loader image

Novel kita

Benang Takdir – Bab 6

Benang Takdir – Bab 6

Bab 6
87 User Views

 

Kemarin ayah Zelsa marah, saat mengetahui putrinya diantar pulang oleh teman cowoknya, apalagi sampai jaketnya dipakai oleh Zelsa. Saat malam Zelsa di introgasi habis-habisan oleh ayahnya, sampai ia menangis tersendu-sendu dalam pelukan bundanya.

Ayah Zelsa berpikir jika putrinya memiliki hubungan lebih dari teman dengan cowok yang sempat ia lihat mengantarkan putrinya sampai pertigaan.

Kemarin sore

Sudah lewat jam pulang sekolah tapi Zelsa belum juga pulang. Rafael tanya ke sopir yang ia tugaskan untuk menjemput Zelsa saat ia sendiri tidak bisa mengantar ataupun menjemput Zelsa saat pulang sekolah.

“Pak, kok tidak jemput Zelsa?” Tanya Rafael pada pak Aming, sopir keluarga.

“Mohon maaf tuan, tapi tadi non Zelsa telepon katanya pulang sama temannya,” jawab pak Aming sambil menunduk, takut jika majikannya marah.

“Oh, ya sudah kalau begitu,” ucap Rafael sambil melangkah menuju teras rumah.

Saat Rafael berada di teras ia tidak sengaja melihat ke arah pertigaan yang berada di samping rumah. Dari teras Rafael melihat ada gadis yang turun dari motor sport. Gadis itu memiliki postur tubuh persis seperti putrinya. Saat gadis itu berbalik,

Damn!

Ternyata putrinya yang baru saja diantar pulang oleh remaja cowok yang memakai seragam yang sama. Rafael mengepalkan tangannya sampai buku-buku tangannya memutih. Dengan langkah cepat Rafael masuk ke dalam rumah dan menunggu putrinya di ruang tamu.

“Pulang sama siapa Zel, dan itu jaket siapa?” Tanya Rafael sambil menatap putrinya dengan tajam

Deg!

Zelsa yang baru akan melangkah ke kamar seketika berhenti. Ia membalikkan badan dan menghadap ayahnya sambil menunduk.

“Te-temen Zelsa yah,” jawab Zelsa takut-takut.

“Lalu, jaket siapa itu?” Tanya Rafael dengan ketus.

“Te-temen yah, tadi hujan jadi dia minjemin Zelsa jaketnya supaya tidak kedinginan,” jelas Zelsa.

“Kamu tahu ayah tidak suka jika putti ayah diantar pulang oleh cowok manapun, ayah tidak suka jika kamu sampai pacaran,” bentak Rafael.

Zelsa terkejut karena ayahnya membentaknya, Bella yang baru saja selesai memasak untuk makan malam juga ikut terkejut mendengar suara suaminya yang begitu keras.

Bella melihat ke ruang tamu. Di sana, suaminya sedang membentak putrinya yang sedang berdiri sambil menunduk. Bella berlari memeluk putrinya.

“Mas, ada apa ini?” Tanya bella bada Rafael.

“Dia, mulai berani pulang diantar sama cowok,” jawab Rafael yang wajahnya sudah merah padam.

“Benar Zel, kamu pulang sama cowok,” tanya Bella dengan lembut.

“Buktinya jaketnya saja sampai di pakaikan ke Zelsa,” sahut Rafael dengan suara yang meninggi.

Zelsa menunduk dan pipinya sudah banjir air mata. Zelsa takut sekaligus merasa sakit hati saat ayahnya yang selalu bersikap lembut itu membentaknya. Zelsa pun menangis tersendu-sendu dalam pelukan sang bunda.

Matahari telah menampakkan jati dirinya, semburat orange yang menghangatkan seluruh makhluk di bumi. Cahaya mentari yang menembus jendela kaca, membuat seorang gadis yang tertidur merasa terusik, gadis itu membuka matanya yang sembab akibat semalaman menangis. Ia melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 6 pagi. Di mana ia harus segera bersiap dan pergi ke sekolah. Gadis itu melangkah kamar mandi dan segera bersiap. Jam menunjukkan pukul 06.30 gadis itu segera turun untuk sarapan bersama orang tuanya.

“Pagi yah, bund,” sapa Zelsa sambil tersenyum tipis.

“Pagi nak,” jawab Bella sambil tersenyum lebar.

“Pagi,” jawab Rafael datar.

Saat mendengar nada datar dari ayahnya, Zelsa yang tadinya tersenyum kini senyum itu luntur. Gadis itu menunduk takut, ia yakin ayahnya masih marah padanya.

“Zel, ayah tetap tidak mau kalau kamu pacaran, apalagi berteman dekat dengan laki-laki itu,” ucap Rafael tegas.

Zelsa yang tadinya ingin menyuap makanan yang sudah di ambilkan bundanya itu mendadak menjatuhkan sendoknya, lalu terdiam dan menunduk semakin dalam. Bahkan kini Zelsa sudah tidak berselera untuk sarapan, meskipun menu sarapan itu makanan kesukaannya yaitu semur ayam.

“Yah, Zelsa sudah besar. Kalau ayah larang Zelsa pacaran, iya oke. Tapi Zelsa sama kak Radit tidak ada hubungan apapun yah. Untuk sekedar berteman saja harus kah ayah mengekang. Zelsa bisa memilih teman yah,” jelas Zelsa dengan nada yang bergetar.

“Sekali tidak, tetap tidak. Semua demi kebaikan kamu. Dan satu lagi, setelah kamu lulus SMA nanti kamu ayah jodohkan,” ucap Rafael dingin dengan tatapan yang tajam.

Bagai disambar petir saat Zelsa mendengar ucapan ayahnya, seketika air matanya lolos dan ia pun segera berlari menaiki tangga menuju kamarnya, Zelsa pun menutup pintu kamarnya dengan kasar. Dalam kamar Zelsa menangis sejadi-jadinya sambil mendekap boneka panda kesayangannya.

Di dalam kamar Zelsa kembali menumpahkan cairan bening itu. Wajah yang tadinya cantik kini terlihat berantakan serta hidung yang memerah.

“Zelsa, jangan menangis lagi nak,” ucap Bella yang baru saja masuk ke dalam kamar putrinya.

“Ayah jahat bund,” adu Zelsa sambil sesenggukan.

“Sabar sayang, maksud ayah baik nak,” ucap Bella dengan lembut.

“Tapi kenapa harus dijodohin bunda?” Tanya Zelsa dengan sedikit meninggikan suara.

“Zelsa dengarkan bunda, andaikan kamu tidak bersedia bunda tidak akan memaksa nak. Untuk hal ini bunda akan coba membantu bicara sama ayah kamu yah. Sekarang jangan nangis lagi yah,” jelas Bella yang masih terus membuat putrinya tenang.

Bella memeluk putrinya dengan erat, mengelus kepalanya berharap bisa menenangkan hati Zelsa. Isakan Zelsa perlahan berubah menjadi dengkuran halus. Bella yang mengetahui putrinya tidur segera membaringkannya secara perlahan, lalu ia meraih ponsel yang sempat ia bawa untuk menelepon guru Zelsa, mengabarkan bahwa Zelsa tidak masuk sekolah dikarenakan sakit.

“Hallo, assalamualaikum Bu” sapa Bella.

“Wa’alaikumsalam Bu Bella, ada yang bisa saya bantu?” Tanya Bu Merta selaku guru piket.

“Iya Bu, saya ingin memberitahu bahwa putri saya, Zelsa. Sedang tidak enak badan dan tidak bisa mengikuti pelajaran hari ini Bu Merta,” jelas Bella dengan sopan.

“Baik Bu saya akan memberitahu wali kelas Zelsa Bu,” jawab Bu Merta.

“Terimakasih Bu. Assalamualaikum,” ucap Bella.

Di depan kelas Dena mondar-mandir dengan wajah cemas. Bel masuk sudah berbunyi, tapi Zelsa sampai sekarang belum sampai di sekolah. Dena mencoba menghubungi ponsel Zelsa, tapi tidak tersambung.

”Duh Zel, kemana sih lo?” gumam Dena pelan dengan wajah gelisah sekaligus khawatir.

Dena mencoba menghubungi sekali lagi tapi hasilnya nihil, ponsel Zelsa tidak aktif. Dena berpikir sejenak dan ia berniat setelah pulang sekolah ia akan mengunjungi rumah Zelsa.

Bella keluar dari kamar putrinya, ia pergi menuju teras rumah di mana sang suami berada. Rafael di teras sedang bersantai, hari ini memang ia tidak pergi bekerja karena siang nanti ia akan berangkat ke luar kota untuk perjalanan dinasnya selama tiga hari.

“Mas,” panggil Bella lembut pada Rafael, sang suami.

“Iya, ada apa bun?” Tanya Rafael yang melihat raut kekhawatiran pada wajah sang istri.

“Aku mau tanya, soal perjodohan yang tadi pagi mas singgung sewaktu sarapan,” ucap Bella pelan dan lembut karena Bella takut jika suaminya akan marah.

“Bun, ayah cuman gak mau lihat Zelsa sakit hati dan salah pilih laki-laki nantinya. Apalagi pergaulan anak jaman sekarang kian bebas,” ucap Rafael pelan dengan tatapan yang menerawang jauh ke depan, ada kilatan kecemasan dari tatapan Rafael.

“Tapi Zelsa tertekan dengan ucapan ayah tadi pagi. Apalagi Zelsa sepertinya tengah jatuh cinta mas,” sahut Bella dengan wajah serius dan menatap lekat suaminya.

“Maaf bun, untuk yang satu ini ayah tidak bisa mengubah keputusan. Lagipula perjodohan itu masih lama, sebaiknya bunda bujuk dan kasih pengertian ke Zelsa, sekaligus tenangin dia. Percaya sama ayah, apapun keputusan ayah itu semua demi Zelsa bahagia,” terang Rafael sambil menggenggam jemari istrinya serta menatap lekat manik mata sang istri. Dalam hati Bella hanya mampu berdoa demi kebaikan putrinya.

Rafael merasa hatinya tercubit saat tadi pagi ia melihat Zelsa menangis karena ucapannya. Tapi sejujurnya memang semua ini adalah demi kebaikan Zelsa, bahkan Rafael sudah merencanakan perjodohan dengan anak sahabatnya sejak Zelsa berusia 1 tahun.

Matahari semakin merangkak naik, teriknya semakin menyengat kulit. Siang ini Rafael harus berangkat ke luar kota untuk perjalanan dinas. Tidak lupa Rafael berpamitan pada Zelsa, putri semata wayangnya.

Bella pun mengantar sang suami sampai depan rumah, selepas sang suami berangkat Bella pun masuk ke rumah dan segera mengambilkan makan siang untuk Zelsa. Setelah itu Bella langsung menuju kamar Zelsa.

“Sayang, makan dulu nak!” bujuk Bella pada putrinya.

“Aku gak lapar bun,” jawab Zelsa sambil memalingkan muka dari bundanya.

“Dari pagi loh nak kamu belum makan,” ucap Bella mencoba terus membujuk Zelsa supaya mau makan.

“Ayah kenapa kejam sama aku sih bun?” keluh Zelsa dengan wajah yang murung

“Bukan kejam nak, ayah begitu karena juga demi kebaikan kamu. Coba kamu pikir dulu nak, di luar sana pergaulan anak remaja kian bebas, banyak anak perempuan hamil di luar nikah, banyak kasus narkoba yang melibatkan perempuan juga dan masih banyak lagi. Ayah kamu itu begitu karena tidak mau putri semata wayangnya ini sampai mengalami hal-hal yang tidak diinginkan. Ayah begitu karena ingin melindungi harta berharganya dan harta berharga ayah sama bunda itu ya hanya kamu nak,” jelas sang bunda mencoba memberi pengertian pada Zelsa sambil membelai surai hitam putrinya itu.

Kini Zelsa terdiam, mencerna semua ucapan bundanya tadi. Benarkan begitu cara ayah melindungi anak perempuannya? Semua itu, semua ucapan bundanya kini berputar di otak Zelsa. Lama Zelsa terdiam.

“Sekarang kamu makan yah!” ucap sang bunda, pikiran Zelsa seketika buyar karena mendengar ucapan sang bunda.

“Zelsa makan sendiri aja bun,” ucap Zelsa saat mengetahui bundanya yang ingin menyuapi dirinya. Sebisa mungkin Zelsa tersenyum pada bundanya walaupun tipis.

Bella merasa lega saat melihat putrinya mau makan dan bisa tersenyum lagi. Bella tahu di hati Zelsa masih ada sedikit rasa kesal pada sang ayah tapi semua itu akan membaik seiring berjalannya waktu serta bertambah dewasanya Zelsa nanti.

“Kalau begitu bunda ke dapur dulu yah,” pamit Bella pada putrinya yang hanya di balas anggukan oleh Zelsa.

Saat Bella sedang membuat kue di dapur, tiba-tiba bel rumah berbunyi. Secepat mungkin Bella mencuci tangan yang terkena adonan kue dan pergi membuka pintu. Tadi Bella berniat membuat kue kesukaan Zelsa supaya putrinya itu kembali membaik hatinya. Saat Bella membuka pintu ada satu perempuan dan dua cowok yang berseragam sekolah Zelsa.

“Selamat siang tante,” sapa Dena yang melihat bunda Zelsa berdiri di ambang pintu.

“Eh nak Dena, ayo masuk!” ajak Bella sekaligus mempersilahkan Dena dan kedua temannya masuk. Akhirnya Dena dan kedua temannya pun masuk mengekori bunda Zelsa, lalu duduk di sofa ruang tamu.

“Mau minum apa nak?” Tanya Bella ramah sambil tersenyum.

“Apa aja tante,” jawab Dena sopan dan ramah.

Bella pun pergi ke dapur untuk membuatkan minum Dena dan kedua temannya. Sedangkan Dena, Avin ,dan Radit di ruang tamu hanya terdiam sambil melihat sekeliling.

“Kalian berdua temannya Zelsa ya?” tanya Bella pada Avin dan Radit, sambil meletakkan nampan yang berisi minuman diatas meja.

“Iya tante,” jawab Avin dan Radit bersamaan.

“Maaf ya hari ini Zelsa tidak masuk sekolah karena sedang sakit,” ucap Bella dengan lembut dan ramah.

Merek bertiga hanya mengangguk paham. Dan pada saat Dena ingin bertanya tiba-tiba ada teriakan dari lantai dua yang membuat empat orang di ruang tamu itu langsung menengok ke sumber suara.

“BUNDA!” teriak Zelsa sambil menuruni anak tangga.

“ASTAGFIRULLAH,” ucap Avin setengah berteriak saat melihat Zelsa.

Atensi semua orang yang berada di ruang tamu tertuju pada Avin yang tadi berteriak.

Bella seketika tersenyum simpul saat mengetahui reaksi Avin saat melihat putrinya berpenampilan begitu.

Benang Takdir

Benang Takdir

Score 10
Status: Ongoing Type: Author: Released: 2023
Setiap manusia pasti pernah mengalami jatuh cinta begitupun dengan remaja cowok bernama Avicenna Dalto Mandaleev. Ia jatuh cinta pada teman satu angkatan di SMA tempat ia bersekolah. Sayangnya gadis yang ia cintai telah memiliki seorang kekasih. Avin sendiri tidak menyerah ia memperjuangkan perasaannya menggunakan jalur langit. Avin sendiri remaja masa kini yang memiliki prinsip sedikit unik "Jika cinta pada seorang gadis nikahi bukan pacaran" Sebuah fakta terungkap membuat gadis yang Avin cintai putus dengan kekasihnya. Rahasia besar kini telah terbongkar. Lalu apakah perjuangan Avin akan membuahkan hasil atau justru mereka tidak di takdirkan bersama?

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!

Options

not work with dark mode
Reset