Desi terdiam mendengar suaranya ingin mengincar bibir Ryan sejak awal. Tubuh Desi berjalan mundur menabrak dinding lain. Tidaklah peduli baju Desi menempel darah monster saat menjauh Ryan. Kata-kata dirangkai terputus. Tangan besar Ryan menarik belakang kepala Desi sembari membelai lembut rambut Desi. Ryan menanggapinya dengan ciuman biasa. “Sudah. Aku mengungkapkan kamu orang pertama mengambil ciuman pertama aku. Paham?”
Setelah itu Ryan keluar, mengeluarkan cahaya biru lain berupa titik-titik kecil berpencar dan membersihkan daerah pertarungan tersebut. Desi merunduk wajahnya. Dikira Desi tadi Ryan marah besar tapi ungkapan kenyataan itu membuat wanita pecinta kuliner ini membeku di tempat. Meski buka ciuman nafsu, Ryan membalasnya dengan tulus. Itu saja menjadikan tubuh Desi gemetar hebat. Apakah ini yang dimaksud orangtua Desi sedang jatuh cinta dan menikah? Perut menggelitik karena kupu-kupu berterbangan, sapuan ingatan dan melihat Ryan menyelesaikan urusannya.
“Aku jatuh cinta? Tidak mungkin. Sebelumnya aku sudah menolak ratusan pria di Negara aku. Kenapa tidak manjur dengan Ryan? Karena kontrak kami berdua?” Lalu Desi membawa pisau dapur ke koper yang diambil Ryan. Barang bawaan lain ditangani Desi. Lumuran darah di pakaian Desi membuat Ryan risih. Kilatan telepati berasal Ryan, Desi mengernyitkan dahi. Sepertinya hubungan kontrak ini mengetahui satu sama lain sampai tidak diucapkan kata-kata pun bisa tahu. “Aku tidak risih. Di kota ini bukan seringkali main tembak-tembakan di jalanan? Darah seperti ini tidaklah membuat perbedaan. Eh?”
Desi dilemparkan bagaikan bola kasti status home run jauh melewati lintasan lain. Di hadapan Desi sekarang terdapat hutan dipenuhi lebatnya pepohonan dan sungai segar. “Kamu mandi sekarang. Indera penciuman aku sensitif jadi bau kamu bercampur dengan monster-monster tadi.” Desi geram karena tidak mengambil kendali langsung membalas perkataan Ryan. “Sekarang? Aku bisa memakai toilet umum. Ugh, baik! Ini hukuman anak nakal,” gertak Desi menarik seragam Ryan sekuat tenaga.
Ryan membungkam suaranya dengan tangannya. Desi membenamkan gigi, membuat kissmark sekitar leher Ryan dan puas atas hasil karyanya. Desi tidak peduli tatapan tersirat Ryan lalu pergi melepaskan pakaiannya dan mandi di sungai. Tak lupa Desi meminta Ryan untuk membalikkan badannya ke arah hutan gelap. “Nona Desi benar-benar!” Ryan menatap hutan sekitar sungai. Tidak mengindahkan panggilan curahan hati Desi tentang dunia sudah berbeda sejak bertemu dengan Ryan.
“Asal kamu tahu, Ryan. Aku tidak takut karena aku sudah sering melihat mereka di novel dan komik yang aku koleksi. Malah penasaran aku bertemu dan inilah dia!” Desi menoleh ke leher Ryan sepersekian detik. Tawa cekikikan Desi membuyarkan Ryan penjagaannya. “Kamu tidak tahu malu juga. ini kamu tahu artinya?” Desi menyisakan kedua tangan bertumpu di batu besar sebagai sandaran, menaikkan sebelah alis dan menggelengkan kepalanya tidak tahu.
Setahu Desi, itu yang dilakukan orang dewasa. Ryan berdehem pelan kalau ekspresi muka Desi tidak mengandung kebohongan. “Di dunia manusia ini artinya banyak. Salah satunya menggoda pasangannya tapi di dunia aku tidak. Tidak sama sekali dan serius.” Telinga Desi dilebarkan. Ingin tau artinya di dunianya Ryan. Ryan merasa tidak nyaman. Muka merahnya datang kembali. Desi menyukai pemandangan itu. “Di dunia aku ini artinya kamu sudah mengeklaim diriku ini adalah milik aku dan tidak diperbolehkan manusia, monster dan makhluk hidup lainnya mengambil apa yang menjadi miliknya,” lanjut Ryan mengatur suaranya.
Desi bersiul kesenangan. “Itu lebih baik. Aku senang kamu kaget bukan menjauhi aku. Jadi kamu menerimanya, Ryan?” Ryan mendengar suara Desi tiba-tiba seksi mulai mengalihkan pandangannya ke arah lain. Desi menganggap diam itu adalah iya. Di belahan dunia manapun pasti ada beberapa kesamaan yang akrab. “I-Iya. Puas? Berapa lama lagi kami sudah selesai mandi?” Kemudian Desi berdiri tiba-tiba mengingat emosi datarnya tapi kiriman jawaban berupa lupa sesuatu ke pikiran Ryan.
Tapi tidak bisa mengatakan tidak untuk melihat tubuh indah Desi yang belum tertutupi. “Aku lupa bawa handuk. Oh!” Desi cengar-cengir melihat Ryan adalah pria normal lalu memercikkan air ke arahnya. “Dasar munafik! Kamu melihatnya tanpa mata berkedip. Sana balik lagi ke tempat kamu tadi,” ucap Desi diselingi tawa kecil, keluar dari sungai dan mengambil handuk. Ryan menurutinya tanpa protes. Malahan muka merah, gumpalan elemen air-air sekitar Ryan bergerak kian kemari dan menjatuhkan badannya ke tanah. Desi kaget respon Ryan bisa memakan waktu lama.
“Ya ampun dia masuk pikiran kosong.” Desi memakai setelan pakaian baru. Baju lamanya tidak bisa dipakai karena darah monster. Namun ini kenangan berharga sehingga Desi tidak merelakan baju ini dibuang. Pilihan lainnya mencucinya di laundry nanti. Setelah membiarkan Ryan masuk pikiran dunianya sendiri, Desi membenah diri lalu bermake-up.
Tidak mungkin jadwalnya terganggu untuk streaming kuliner tapi situasinya mengatakan dunia ini tidak dikenali Desi. Desi menghembus napas pendek memberitahukan para follower tentang jadwal kuliner London diundurkan satu hari. “Sudah sadar? Itu respon tubuh kamu yang belum melihat tubuh wanita ya. Kasihan sekali kamu, Ryan. Umur saja 1000 tahun tapi pengalaman tidak ada,” komentar Desi pedas ketika Ryan mengambil air sungai untuk diminum. Muncul nada jijik Desi yang dikirimkan langsung Ryan memuntahkannya dibalas jijik juga.
“Kamu balas dendam ya? Kenapa kamu mandi dengan semua peralatan mandi penuh bahan kimia dan tadi apa? Kamu membersihkan kandung kemih di sini juga. Bleh!” ucap Ryan meminta simpanan air mineral di koper Desi. Desi melipat tangan tidak suka dituntut salah. Wanita itu tidak pernah salah.
“Kamu pikirkan saja yang sudah berumur 1000 tahun. Sungai di sini memang jernih tapi kandungannya tidak sterilisasi. Banyak juga kehidupan makhluk hidup di sini. Jangan salahkan aku jika aku bawa peralatan mengecek kadar airnya di sini. Aku bisa menggunakannya sebagai toilet umum. Beruntung aku buang air kecil bukan buang air besar. Hm!” Ryan menatap Desi horor. Selama ini siapa yang pintar dan bodoh sudah ketahuan siapa diantara mereka berdua. Ryan menggaruk tengkuknya.
“Kamu pintar rupanya mengecek dulu. Dunia kamu sama seperti ini atau tidak?” Desi mengucapkan lima puluh persen. Sisanya beberapa dunia lain memiliki rata-rata sungai benar-benar kotor karena kebanyakan sampah dibuang, kehidupan kecil mandi dan sumber ambil air pun juga padahal penyakit yang dijangkiti 100 persen pun banyak. Ryan berbinar mendapatkan Desi memiliki wawasan besar. “Setidaknya aku mencegahnya. Tubuh aku tidak gatal. Air sungai ini belum kotor semuanya. Lain kali kamu diskusikan dengan aku ya, Ryan?”
Ryan dan Desi kembali ke dunia manusia. Lalu jemputan yang dikatakan pun mengaku telah menunggu Ryan. Seorang pria paruh baya anggun, bangsawan, aura misterius dan tatapan tajam mengindahkan keberadaan Desi. “Tuan Slime Biru muda, aku menunggumu di sini. Darimana kamu selama ini?” Desi menahan tawa tapi terdiam ketika Ryan membalasnya dengan senyum lembut.
“Tuan Cassano, sekarang namaku bukan itu. Aku telah ganti nama dan diberikan wanita ini. Namaku Ryan Fuad Fachruddin.”