Ingatan Zoya dimulai ketika suaminya mengatakan untuk pergi ke sebuah negara untuk melakukan proyek besar di sana. Zoya yang mendengarnya langsung menyetujuinya karena itu merupakan salah satu hal yang baik dan wanita itu sangat yakin akan kesetiaan suaminya. “Berapa lama honey?” Tanya Zoya yang berada dalam keadaan pelukan suaminya.
“Dua minggu. Setelah itu aku akan segera pulang. Lagipula Tama akan segera memasuki masa sekolah.”
“Baiklah, aku akan siapkan semuanya.”
Hari keberangkatan pun tiba. Tama dan Zoya mengantarkan kepergian Hairo ke bandara dan perpisahan manis diberikan oleh Hairo kepada dua cahaya di hidupnya. “Papa akan segera pulang kan?” Tanya Tama sambil memeluk tubuh Papanya.
“Iya, tenang saja.”
“Hati hati Honey, kami akan merindukanmu .”
“Aku juga.” Keduanya berciuman manis sebelum Hairo menaiki pesawat. Dan tak lama mereka berpisah, Zoya sangat senang mendapatkan kabar dari suaminya. Mereka melakukan panggilan video dengan Tama juga. Tidak ada yang aneh, hingga seminggu kemudian, wanita cantik itu merasakan keanehan pada suaminya.
Hairo yang biasanya bersikap manis lebih banyak diam, awalnya Zoya berpikir mungkin pembangunan proyek suaminya bermasalah tapi ternyata tidak. Hubungan mereka mulai renggang semenjak Hairo selalu pergi pagi dan pulang malam tanpa mengatakan atau menghubungi dirinya. Memang Hairo tidak bermain tangan, tapi hanya sikapnya yang sangat aneh dan tidak ada lagi hubungan yang harmonis di antara mereka. Ketika bersama dengan putranya, pria itu bersikap biasa saja.
“Honey, aku bantu ya.”
“Tidak perlu! Aku saja ya.” Zoya semakin mengernyitkan dahinya saat mendengar penolakan dari Hairo. Biasanya Hairo akan senang saat dirinya membantu suaminya melepas pakaiannya.
Sembari menunggu suaminya mandi, Zoya berhias sebaik mungkin dan semenarik mungkin ia juga menggunakan parfum terbaru yang membuat suaminya akan senang. Tepat setelah Hairo keluar, Zoya dengan senyuman manisnya berjalan menuju suaminya tentu saja dengan pakaian yang transparan itu yang memperlihatkan lekuk tubuhnya.
“Aku sangat lelah, lain kali saja.” Penolakan itu terjadi lagi, hal itu membuat Zoya berpikir aneh apakah suaminya iya memiliki wanita lain?
“Tidak, aku tidak boleh berpikir begitu. Aku percaya pada suamiku.” Itulah yang selalu ditanamkan dalam benaknya. Kesabaran Zoya dan pemikiran buruk selalu menghantuinya saat melihat dan mendengar kebohongan Hairo.
ππππππ
Seperti biasa di siang yang cerah itu, langkah kaki dari wanita cantik itu menuju ruangan suaminya.
“Bapak ada kan?” Tanya Zoya dengan manisnya pada karyawan wanita itu.
“Tidak ada Bu. Bapak sedang pergi keluar.”
“Ke mana? Apakah ada rapat?” Tanya Zoya dengan cepat.
“Tidak Bu, maaf tapi saya, kurang tau.”
“Baiklah, ngomong-ngomong sudah berapa lama?”
“Sekitar 30 menit yang lalu Bu.”
“Terima kasih ya.” Saat Zoya melangkah, wanita itu memanggil dirinya.
“Bu!”
“Iya?”
“Kalau tidak salah, tadi bapak menyebut pergi ke restoran sunny.”
“Baiklah, terimakasih ya.” Setidaknya hati wanita itu merasa lega mengetahui keberadaan suaminya. Sejak tadi Hairo tidak menjawab panggilan darinya membuat wajah cantik itu berpikir mungkin saja suaminya sedang rapat saat ini.
Senyuman manis itu perlahan pudar, saat melihat suaminya tengah duduk bersama seorang wanita dan terlihat keduanya bicara serius. Bahkan tampak beberapa kali, wanita itu menyentuh tangan suaminya dan tidak ada penolakan dari Hairo. Menahan amarah, dan tetap berpikir jernih, tangan lentik itu mengambil ponselnya dari dalam tas dan dengan cepat menekan nomor suaminya. Tak lama, terdengar nada sambung dan dapat Tara lihat ada keraguan dari Hairo mengangkat panggilan darinya.
“Ya honey?” Terdengar suara Hairo dari sana.
“Honey, kau di mana?”
“Aku sedang di kantor.” Seperti sebuah duri yang menancap dihatinya mendengar kebohongan dari suaminya.
“Oh, apa ada rapat lagi?”
“Iya, kebetulan membahas proyek berikutnya.”
“Kira kira pulang jam berapa?” Tanya Zoya dengan hati yang terluka dan juga air matanya yang mulai mengalir.
“Aku tidak tahu, nanti aku kabari ya. Oh ya, katakan pada Tama kalau aku pulang terlambat.” Dan tidak ada lagi percakapan di sana. Tidak ada kata kata mengenai hal makan siang atau yang lainnya. Zoya dengan segera pergi melajukan mobilnya menuju rumahnya dan tak lama di kamar, tangisan wanita itu terdengar keras, hanya karena kedap suara saja membuat siapapun tidak bisa mendengarnya.
Sepulang dari sekolah putranya, wanita itu berusaha tersenyum seolah tak terjadi apa-apa. Hingga hatinya kembali perih saat mendengarkan pertanyaan dari puteranya. “Mama, kenapa papa belum pulang juga? Biasanya kita akan makan malam bersama kan?”
“Tadi papa bilang akan pulang terlambat. Jadi kita makan berdua dulu ya. Dan Tama langsung istrirahat saja setelah ini ya.” Zoya memberikan pengertian kepada putranya itu, Tama yang mendengarnya tidak bertanya lagi dan hanya mengangguk.
Jam menunjukkan pukul 12 malam, tapi belum terlihat juga tanda tanda kepulangan Hairo suaminya. ” Honey, kau di mana? Kenapa kau tidak menjawab panggilan ku?” Padahal, ia ingin mendengar jawaban dari kejadian dan siapa wanita di restoran tadi.
Mata itu akhirnya terpejam karena rasa kantuk tak tertahankan. Entah mimpi atau kenyataan, ia merasa tubuhnya diangkat dan terasa tetesan air mata yang membasahi wajahnya. Dan saat pagi hari, ia sudah berada di ranjang, Zoya mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar, dan tidak menemukan suaminya. Hingga suara tawa dari Tama membuat ia segera turun dan benar saja suaminya sedang bersama dengan putra mereka.
“Papa, nanti jangan pulang lama lagi. Aku ingin duduk dan bercerita seperti biasanya.” Hairo terdiam beberapa saat dan tak lama menjawab membuat Tama senang.
“Janji?” Tama mengeluarkan jari kelingkingnya dan mengaitkannya dengan jari besar milik papanya.
“Iya.” Zoya mendekati suaminya dan membuat pria itu menolehkan padanya.
“Selamat pagi.” Ada perasaan senang di hatinya.
“Selamat pagi juga Honey. Semalam pulang jam berapa? Aku sudah menyiapkan kopi kesukaan mu.”
“Iya, aku lihat. Aku sudah minum, lain kali tidak perlu menunggu. Langsung tidur saja.”
“Kenapa?”
“Tidak apa, tapi tidak baik bagimu.”
“Pulang larut malam seperti itu juga tidak baik, bahkan sampai tidak menjawab panggilan ku. Jika sesibuk itu, setidaknya ketika pesan saja, Tama akan senang dan dapat segera tidur.” Hairo terdiamΒ mendengar ucapan istrinya yang menyenggol dirinya.
“Aku sudah bilang, ada begitu banyak pekerjaan di perusahaan.”
“Honey, kau tidak bohong kan?” Zoya menatap mata suaminya dan Hairo menatap sejenak sebelum menjawab.
“Apa kau mulai meragukan nya?”
“Aku merasa, ada sesuatu …..”
“Jangan biarkan ada pikiran negatif Zoya ,kerena itu akan menghancurkan pemikiran baik.” Keduanya terhenti bicara saat melihat Tama bersiap ke sekolah.
“Ayo papa, kita berangkat!”
“Salam dulu dengan Mama.” Tama langsung mencium pipi dan memeluk mamanya dibalas oleh Zoya.
“Hati hati, dan belajar yang rajin ok?”
“Ok Mama.”
“Aku pergi.” Hairo pergi setelah mengelus rambut hitam Zoya sejenak. Mata itu tampak berkaca kaca melihat kepergian suaminya.
“Apa yang kau sembunyikan honey?”
Malam itu, Hairo pulang cepat dan ia membawa sebuket bunga dengan permintaan maaf atas masalah yang terjadi. Zoya yang merasa itikad baik itu menyambutnya dengan baik, dan mereka bicara dengan kepala dingin dan masalah itu mulai terlihat titik temu dan Zoya menerimanya dengan bukti untuk melihat keseriusan dan juga suaminya yang membuktikan ucapannya. “Honey, jangan lupa ya nanti.” Zoya mengingatkan lagi akan acara nanti, mengenai pertunjukkan putranya di sekolah.
“Iya.” Namun lagi-lagi kekecewaan ia dapatkan, bahkan Tama putra mereka ikut menjadi korban karenanya kebohongan kembali terjadi, dan pertengkaran tidak dapat dielakkan lagi malam itu.
“Katakan, sekarang apa alasannya? Tidakkah kau tahu, Tama menunggu kedatangan mu? Ia sangat berharap!”
“Aku tidak bisa datang, karena ada urusan mendadak di perusahaan Zoya, tolong mengerti!”
“Hanya setengah jam, kau tidak bisa? Bilang saja bukan karena perusahaan tapi karena wanita lain!”
“Zoya!”
“Iya kan? Tadinya aku berpikir kau akan berubah, tapi ternyata tidak! Aku merasa Kau sudah berubah sejak keberangkatan ke negara itu. Kita juga tidak berhubungan lagi, setiap kali aku ajak, kau selalu menolak dengan berbagai alasan Hairosan. Kau sudah berubah, bukankah kita sepakat untuk selalu terbuka jika ada masalah, lalu apa ini?”
“Aku ….”
“Jawab aku?”Hairo memeluk wanita itu dengan segera, dan Zoya meluapkan emosi nya di sana. Hingga saat tangisannya mereda ia berharap mendengar penjelasan atau permintaan maaf tapi bukan hal itu yang dapatkan.
“Zoya, lebih baik kita bercerai saja!” Jantung Tara seketika berhenti berdetak saat mendengar ucapan itu.