Di sebuah taman belakang sekolah SMA INSAN CENDIKIA ada seorang siswi yang duduk sendiri sambil membaca novel bergenre romance. Siswi itu menampilkan banyak ekspresi ketika ia membaca. Kadang tersenyum, cemberut, kesal, tertawa terbahak-bahak atau menangis sesenggukan.
Semilir angin yang berhembus itu membuat rambut siswi itu terlihat sedikit berantakan. Sejuknya udara taman yang dipenuhi pepohonan rindang membentuk kanopi membuat siapa saja akan betah berada di sana, apalagi terkadang terdengar kicauan burung yang merdu.
Siswi itu begitu fokus pada novel yang ia baca sampai saat sahabatnya menghampiri pun ia tidak sadar. Karena merasa diacuhkan sang sahabat pun berteriak memanggil nama siswi itu di dekat telinganya.
“ZELSA!” pekik Dena dengan keras.
“Astagfirullah Dena hih, ngagetin tau,” ucap Zelsa dengan kesal sambil memasang wajah cemberut.
Sedangkan sang pelaku hanya tertawa cekikikan melihat sahabatnya terkejut karena kejahilannya.
“Lo kok suka banget sih baca novel begituan Zel?” Tanya Dena sambil menunjuk novel yang Zelsa baca.
“Seru aja sih baca novel romans begini,” jawab Zelsa sambil membolak balik novel yang ia pegang.
“Eh Zel, kita nonton kakak kelas yang lagi main basket yuk!” Ajak Dena dengan semangat.
Zelsa nampak terdiam sejenak untuk berpikir, tidak lama kemudian ia mengangguk setuju. Mereka berdua berjalan beriringan menuju lapangan basket.
Brukk
“ZELSA,” pekik Dena panik.
“Astaga Zel, gua bantu bangun yah,” Dena dengan sigap membantu Zelsa bangun.
“Aduh Den, kaki gua sakit,” keluh Zelsa saat mencoba berdiri.
“Kaki lo berdarah Zel, kita ke UKS sekarang!” Dena dengan hati-hati memapah Zelsa sampai UKS.
Di hari Selasa ini bagaikan hari sial untuk Zelsa. Saat enak-enak berjalan menuju lapangan basket tiba-tiba ia terjatuh karena menginjak tali sepatunya sendiri yang lepas. Baju Zelsa kotor terkena tanah dan kakinya berdarah. Luka pada kakinya lumayan lebar.
Dena dengan telatennya mengobati luka pada kaki Zelsa, sedangkan Zelsa yang merasakan sakit sekaligus perih saat diobati itu merintih kesakitan bahkan ia sampai menangis. Zelsa memang suka cengeng kalau sedang terluka, apalagi sampai keluar banyak darah.
Saat Zelsa tengah menahan rasa sakit, tanpa sadar pandangannya tertuju ke jendela UKS, di mana ada seorang cowok yang berdiri disana, sejenak tatapan mereka beradu tidak lama kemudian cowok itu berbalik dan pergi dari sana.
“Siapa tuh cowok?” gumam Zelsa sangat pelan.
Kini sudah satu jam Zelsa dan Dena berada di UKS, suasana mendadak hening. Dena yang sibuk melihat jadwal tayang drama Korea kesayangannya, sedangkan Zelsa pikirannya masih tertuju pada cowok yang tadi berdiri di balik jendela UKS.
“Den, gua entar ada rapat Osis sama pengurus Kepramukaan nih,” ucap Zelsa memecah keheningan.
“Cie, lo bakal ketemu sama pujaan hati dong yah Sa,” ledek Dena sambil mengedip-ngedipkan matanya dan tersenyum jahil pada Zelsa.
“Apa sih Den, jangan gitu ah kan gua jadi malu,” ucap Zelsa setengah berbisik pada Dena sambil mencubit pinggang Dena.
“Iya kan alasan lo mau menerima tawaran jadi sekretaris Osis kan emang karena lo suka sama Ketua Osiskan,” ucap Dena tak mau kalah sambil menaik turunkan alisnya berniat menggoda Zelsa.
Tidak tahu saja bahwa Zelsa sudah kesal dengan ledekan Dena, bukan hanya kesal tapi juga malu, apalagi Dena kalau bicara tidak bisa pelan sedikit. Zelsa mengerucutkan bibirnya dan membuang muka ke arah jendela UKS yang menampilkan beberapa siswa-siswi sedang berlalu-lalang.
Apa yang dikatakan Dena memang tidak salah, karena Zelsa memang tengah menyukai sang Ketua Osis, tetapi Zelsa ingat akan peraturan ayahnya bahwa ia tidak diperbolehkan untuk pacaran dan rasa kesal Zelsa semakin menggunung saja, sejenak Zelsa termenung hingga tanpa sadar perut Zelsa keroncongan.
“Den, gua lapar nih” ucap Zelsa sambil mengelus lembut perutnya.
“Ya udah, ayo ke kantin!” Ajak Dena sambil mengulurkan tangannya ke Zelsa berniat membantu temannya itu turun dari brankar UKS.
“Yes, makan.” sahut Zelsa semangat sambil menuruni brankar dengan hati-hati.
Mereka berdua berjalan menyusuri koridor menuju kantin. Sesampainya di kantin ternyata sudah ramai bahkan penuh dengan murid dari kelas X sampai kelas XII. Zelsa dan Dena segera memesan dua mangkuk bakso serta minumannya.
Dena membawa dua mangkuk bakso sambil mencari bangku yang kosong untuk ditempati, saat mendapatkannya ia segera menuju bangku itu dan meletakkan bakso nya di atas meja sambil menunggu Zelsa yang masih mengantri minuman.
Zelsa menghampiri Dena yang tengah menunggu, dengan senyum lebar Dena menyambut kedatangan Zelsa karena Dena sedang haus, tetapi sedetik kemudian senyumnya luntur karena Zelsa bukannya membawa minuman tetapi malah membawa dua porsi batagor.
“Lah, minumnya mana Zel?” Tanya Dena keheranan pada Zelsa yang baru saja meletakkan Dua piring batagor itu.
“Astaga, lupa!” pekik Zelsa sambil menepuk jidatnya, lalu ia pun segera mengambil minuman yang tadi sempat ia pesan.
Karena terburu-buru Zelsa melangkah lebih cepat menuju bangkunya, mengingat sahabatnya sedang kehausan. Tanpa sengaja ia menabrak salah satu cewek sehingga, minuman yang tadi Zelsa bawa tumpah mengenai seragam cewek itu dan juga Zelsa sendiri sehingga baju keduanya basah. Sedangkan gelas yang tadi ada di tangannya pun jatuh ke lantai dan pecah.
Zelsa menatap ke arah cewek yang tadi ia tabrak dan ternyata cewek itu kakak kelasnya yang dikenal sebagai ‘Ratu Bully’ di sekolahnya namanya Via siwi kelas 12 IPA 2 yang sebentar lagi akan lulus.
Zelsa sedikit gemetaran saat mendapi Via tengah menatapnya dengan tatapan menusuk dan terlihat ada kilatan emosi.
Tanpa menunggu, Zelsa meminta maaf pada Via dan berniat membantu mengeringkan baju seragam milik Via dengan tisu yang Zelsa ambil dari kantong saku roknya, tetapi saat tangan Zelsa hendak mengelap seragam Via, tiba-tiba tangannya ditepis dengan kasar oleh Via.
Zelsa sedikit tersentak saat tangannya ditepis secara kasar, saat tangan Via melayang hendak menamparnya, Zelsa langsung memejamkan matanya rapat-rapat.
Hingga beberapa detik Zelsa tidak merasakan sakit di wajahnya, dengan takut-takut ia membuka mata dan betapa terkejutnya dia saat melihat ada seorang cowok yang mencekal pergelangan tangan Via yang hendak menampar dirinya.
Cowok itu menatap Via dengan tatapan mengintimidasi dan berbicara dengan Via menggunakan nada bicara yang ketus. Via yang merasa dipermalukan karena gagal menampar adik kelas dan sekarang menjadi pusat perhatian pun menghempaskan tangan cowok yang masih mencekal pergelangan tangannya dengan kasar, lalu ia pun pergi meninggalkan kantin dengan menahan amarah dan tak lupa sebelum pergi ia menatap sinis ke arah Zelsa.
Zelsa terdiam, bingung apa yang harus ia lakukan karena ia sendiri juga merasa malu saat menjadi pusat perhatian seluruh penghuni kantin. Zelsa mengedarkan pandangannya ke sekitar sejenak hingga pandangannya berakhir pada cowok yang tadi menolongnya. Manik mata mereka bertemu.
Deg!
Entah kenapa saat manik mata mereka bertemu Zelsa merasa tidak asing dengan sosok cowok yang ada di depannya yang tadi menolongnya. Tanpa berfikir panjang, Zelsa segera mengucapkan terimakasih dan berniat pergi dari sana segera mungkin.
“Ma-makasih ya kak,” ucap Zelsa yang mendadak gugup.
Jujur saja wajah serta tatapan cowok itu tidak asing bagi Zelsa, tetapi Zelsa lupa dimana ia pernah bertemu dengannya. Saat mengucapkan terimakasih itu Zelsa mengetahui ternyata yang menolongnya itu adalah kakak kelasnya juga tapi ia kelas 11 karena Zelsa sempat melihat logo kelas yang terdapat di lengan kirinya.
Tanpa menunggu lagi Zelsa segera pergi dari kantin dengan langkah yang sedikit berlari menuju kelasnya, tanpa Zelsa sadari ada Dena yang sejak tadi mengejarnya.
Karena menahan malu Zelsa jadi tidak sempat menghiraukan sekitar apalagi panggilan dari Dena yang sejak tadi meneriaki namanya.
“Zelsa. Tunggu!” Teriak Dena yang sudah ngos-ngosan mengejar Zelsa.
“ZELSA!” teriak Dena sekali lagi, tetapi lagi-lagi yang diteriaki justru tidak menggubrisnya.
Seolah tuli, Zelsa terus berlari menuju ke kelas tanpa menghiraukan panggilan Dena. Sesampainya di kelas, Zelsa langsung mendudukkan dirinya di kursi dan mengatur deru nafasnya yang sedang tidak teratur.
“Gila ya Zel, lo lari kenceng banget padahal kaki lo sakit,” omel Dena yang baru saja sampai di kelas.
“Huft, sorry Den. Gua itu malu banget tahu gak sih,” keluh Zelsa sambil mengerucutkan bibirnya.
“Gila aja sih Via, mentang-mentang kakak kelas main bully seenaknya saja!” Teriak Dena dengan nafas memburu.
“Udah Den, jangan teriak-teriak malu tau. Lagian sudah berlalu,” ucap Zelsa menenangkan Dena yang sedang kesal.
“Zel, lo gak apa-apa kan?” tanya Dena dengan menampilkan raut wajah khawatir.
“Gua baik-baik aja kok Den,” jawab Zelsa dengan senyum manisnya.
“Eh, btw nih ya tadi yang nolongin lo ganteng loh Zel,” ucap Dena dengan mata berbinar dan mengembangkan senyumnya.
“Gantengan juga Ketos,” ketus Zelsa tak mau kalah.
Dena yang mendengar jawaban Zelsa pun mendengus sebal dan memilih mengeluarkan ponselnya lalu membuka aplikasi Drama Koreanya saja dari pada harus beradu argumen dengan Zelsa yang jelas-jelas tidak pernah mau kalah, apalagi jika membahas tentang cowok tampan pasti Zelsa akan membanggakan sang Ketua Osis.
“Astaga, sekarangkan ada rapat Osis” pekik Zelsa yang sukses membuat Dena terkejut bahkan langsung memegangi dadanya.
“Dena, gua ke ruang Osis dulu yah, kalau jam pulang gua belum selesai mending lo balik duluan aja yah” ucap Zelsa sambil berdiri dan melangkah keluar kelas.
Dena yang melihat sahabatnya bertingkah seperti itu hanya bisa geleng-gelengkan kepala saja.