loader image

Novel kita

Chapter 8 – Putri Asyifa

Chapter 8 – Putri Asyifa

Zinah mata dan hati?
100 User Views

Makan bareng keluarga kecil ini, sudah selesai.

Lalu, apa yang akan lo lakuin lagi Don?

Sebuah monolog kecil baru saja menanyakan, apa yang harus ku lakukan setelah makan kali ini selesai. Aku tentu tak perlu berfikir banyak, setidaknya sesuai yang ku jelaskan jika aku ingin berbuat kebaikan bersama mereka. Menolong orang lain ketika mendapat kesusahan seperti ini, jangan tanggung-tanggung. Harus menolong sampai masalah mereka tuntas.

“Ehem… Pak… Bu. Kita sudah selesai makan, dan terima kasih sudah membantu saya untuk berbuat baik ke kalian”

“Astgfrullah Pak, seharusnya yang berterima kasih itu kami. Bapak, sudah seperti malaikat penolong kami… di ajak makan seperti ini, sungguh kami benar-benar bingung harus membalasnya dengan cara apa nanti di kemudian hari” balas Pak Alim.

Ia bahkan sampai setengah tunduk-tunduk gitu saat mengucapkan kalimat tersebut.

Aku menyentuh lengannya. “Saya tidak sebaik yang bapak pikirkan, Pak”

“Gak Pak Don… bapak benar-benar sudah seperti malaikat penolong.”

Aku menggeleng singkat.

“Jadi… jika saya di izinkan lagi, bolehkah saya sekali lagi membantu bapak dan keluarga?”

“Jangan Pak Don” itu bukan jawaban Pak Alim, melainkan jawaban istrinya.

Spontan aku langsung menatapnya. Sedetik kemudian, dari ekpsresi penuh tanya, ku ubah menjadi senyum sehormat mungkin ke dia.

Belum juga ku balas, wanita itu kembali berucap. “Kami bingung cara membalas kebaikan bapak di kemudian hari nantinya… kami gak mau banyak berhutang budi ke bapak. Khususnya saya pribadi, Pak… jujur saya sangat takut jika tak bisa membalas kebaikan yang begitu besar ini dari bapak hingga saya tutup usia.”

Lagi… aku menggeleng.

“Ibu Asyifa…” ku sebut namanya, dan senyum ramah serta penuh hormat terkembang di wajahku. Lalu ku lanjutkan ucapanku. “Saya tak membutuhkan balasan dari semua tindakan saya dalam membantu bapak dan ibu… jujur, saya harus berterus terang… andai saja tadi, hanya kalian berdua saja yang berada di kantor polisi, percayalah… kita tak akan sampai di tempat ini. Jangankan makan bersama, bahkan tidak akan terjadi obrolan bersama bapak dan ibu di Moshola tadi.”

Aku mengambil jeda. Aku lalu menyentuh kepala putrinya yang masih duduk di hadapanku. Mengusap kepala anak itu dengan lembut, sambil melanjutkan ucapanku, “saya hanya ingin, Aini baik-baik saja. Hati saya sakit, ketika saya yang berkemampuan lebih ini, tak dapat membantu Aini yang begitu cantik, tidak hidup sengsara, tidak terkatung-katung di kota ini, mengikuti kalian berdua… Hanya itu saja. Sumpah Demi Allah, tak ada yang lain” setelah menyelasaikan ucapanku, ku usap pipi anak mereka. “Pikirkan Aini… kalo hanya kalian berdua saja di sini, saya akan langsung pergi saat ini juga.”

Setelah itu, ku lepaskan putrinya. Kulepaskan kaca mataku yang sedari tadi menghias wajahku. Ku usap kedua mataku bergantian dengan punggung tangan. Terharu bro!

Lalu ku tatap kedua orang tuanya bergantian. Aku gemas melihat mereka, sumpah! Padahal aku tak ingin yang lain dari mereka, selain membantunya saja.

“Saya mohon, terimalah bantuan dari saya… meski tak seberapa. Sampai benar-benar Aini kembali ke rumah kalian dengan selamat. Boleh kan?”

Pak Alim dan istrinya berpandangan sesaat. Bahkan dari sudut mata wanita berkerudung jingga itu, menetes setitik air mata yang langsung segera di hapus dengan tangannya yang terbungkus.

Kemudian, keduanya mengangguk.

“Alhamdulillah… terima kasih sekali lagi, atas kebaikan bapak dan ibu, dengan tulus mau menerima bantuan saya” ujarku sekali lagi. Tulus mengatakan kalimat tersebut.

Pak Alim segera meraih tanganku. Di saat ingin menyalimnya, aku menahannya. “Pak… saya tak pantas mendapatkannya. Maafkan saya pak”

Pak Alim tersenyum, dia lalu menarik tangannya.

“Terima kasih Pak…”

Ya sudah…

Setelah obrolan singkat terjadi, akhirnya kami memutuskan untuk beranjak dari KFC menuju ke mobil, dengan keputusan bersama jika mereka akan ikut bersamaku di Hotel untuk nginap. Tak akan ku biarkan keluarga kecil ini kembali ke kantor polisi lagi.

Dari applikasi biru penyedia Hotel, ku booking dua kamar di hotel dekat dari kantorku. Maaf revisi, kantor Pak Ferdi. Karena besok, aku harus mengembalikan mobil ini kepadanya dan sama sekali tak mengharapkan ia mau mengantarku sampai ke bandara. Karena aku bisa menggunakan jasa taksi online. Selesai booking, ku selesaikan pembayaran melalui mobile banking, agar nanti tiba dihotel bisa langsung check in.

Hotel Harper menjadi pilihanku. Selain hotel ini kategori berbintang, kamarnya juga sangat nyaman. Harga permalam perkamarnya, hanya 400rbuan saja. Murah tapi bersih dan nyaman.

Rupanya kategori murah tersebut tidak demikian dengan yang di pikirkan oleh Pak Alim. Di saat mobil mulai masuk melewati barier gate di depan, ia mulai berbicara, memohon agar ia di inapkan saja di hotel murah bersama keluarganya. Tepok Jidat!

Tentu saja aku tolak. Aku mengajaknya ke hotel ini bersamaku sudah tak dapat di tawar lagi. Mereka pun hanya bisa menarik nafas setelah aku menolak keinginannya dengan bahasa yang baik.

Setelah tiba di hotel, aku mempersilahkan mereka duduk di sofa yang di sediakan di lobby. Aku melangkah menuju ke resepsionis untuk proses administrasi.

Selesai proses tersebut, aku kembali ke keluarga kecil itu.

Ku tatap sebentar wajah penuh kelelahan mereka.

Aku tersenyum lega, sekiranya aku bisa menghilangkan kelelahan mereka, menggantikan dengan kenyamanan menginap di hotel ini.

“Beres… nih Pak kuncinya” aku sengaja mengambil dua kamar yang bersebelahan.

Sebuah kunci berupa kartu yang langsung di terima oleh Pak Alim. Sekali lagi, permohonan maaf serta terima kasih yang begitu tulus ku terima darinya.

“Oh ya, besok aja tiket pesawatnya kita pesan… setelah saya memastikan urusan saya di sini benar-benar selesai. Gak apa-apa kan Pak… bu?” Baru saja berkata seperti itu, aku spontan terkejut mendapatkan balasan dari Pak Alim.

“Astgfrullah… Subhanallah walhamdulillah wala ilaha illallah wallahu akbar!… ya Allah, ya tuhanku… engkau benar-benar telah mengirimkan kami sosok malaikat hari ini. Sembah sujud kepadamu ya Allah, telah membantu kami sekeluarga keluar dari musibah ini” setitik air mata mengalir dari kedua bola mata tua Pak Alim.

Aku menarik nafas. Lalu segera menahan tubuh Pak Alim yang merosot dari sofa, hampri saja nyaris bersujud di lantai. Ku berdirikan beliau, sedangkan Asyifa segera mengusap punggung suaminya.

“Pak… mohon jangan di sini bersujud dan menangis. Di kamar aja, terserah deh, bapak dan ibu mau nangis-nangis bombay kayak di film-film india. Silahkan… tak ada orang lain yang akan melihatnya” sembari berkata, aku tersenyum. Semoga mereka memaknai kalimatku ini hanya sebagai candaan semata.

Setelah mengatakan itu, Pak Alim tersadar dan duduk kembali di sofa. Ia segera mengusap air matanya dengan telapak tangan. Lagi-lagi, ucapan terima kasih terucap darinya. Aku membalasnya dengan ucapan yang sama. Sama-sama berterima kasih. Sedangkan Asyifa, ku lirik sebentar, masih mengusap-ngusap punggung suaminya. Namun bukan itu yang menjadi perhatianku sekarang. Melainkan bola matanya. Ada senyum sekiranya ku tebak di balik niqabnya setelah kejadian barusan.

Jangan tanyakan bagaimana aku mengetahui dia senyum atau tidak, padahal wajahnya tertutupi? Udahlah bro, pahamilah kondisinya, jika aku sepertinya mulai terbiasa dengan ekspresi yang terjadi di balik selembar kain tersebut – hanya dengan melihat bola mata kecoklatan yang penuh keteduhan darinya. Udah kayak cenayang ya? Tepok Jidat!

Kami bertatapan untuk beberapa detik lamanya, mengacuhkan Pak Alim yang masih berusaha menenangkan dirinya. Tatapannya masih enggan berpaling dariku.

Sedetik berlalu…

Dua detik berlalu…

Aku yang lebih dulu tersadar, dan segera mengalihkan pandanganku ke arah lain, di sertai usapan wajah dengan telapak tangan – sembari mengucapkan kata dalam hati “Astgrullah!”

“Maafkan saya Pak Alim yang dengan lancang, hampir saja nyaris menciptakan zinah hati kepada istrimu.”

Bersambung Chapter 9

Putri Asyifa – Cinta Sejatiku Tanpa Syarat

Putri Asyifa – Cinta Sejatiku Tanpa Syarat

Score 10
Status: Completed Author: Released: 2023 Native Language: Indonesia
Wanita itu, adalah jelmaan sang bidadari yang di turunkan sang khaliq untuk merubah jalan kehidupanku dari seorang super duper bajingan menjadi pria yang menjalankan seluruh perintah sang khaliq yang dapat ku jangkau dengan kemampuanku. Wanita itu.... Adalah wanita yang di titipkan oleh orang yang amat sangat ku hormati, yang telah lebih dulu meninggalkan kami semua. tapi, tentu untuk bersamanya, untuk mendapatkan hati wanita itu bukanlah perkara mudah.

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!

Options

not work with dark mode
Reset