loader image

Novel kita

Cinta Bukan Sekedar Perawan – Bab 4

Cinta Bukan Sekedar Perawan – Bab 4

Amarah Terpendam
76 User Views

Gelak tawa menggema di sepanjang sungai Muara Mua, “Abee Bong Moja! Jika ingin menjadi pedagang, mengapa harus belajar jauh-jauh hingga ke Macau? Bukankah kota Jakarta atau kota Surabaya lebih dekat?” Mary Aram memeluk manja leher Abee Bong Moja, hidungnya menggelitik jakun kekasihnya.

“Selain belajar, Abee Bong hendak menjalin relasi disana. Orang-orang Macao pandai dalam strategi berdagang, ada baiknya menimba ilmu dari mereka,” Abee Bong Moja mengecup kening Mary Aram, “Maukah Mary Aram menunggu Abee Bong barang beberapa tahun?”

“Tentu saja! Bukankah kita selalu bersama sejak kanak-kanak? Berpisah beberapa tahun bukanlah masalah bagi Mary Aram,” Mary Aram menghujani Abee Bong Moja dengan kecupan sayang.

“Baik! Aku Abee Bong Moja akan belajar giat, dan membangun masa depan!”

‘Abee Bong Moja, maafkan aku!’ Mary Aram berusaha menggeser tubuhnya dari dekapan Amar Mea Malawi, tubuhnya terasa tidak nyaman karena lengket.

Mendapati kembali ada darah di kakinya serta alas tidur, Mary Aram hanya bisa menghela napas memejamkan mata. Hatinya sangat sakit. ‘Sungguh terlalu!’

 

Mary Aram sekuat tenaga beringsut untuk bangkit. Meski tubuhnya masih terasa kaku, ia berusaha bangun membersihkan diri. Sedangkan Amar Mea Malawi tertidur pulas, setelah puas melakukan penjelajahan semalaman.

Sebenarnya tubuh polos Amar Mea Malawi sangatlah mengesankan. Kokoh, padat, bentuknya ideal, wajahnya juga tampan. ‘Apakah sebelumnya pria ini memiliki kekasih?’

Mary Aram menyelimuti tubuh polos Amar Mea Malawi, ia tidak nyaman melihat pria tidur tanpa busana, kemudian menutup rapat kelambu.

“Apakah pria ini sudah menjadi suamiku? Ia telah merampas kehormatanku, mempermainkan aku semalaman,” Mary Aram mendengus penuh amarah. Kemudian tertawa sinis, menertawakan dirinya sendiri.

“Nyonya Muda, apakah Patrice boleh masuk? Sudah waktunya membersihkan diri,” suara Patrice terdengar dari pengeras suara.

“Ah! Kembalilah satu jam lagi, tuan muda masih tidur,” Mary Aram tersentak dari lamunan. Tubuhnya pegal dan kaku, Mary Aram berusaha berjalan ke kamar mandi.

“Baik Nyonya Muda,” suara langkah kaki sayup-sayup terdengar menjauh.

“Ah kamar ini sangat luas, sungguh melelahkan berjalan di dalam kamar sendiri,” karena lelah berjalan, akhirnya Mary Aram merangkak mendekati kamar mandi.

Melihat bayangan dirinya tampak kacau di depan cermin, Mary Aram berusaha membersihkan diri sendiri. Namun seberapa pun ia bertekad membersihkan diri, tetaplah kesuciannya tidak akan kembali.

“Apa yang harus aku katakan kepada ayahku, dan Abee Bong Moja? Bagaimana aku harus mengembalikan martabat ayahku?” Mary Aram sangat kesal, ia membenturkan kepala pada dinding. “Apakah aku harus mengemis pengampunan pada Abee Bong Moja?”

“Hah!” Mary Aram berteriak kesal sambil melempar cermin dengan botol sabun cair. Untung cermin itu tidak pecah, andaikan pecah berantakan tentunya serpihan cermin akan melukai wajahnya.

“Apa yang harus aku lakukan? Aku menjadi wanita yang tidak bermartabat. Menjadi pelampiasan hasrat di kediaman pria yang tidak dikenal,” Mary Aram menangis meringkuk di sudut kamar mandi.

“Apa yang kau lakukan Mary Aram? Kau akan masuk angin jika berbaring di lantai kamar mandi,” Amar Mea Malawi mengangkat tubuh Mary Aram.

“Lepaskan aku!” Mary Aram menepis tangan Amar Mea Malawi. “Jauh-jauh aku datang ke St Martin, untuk belajar. Masyarakat Muara Mua membutuhkan seorang dokter.”

“Dan Kau?” Mary Aram menatap Amar Mea Malawi dengan sorot mata penuh kemarahan. “Kau menyandera diriku untuk menjadi boneka  pelepas hasrat! Keterlaluan kau menghina diriku.”

Mary Aram histeris dan kalut. Bagai dijatuhkan dari puncak menara, ia merasa telah kehilangan martabat!

‘Bagaimana memulihkan martabat? Terbelenggu dalam pernikahan tidak diinginkan? Ataukah mati secara terhormat? Toh keduanya merupakan kesengsaraan tidak berujung.’

“Mary Aram, maafkan aku. Aku sangat mencintai dirimu,” Amar Mea Malawi memeluk Mary Aram. 

“Apa yang harus kukatakan kepada Ayahku? Apa yang harus kukatakan pada tunanganku? Keterlaluan Kau!” Mary Aram memukuli Amar Mea Malawi melampiaskan kesal.

 

“Mary Aram! Kendalikan dirimu,” Amar Mea Malawi menggenggam kedua tangan Mary Aram. Pria itu terus mengecup kening Mary Aram berusaha menenangkan. “Hari ini aku akan ke Muara Mua menjemput ayahmu.”

 

“Menjemput ayahku? Apa yang harus kukatakan kepada Ayahku? Tentunya ayahku akan sangat malu di hadapan calon besannya,” Mary Aram kembali membenturkan kepalanya pada dinding.

 

Amar Mea Malawi segera mendekap Mary Aram agar tidak menyakiti diri sendiri. “Kita telah menjadi satu tubuh,  aku bertanggung sepenuhnya atas dirimu.”

Pria itu membalut tubuh Mary Aram dengan handuk, lalu mengangkatnya kembali ke pembaringan.

“Aku cinta padamu! Sangat cinta padamu, hingga kehilangan akal sehat,” Amar Mea Malawi berbaring memeluk Mary Aram. “Bisakah kita berdamai? Kita membina rumah tangga bersama.”

“Kau sangat mengerikan! Aku tidak nyaman bersamamu!” Mary Aram terus menangis kesal, memukuli dirinya sendiri.

Amar Mea Malawi menghela napas panjang, lalu bangkit memakai mantel tidurnya. Kemudian menghubungi nona Patrice.

“Nona Patrice, waktunya Nyonya Muda sarapan pagi. Hari ini kami akan ke Muara Mua, bantu ia bersiap-siap. Kau juga ikut kami ke Muara Mua,” perintah Amar Mea Malawi.

[“Baik Tuan Muda, Patrice segera datang.”]

Tepat pukul tujuh, Amar Mea Malawi sudah berada di meja makan bersiap untuk sarapan. Hatinya gundah memikirkan bagaimana cara menaklukkan hati Mary Aram.

“Paman Sanif, aku ingin dinding pemisah kamar di lantai dua dibongkar. Bisakah pengerjaan membongkar dinding dapat selesai satu hari?” Amar Mea Malawi berbincang dengan kepala rumah tangga kediaman Mea Malawi.

“Jika hanya membongkar dinding dan memindah posisi pintu, dapat selesai hanya satu hari,” paman Sanif menuang minuman ke dalam gelas Amar Mea Malawi.

“Baik, aku akan ke Muara Mua, menjemput ayah istriku. Tolong juga siapkan paviliun seberang sungai untuk mertuaku tinggal. Serta empat orang pelayan untuk mengurus mertuaku di sana,” dengan tenang Amar Mea Malawi memulai sarapannya.

“Tuan muda,” terdengar suara nona Patrice memutus pembicaraan. “Nyonya muda hendak sarapan bersama,”

Amar Mea Malawi tersentak mendapati Mary Aram menuruni tangga dengan anggun bersama nona Patrice. Pria itu segera bangkit menyongsong kedatangan Mary Aram.

“Terima kasih Nona Patrice!” Amar Mea Malawi meraih tangan Mary Aram, dan membimbingnya ke meja makan.

“Kau menghendaki sarapan bersama?” ucapan lembut Amar Mea Malawi, Mary Aram diam tidak menjawab. 

Namun Mary Aram mengangguk sopan kepada paman Sanif, “Paman Sanif, teh buah Lou Han hangat sangat baik untuk kesehatan lambung. Mulai besok, sajikan di dalam poci tanah liat untuk tuan muda.”

“Baik Nyonya Muda,” paman Sanif terkekeh senang, melihat jodoh majikan mudanya yang lemah lembut dan ramah.

Amar Mea Malawi sedikit terhibur mendengar itu, walau wanita di hadapannya ini tidak menanggapi pembicaraannya, paling tidak ia mulai memberi sedikit perhatian.

 

“Mary Aram, kini kau adalah nyonya rumah ini, sebaiknya urusan rumah tangga kau yang mengatur. Bisakah kau membantuku mengurus keuangan rumah tangga?” Amar Mea Malawi terpana menatap kecantikan Mary Aram di pagi hari.

Sekali lagi Mary Aram tidak menanggapi. Ia duduk di samping Amar Mea Malawi, tangannya cekatan mengatur makanan ke dalam piring pria itu.

Bagi Amar Mea Malawi sudah suatu keajaiban besar. Dengan tatapan penuh rasa sayang, ia mengelus pipi lembut Mary Aram.

“Bisakah kita berdamai?” Tatapan lembut Amar Mea mengharapkan tanggapan dari Mary Aram.

Wanita itu terdiam sejenak tidak menjawab, ia menguasai dan menata hatinya agar tidak meledak emosi.

‘Berdamai…? Hah!’

CINTA BUKAN SEKEDAR PERAWAN (Seri Cinta Bukan Sepenggal Dusta)

CINTA BUKAN SEKEDAR PERAWAN (Seri Cinta Bukan Sepenggal Dusta)

Score 10
Status: Ongoing Type: Author: Released: 2023
Apakah kehilangan keperawanan itu 100% Dosa?  Lalu... Bagaimanakah mulut para pencemooh? Apakah 100℅ suci? Sebab CINTA BUKAN SEKEDAR PERAWAN.

SINOPSIS

Mary Aram wanita cantik dari Muara Mua, kecantikannya justru menjadikan dirinya boneka pajangan di sepanjang hidupnya. Kehormatan, anak, dan hartanya dirampas. Status sebagai istri sah digantikan oleh wanita lain. Tanpa hak, tanpa status, membuatnya tidak berkutik atas hidupnya sendiri. Hanya cinta sejati yang tersimpan di dalam hati, yang memampukan ia bertahan? Katakanlah ada sepenggal cinta, cinta itu tidak akan pernah berdusta.

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!

Options

not work with dark mode
Reset