakan kain itu untuk dijadikan tirai.
“Yaudah, asal lo gak kelelahan aja, kan sayang kalo lo gak bisa ikut acaranya.” Kenzo mengingatkan dan Ana hanya membalasnya dengan anggukan disertai seulas senyum manis.

Setelah selesai membagikan minuman serta cemilan itu pada semua anggota klub kesenian, Kenzo pun berpamitan dan pergi meninggalkan mereka yang telah kembali melanjutkan apa yang sejak tadi mereka lakukan.

***

Tatiana Atmaja atau yang sering disapa Ana itu adalah gadis cantik dengan mata bulat berwarna coklat, rambut hitam sepunggung, dan kulit kuning langsat. Saat ini duduk di bangku kelas 11 SMA jurusan Bahasa dan memiliki empat orang sahabat yang selalu bersama dengannya.

Tidak banyak yang dapat dijelaskan dari Ana selain senyum manisnya yang selalu dia tunjukkan pada setiap orang dan terkenal sebagai pemegang rekor jomblo terlama di sekolahnya. Bukan karena dirinya jelek atau tidak ada yang mau jadi pacarnya, hanya saja Ana selalu menolak ketika ada cowok yang menyatakan cinta padanya dengan alasan klasik, “kita, temenan aja.”

Gadis itu kini sedang berjalan menelusuri koridor sekolah yang masih ramai sambil sesekali membalas sapaan dari beberapa murid yang berpas-pasan dengannya. Langkahnya melambat ketika seorang gadis berambut pendek sebahu berjalan mendekat ke arahnya.

“Na, mau kemana?” tanya gadis dengan bernama Chelsie itu kepada Ana setelah berhasil menyamai langkah mereka. Chelsie adalah salah satu sahabat Ana yang juga merupakan sekertaris OSIS.

“Mau ke aula buat kasih ini ke anak-anak bagian dekorasi,” terang Ana sambil menunjukkan kotak kardus berukuran sedang yang ada di tangannya.

“Oh gitu. Terus nanti lo pulang sama siapa? Gue gak bisa antar soalnya nanti ada rapat OSIS.”

“Maunya sih sama Airin, tapi gak tau dia dimana. Lila juga gak bisa antar soalnya dia mau bawa mamanya ke dokter, jadi nanti gue di jemput sama Pak Maman.”

“Bagus deh, gue gak perlu khawatir kalau gitu.”

Obrolan keduanya terhenti ketika mereka sampai di aula yang merupakan tempat tujuan Ana.
Yang pertama kali dilihat oleh Ana dan Chelsie ketika memasuki aula itu adalah kesibukan para murid yang sedang mendekorasi panggung dan aula itu sedemikian rupa agar tampak menarik untuk acara nanti.

“Rizky!” Teriak Ana pada seorang murid laki-laki yang tengah meneguk air mineral di dekat panggung membuat yang dipanggil menoleh ke arah kedua gadis itu dan segera berjalan menuju tempat mereka berdiri.

“Nih, hiasan panggungnya sudah beres,” ucap Ana sambil menyodorkan kotak kardus itu pada Rizky ketika cowok itu telah berada di depan mereka.

“Makasih ya, Na,” ucap Rizky sambil mengambil alih kotak kardus itu dari tangan Ana.

“Cuma makasih aja nih? Padahal sih gue harap ada ongkirnya juga,” celetuk Chelsie tiba-tiba membuat Rizky menoleh padanya yang kini sedang menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

“Gak usah ikut campur. Mending urusin aja tuh si Kenzo, dia sudah makan belum?” tanya balik Rizky dengan nada meledek.

“Ngapain gue urusin hidup manusia gak waras kayak dia? Dia sudah makan atau belum, bukan urusan gue!” jawab Chelsie dengan emosi.

“Yaampun Chel, lo gak boleh gitu sama calon imam lo sendiri. Belum jadi istri sudah durhaka lo, nanti masuk neraka baru tahu lo.” Rizky masih setia mengejek Chelsie membuat gadis berkulit putih itu semakin kesal.

“Ogah gue jadi istrinya!”

Ana dan Rizky tertawa singkat mendengar perkataan Chelsie. Sedangkan gadis itu sudah memerah di tempatnya, bukan karena malu, tetapi karena kesal.

 

***

Ana, menatap jalanan yang dihiasi kendaraan yang lalu lalang, tetapi tidak ada satu pun kendaraan milik orang tuanya yang lewat. Matanya beralih pada arloji hijau toska yang melingkar di tangan kirinya lalu mendengus saat mendapati jam sudah menunjukkan pukul lima sore. Itu artinya sudah hampir dua jam dia berdiri seperti patung di halte dekat sekolahnya ini.
Dia kesal.

Harusnya Pak Maman sang supir sudah menjemputnya sejak tadi, tetapi hingga kini batang hidung Pak Maman belum juga kelihatan.

Saat dirinya sibuk merutuki Pak Maman yang belum juga datang padahal dirinya sudah begitu merindukan kasur kesayangannya, tak lama kemudian sebuah sepeda motor yang dikendarai seorang laki-laki berhenti di depan Ana, membuat gadis itu mengkerutkan alisnya.

“Na, belum pulang?” tanya laki-laki itu sambil membuka helm dan menampilkan wajahnya. Kerutan di dahi Ana langsung pudar saat tahu Aldi, kakak kelasnya yang berada di balik helm itu.

“Masih nunggu jemputan dari Pak Maman,” ucap Ana dengan senyum singkat.

“Mau gue antar?”

“Gak usah, Kak, nanti ngerepotin. Lagian rumah kita beda arah.”

“Gak apa-apa, dari pada Pak Maman gak tahu kapan datangnya.”

Benar juga, memangnya sampai kapan dia akan menunggu Pak Maman yang entah sedang berada di mana sekarang. Ana melirik ke kanan dan ke kiri sebelum akhirnya menerima helm yang sejak tadi disodorkan oleh Aldi padanya. Dia tidak punya pilihan lain selain menerima tawaran dari kakak kelasnya itu.

Motor ninja merah itu melaju membelah jalanan sore hari yang sudah sedikit sepi. Tidak ada percakapan yang terjadi selama perjalanan, keduanya hanya diam seolah tenggelam dalam pikiran masing-masing hingga motor itu berhenti di sebuah pekarangan rumah sederhana berwarna putih susu yang merupakan tempat tinggal Ana.

“Makasih ya, udah anterin sampe rumah,” ucap Ana yang telah turun dari motor sambil melepas helm yang dia kenakan dan segera mengembalikan helm itu pada si pemilik.

“Iya, sama-sama. Lo, kenapa gak pulang bareng sama temen-temen lo aja sih, kayak biasanya?” tanya Aldi heran.

“Airin bolos sejak jam ke empat, Lila buru-buru pulang karena mau anterin mamanya ke dokter, Rara sama Chelsie lagi ada rapat OSIS. Makanya tadi nunggu Pak Maman jemput.”

Aldi hanya tersenyum mendengar penjelasan panjang lebar dari Ana, dia bahkan tidak bisa menghentikan tangannya untuk mengusap kepala Ana, sedangkan gadis itu hanya terdiam di tempat.

“Yaudah gue pulang ya. Selamat istirahat,” pamit Aldi kemudian menyalakan kembali mesin motornya dan meninggalkan Ana yang masih berdiri di tempatnya menyaksikan kepergian Aldi yang semakin menjauh.

Rivaldi Hermawan, siapa yang tidak kenal dengan laki-laki dari ekstrakurikuler fotografi itu. Dia tampan, baik, dan juga cerdas, bahkan tak jarang dia mendapatkan peringkat pertama di kelasnya. Siapa juga yang tidak tahu jika laki-laki yang lebih sering di sapa Aldi itu memiliki perasaan lebih pada Ana. Gadis yang selalu menebar senyum pada semua orang itu telah berhasil mencuri hati Aldi sejak pertama kali mereka bertemu, tetapi hingga kini cowok itu masih belum mengungkapkan perasaannya pada Ana. Entah karena dia malu atau dia tidak ingin ditolak dengan alasan klasik sama seperti yang dilakukan Ana pada cowok lainnya ketika mereka mengungkapkan perasaannya pada Ana, yang jelas hanya Aldi sendiri yang tahu alasannya.

AMBIGU

AMBIGU

Score 10
Status: Ongoing Type: Author: Released: 2023
Telah lama Ana menutup hati demi menunggu teman masa kecilnya untuk kembali. Namun, sudah nyaris sepuluh tahun teman masa kecilnya itu tidak juga kembali menemuinya. Disaat Ana sudah mulai menjalin hubungan dengan salah satu Kakak kelasnya, teman masa kecilnya itu tiba-tiba saja kembali. Namun, alur ceritanya berubah, tidak seperti yang Ana harapkan selama ini. "Val, kamu sendiri yang janji kalau kamu bakal balik lagi, makanya aku nunggu kamu." —Tatiana— "Gue gak ingat tentang lo." —Valerie— "Na, jangan buang-buang waktu dengan menunggu dia yang gak bakal balik lagi." —Revaldi—

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!

Options

not work with dark mode
Reset