Sinar matahari perlahan menyusup melalui celah tirai, mengisi kamar dengan kehangatan dan kilauan cahaya yang lembut. Bayangan dedaunan bergoyang perlahan di dinding menciptakan pola-pola bayangan yang bergerak seperti tarian yang seirama dengan hembusan angin pagi.
Pagi itu Renisya terbangun, waktu menunjukkan pukul 06.00. Ia masih terbaring di tempat tidur nya yang empuk, kamar nya sangat megah dengan nuansa putih elegan dikelilingi dengan peralatan modern yang serba canggih.
Renisya menggeliat sambil menarik selimut menutupi muka nya. “Udah jam 06.00 nih, aku mager banget hari ini.”
“Astaga … aku lupa matikan ac semalaman,” ujar renisya sambil mematikan ac.
“Good morning system, turn off ac, please,” ucap renisya berbicara kepada teknologi canggih yang ada di kamar nya.
Renisya menjalani kehidupan yang tampak sempurna. Setiap pagi, ia bangun dengan kenyamanan di kamar megahnya. Sebuah kamar pribadi yang dirancang dengan elegan dilengkapi dengan furnitur mewah, dan pemandangan yang menakjubkan dari jendela yang menghadap ke taman yang indah.
Seperti biasa, Renisya terbangun dengan alarm indah yang disetel oleh jam pintarnya. Dia memulai hari dengan rutinitas pagi yang teratur dan disiapkan dengan seksama. Seragam sekolah yang tergantung rapi di lemari, lengkap dengan aksesori dan sepatu berkilau yang menggambarkan statusnya sebagai anak dari keluarga kaya.
Renisya keluar dari kamar menuju ruang makan mewah, di mana makanan lezat dan sehat sudah tersaji dengan sempurna. Di ujung meja makan, duduklah manajer rumah tangga, Pak Ridwan yang bertugas mengatur segala kegiatan di rumah tersebut. Renisya menikmati sarapan yang disiapkan oleh chef pribadinya sambil menikmati percakapan hangat dengan Pak Ridwan tentang berita terbaru dan peristiwa penting.
Renisya bertanya dengan antusias. “Pak Ridwan, apa kabar hari ini? Apakah ada berita menarik yang saya lewatkan?”
“Selamat pagi, Mbak Renisya. Hari ini cuaca terlihat cerah, dan tidak ada berita besar yang saya dengar. Tetapi, saya baru saja membaca tentang prestasi terbaru Anda sebagai atlet panahan. Luar biasa, Mbak!” jawab pak ridwan dengan lembut.
Renisya tersenyum bangga. “Terima kasih, Pak Ridwan saya berusaha keras untuk mencapai prestasi itu. Tapi, terkadang, ada saat-saat ketika saya merasa ada sesuatu yang hilang dalam hidup saya.”
Pak Ridwan menyimak dengan penuh perhatian. “Apa yang membuat Anda merasa begitu, Mbak Renisya?”
Renisya menggoyangkan kepalanya. “Saya hidup dalam kemewahan, dikelilingi oleh keindahan dan kemewahan. Tetapi, terkadang itu terasa hampa. Saya merindukan kehangatan keluarga yang sejati dan koneksi yang lebih dalam dengan dunia di sekitar saya.”
Pak Ridwan mengangguk memahami. “Mohon maaf sebelumnya Mbak, apa mungkin kehampaan itu karena Ibu Arumi dan Pak Marvi jarang menemani Mbak di rumah?”
Renisya mengedipkan mata. “Anda benar, Pak Ridwan. Saya merasa kesepian meskipun memiliki kedua orang tua, karena mereka terlalu sibuk sehingga saya selalu merasa sendirian.”
Pak Ridwan mengangguk memahami. “Ya Mbak, Ibu Arumi dan Pak Marvi adalah orang yang sangat sibuk dan jarang sekali ada di rumah, tapi walau begitu saya yakin mereka sangat menyayangi Mbak.”
Renisya merenung sejenak dan berkata, “Saya berharap bisa memiliki waktu yang lebih dengan mama dan papa. Terkadang saya iri melihat teman-teman bisa sangat dekat dengan orang tua nya terutama ibu nya.”
Pak Ridwan tersenyum hangat. “Mbak Renisya. Anda adalah seorang wanita yang luar biasa. Ibu Arumi dan Pak Marvi pun sangat bangga memilki Mbak.”
Renisya tersenyum, merasa didukung oleh kata-kata Pak Ridwan. “Terima kasih, Pak Ridwan. Oh iya pak ngomong-ngomong mama kemana?” tanya Renisya.
Pak Ridwan menjawab sambil menunduk. “Dini hari tadi Ibu Arumi bergegas terbang ke Singapura untuk urusan bisnis.”
Raut wajah Renisya seketika berubah menjadi murung sambil berkata, “Lagi-lagi mama tidak memberitahu ku. Lalu bagaimana dengan papa? Apakah papa masih di luar kota?”
Pak Ridwan mencoba menenangkan renisya. “Ya Mbak, tadi pagi Pak Marvi telpon dan menitipkan pesan pada saya, mbak Renisya ingin dibawakan oleh-oleh apa?”
Renisya menjawab dengan kesal. ”Saya tak ingin oleh-oleh, sudah terlalu banyak barang-barang dikamar.”
Renisya mengakhiri sarapan nya dan bergegas ke depan pintu, di mana mobil mewah hitam menunggu. Setiap langkahnya terasa seperti berjalan di atas karpet merah, mengingat perhatian dan penghormatan yang diberikan oleh para pelayan dan staf rumah tangganya. Ia naik ke dalam mobil dan supir pribadi nya membawa dengan hati-hati melewati jalan-jalan kota menuju SMA Swasta Internasional di Jakarta.
Saat memasuki gerbang sekolah, banyak mobil-mobil mewah berhenti di depan pintu masuk gedung, mengantarkan siswa dan siswi yang bersekolah di SMA ini. Banyak anak-anak orang penting yang bersekolah di sini, mulai dari anak pengusaha konglomerat hingga anak-anak pejabat sekelas menteri.
Di sekolah, Renisya dikelilingi oleh teman-teman sekelas yang juga berasal dari keluarga kaya. Mereka menghormatinya dan mengaguminya karena kecantikannya, prestasinya sebagai atlet panahan, dan juga status sosialnya. Renisya tahu betapa beruntungnya dia karena memiliki segalanya dan hidup dalam kemewahan yang tak terbatas.
Di koridor sekolah, Renisya berjalan dengan santai. Setiap langkahnya penuh percaya diri, tubuhnya terlihat cocok dalam seragam khas sekolah yang merupakan hasil rancangan dari seorang desainer ternama. Sekolah ini terkenal karena mengusung konsep unik di mana semua seragam yang dikenakan oleh siswa adalah karya desainer terkenal yang memiliki sentuhan desain khas dan menarik, menampilkan keindahan dalam bentuk dan pemilihan bahan yang sempurna.
Tidak hanya seragam, tetapi seluruh lingkungan sekolah dipenuhi dengan estetika yang dirancang dengan penuh kecermatan. Renisya merasa seperti berada di dalam dunia mode yang hidup di dalam sekolah. Setiap dinding dipenuhi dengan karya seni yang indah, perabotan sekolah dengan detail yang elegan, dan bahkan taman sekolah yang dirancang dengan penuh keindahan.
Renisya melangkah dengan elegan, ia tidak bisa menahan senyumnya saat melewati rekan-rekan sekelasnya. Hingga ia melihat Tara di ujung koridor, lalu ia bergegas lari menuju Tara.
Renisya menyapa sambil menepuk pundaknya Tara. “Hai Tar, apa kamu baik saja? kamu kelihatan cemas Tar.”
“Hai, Ren. Aku sedang tak baik-baik saja, sebenarnya aku sedikit khawatir dengan sahamku. Nilainya tiba-tiba anjlok akhir-akhir ini. Aku tidak tahu harus berbuat apa,” jawab Tara dengan murung.
“Oh, sungguh? Apa yang terjadi?” tanya Renisya.
“Aku sebenarnya investasi di beberapa saham teknologi yang menjanjikan. Semuanya berjalan lancar hingga beberapa hari ini. Nilainya turun dengan cepat dan sepertinya tidak ada tanda-tanda akan membaik,” ucap tara dengan jelas.
Renisya menjawab dengan yakin. “Pantas aja kamu khawatir Tar. Investasi memang bisa berisiko. Mungkin ada faktor eksternal yang mempengaruhi pasar saham. Ngomong-ngomong kamu sudah bicara dengan penasihat keuanganmu?” tanya nya.
“Belum, aku masih coba cari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Aku hampir gila memikirkan ini, sangat khawatir jika keputusan yang salah bisa merugikan masa depanku.” jawab Tara dengan ragu.
“Sangat bijaksana untuk mencari nasihat dari ahli keuangan. Mereka bisa memberikan wawasan dan saran yang berguna. Tapi ingat, investasi selalu memiliki risiko, dan fluktuasi pasar adalah hal yang wajar,” ucap Renisya
“Aku tahu, tapi tetap saja membuatku cemas. Aku merasa seperti semua usahaku sia-sia,” ujar Tara.
Renisya berusaha mengingatkan. “Tara, jangan terlalu keras pada dirimu sendiri. Investasi memang tidak selalu berjalan sesuai rencana. Namun, saat ini mungkin kesempatan untuk belajar lebih banyak tentang pasar saham dan mengambil langkah-langkah yang tepat ke depannya.”
“Ya, mungkin benar. Aku perlu mengambil pelajaran dari situasi ini dan berusaha lebih bijak di masa depan,” jawab tara dengan semangat.
“Ingat Tar, masa depanmu tidak hanya bergantung pada investasi ini. Ada banyak peluang lain di luar sana, apalagi keluarga besar mu kan pemain saham ulung Tar,” ujar Renisya.
Tara mengangguk perlahan dan berkata, “Thanks, Ren. Aku menghargai dukungan dan nasihatmu. Aku akan bicara dengan penasihat keuangan dan berusaha menghadapi situasi ini dengan kepala yang lebih dingin.”
Percakapan mereka memberikan Tara sedikit kenyamanan dan semangat untuk menghadapi keadaan yang sulit. Renisya mengingatkannya bahwa kegagalan atau tantangan dalam investasi adalah bagian dari perjalanan, dan yang penting adalah bagaimana kita belajar dan tumbuh dari pengalaman tersebut.
Saat Renisya memasuki kelas bersama Tara, suasana riuh di dalam kelas berubah menjadi semakin bersemangat. Teman-teman sekelasnya menyambutnya dengan sukacita dan kebanggaan yang terpancar di wajah mereka. Mereka menyadari bahwa Renisya telah mencapai prestasi yang luar biasa dengan memenangkan medali emas dalam ajang Asian Games sebagai atlet panahan.
Suasana gembira dan bahagia terasa di seluruh ruangan. Beberapa teman sekelas mendekati Renisya untuk memberikan ucapan selamat dan membagikan kebanggaan mereka. Mereka mengajak Renisya untuk berbagi pengalaman dan cerita di balik perjalanan menuju kejuaraan tersebut. Renisya dengan rendah hati menerima pujian dan ucapan selamat dari teman-temannya. Dia berterima kasih atas dukungan dan motivasi yang telah diberikan oleh mereka selama perjalanan kompetitifnya.
Ketika jam istirahat tiba, Renisya, Tara, Viona, dan Alesha bersiap-siap untuk pergi ke kantin bersama. Mereka berjalan beriringan menuju kantin, sambil tertawa dan bercanda. Namun, di tengah perjalanan menuju ke kantin, Renisya tiba-tiba bertemu dengan Raka. Raka adalah teman satu tim Renisya di kegiatan ekstrakurikuler olahraga panahan. Mereka sering berlatih bersama dan saling mendukung dalam mencapai tujuan mereka sebagai atlet.
Tara, Viona, dan Alesha dengan sukarela memberikan waktu kepada Renisya untuk berbincang dengan Raka, karena mereka sangat mendukung hubungan persahabatan dan kerja tim yang erat antara keduanya. Mereka menyadari betapa pentingnya dukungan dan kebersamaan di dalam tim, baik dalam bidang olahraga maupun dalam kehidupan sehari-hari.
“Ren, kayanya kamu perlu ngobrol deh sama raka,” ucap Tara.
“Benarkah? Terima kasih, guys! Aku benar-benar ingin berbicara dengannya tentang persiapan kompetisi berikutnya,” ujar Renisya.
Viona mengangguk dan berkata, “Tentu, Ren! Kita tahu betapa pentingnya dukungan dan kerja tim di antara kamu dan Raka. Jadi, kita akan memberikanmu waktu dan ruang untuk berbincang dengan bebas.”
“Ya, kita semua mendukungmu Ren,” ucap Alesha.
“Terima kasih, teman-teman. Aku benar-benar menghargai dukungan dan pengertian kalian,” ucap Renisya penuh semangat.
Ketika Renisya dan Raka berbincang di taman sekolah, suasana menjadi tenang dan damai. Angin lembut berhembus, menyentuh rambut indah Renisya seolah-olah memberikan dukungan pada perbincangan mereka.
“Rasanya begitu menyenangkan bisa duduk di sini dan berbicara denganmu, Raka. Aku ingin berterima kasih atas dukunganmu selama ini di tim panahan,” ucap Renisya sambil tersenyum.
Raka menjawab dengan yakin. “Tentu saja, Ren. Kamu adalah anggota tim yang luar biasa. Aku selalu terinspirasi oleh dedikasimu dan semangatmu dalam latihan. Prestasimu di Asian Games benar-benar mengesankan! Selamat atas kemenangan mu, aku sangat bangga.”
Renisya tersenyum dan berkata, “Terima kasih, Raka. Kamu juga berperan besar dalam kesuksesan itu. Kita bekerja sebagai tim yang solid, saling mendukung dan memotivasi satu sama lain. Itu adalah salah satu alasan mengapa aku merasa begitu nyaman di sini.”
“Aku sangat menghargai kata-katamu, Ren. Kita benar-benar memiliki kolaborasi yang luar biasa di lapangan. Kita melengkapi keahlian satu sama lain dengan baik,” ujar Raka.
“Ren, bagaimana jika kita berlatih panahan di luar sekolah saat pulang sekolah?” tanya Raka.
“Ide yang bagus, hari ini pun kegiatan ku sepulang sekolah tidak terlalu padat, aku akan menghabiskan waktuku untuk bermain panahan dengan mu seharian,” ujar Renisya sambil tertawa kecil.
Sambil terus berbincang, Renisya dan Raka merasakan kehangatan persahabatan dan koneksi yang kuat antara mereka. Mereka saling mendukung, memberikan inspirasi, dan memperkuat kerja tim mereka. Dalam angin lembut yang bertiup di taman sekolah, mereka menyadari pentingnya menjaga hubungan mereka tetap kuat dan berdasarkan nilai-nilai yang mereka percayai.
Namun, ketika Renisya dan Raka tengah dalam perbincangan yang mendalam di taman sekolah, sebuah telepon mendadak berdering dengan keras. Mereka terkejut dan memandang ke arah sumber suara yang mengganggu momen mereka yang intim. Dengan hati berdebar, Renisya mengambil teleponnya dan melihat nama yang terpampang di layar.