loader image

Novel kita

Dionly Mine – Bab 14

Dionly Mine – Bab 14

Flashback Ara
68 User Views

“Loh kak Ara?” Aya langsung menghambur ke dalam pelukan perempuan yang bersama Aska. Setelah dipersilakan duduk, Aska memulai pembicaraannya.

“Nah, jadi selama liburan tugas kamu beralih ke ponakan saya karena Aya akan saya jaga sendiri selama liburan, dia akan ikut saya dalam perjalanan bisnis.”

Sekarang Dion mengerti untuk apa dia dipanggil ke sini rupanya ia akan mengawal sepupu Aya tapi keliatannya usia mereka berbeda beberapa tahun.

“Ara, Dion akan mengawal kamu selama satu bulan. Seperti yang papah kamu minta, Dion akan mengawasi kamu supaya tidak kabur sebelum upacara pernikahan berlangsung.” Orang yang bernama Ara mendengus, “Iya-iya aku ga mungkin kabur kali om.”

“Nah besok kamu sudah mulai mengawal Ara, saya harap kamu bisa cepat akrab dengannya.”

“Tenang aja om, kita pasti akan akrab iyakan yon?” Dion mengangguk sembari tersenyum, sedangkan Aya yang melihat itu merasa tak nyaman. Ada sesuatu yang mengganjal di hatinya, apakah tidak apa-apa membiarkan mereka bersama selama satu bulan? Tapi mengapa ia begitu khawatir? Lagian kak Ara juga akan menikah bukan? Astaga, dia seperti kekasih Dion saja.

Aya bangkit karena malu dengan pikirannya sendiri, di susul Ara dan Dion berbincang dengan Aska sejenak sebelum pulang.

Ketika esok tiba, Dion berangkat sekolah dengan pakaian bebas. Banyak mobil yang masuk ke sekolahnya. Tentu saja hari ini adalah pembagian rapot, orang tua turut serta mengambil rapot anak-anak mereka.

Ah, melihat pemandangan itu membuat Dion iri saja. Tiba-tiba seseorang merangkulnya, dia adalah Bara. “Hari ini rame amat dah.”

“Loh papah lu mana bar?”

Bara mengedikkan bahunya, “Gua ambil rapot sendiri, papah dari kemarin ga ada kabar.”

Dion tidak lagi membahas, pasti Bara merasa sedih sekarang.

“Hei-hei tatapan macam apa itu yon, tenang aja kali gua kaga sedih. Gini doang kenapa gua sedih yakan? Lagian gua juga bisa sendiri.”

“Udahlah kaga usah sok-sok an lu, gua tau lu sedih. Yoklah cabut aja kantin.”

Bara tersenyum, memang Dion teman terbaiknya selama ia hidup.

“Btw lu ganteng juga yon.”

“Kampret!” umpat Dion melepas rangkulan Bara.

“Lah anjir maksud gua bukan gitu! Gua masih doyan cewek kali!”

“Eh tapi katanya lu sekarang ngawal kak Ara ya.”

“Loh lu tau darimana? Lagian lu kenal sama kak Ara?”

“Yaelah gua kan sering main ke perusahaan bokap, lagian kak Ara tu sering banget jalan-jalan ngetrip gitu.”

“Kita kenal tapi ga deket, tu cewek terlalu bebas gua ga berani ikut setiap ada kegiatan muncak.”

“Maksudnya?”

“Entar juga lu tau pas ngawal dia.”

Mereka tidak jadi ke kantin karena suara pengumuman yang terdengar, semua murid harus segera memasuki ruang kelas. Semua murid menunggu di luar kecuali Dion dan Bara karena mereka akan mengambil rapot sendiri. Mereka jadi pusat perhatian orang tua. Apalagi ketika nama Dion disebut menjadi peringkat pertama.

“Kasihan ya padahal pinter anaknya tapi denger-denger hidup sebatang kara.”

“Iya-iya sayang banget, pasti susah hidupnya.”

“Ga kebayang anak gua di posisinya pasti ga akan kuat.”

Bisik-bisik terdengar di tiap langkah Dion menuju bangkunya, sejujurnya Dion juga tidak kuat namun ia dipaksa kuat oleh keadaan.

“Yah memang anak yang malang.”

“Ehem,” deheman Bara membuat bisik-bisik itu tak terdengar lagi. Keterlaluan sekali! Dion juga tampak acuh tak acuh, tapi pasti dia tidak baik-baik saja. Sialan memang.

“Bye yon, entar kalo gua mau keluar gua ajak lu dah selama liburan.”

“Ya kali bar, gua kan kerja ngawal sepupu Aya.” Bara menepuk dahinya, “Eh tapi moga aja kak Ara ngetrip lagi.”

“Ya-ya-ya, bye gua duluan.”

“Ck tu anak terlalu memaksakan diri,” dumel Bara melihat punggung Dion yang mulai menjauh.

Dion melajukan motornya ke alamat yang sudah Aska berikan. Ketika sampai di rumah yang besar, Dion langsung masuk ketika satpan membuka gerbang bertepatan dengan sebuah mobil yang keluar. Apakah itu kak Ara?

“Pak punten itu kak Ara bukan ya?”

“Oh bukan nak, itu calon suaminya.” Eh?

Dan ketika Dion masuk, kak Ara tampak mencak-mencak dengan seekor kucing dipelukkannya.

“Dokter hewan sialan! Awas aja kalo kita nikah, ga akan gua kasih jatah!”

“Ehem,” deheman Dion membuat Ara menoleh.

“Lah lu kapan sampai? Jangan bilang semenjak gua mencak-mencak?” Dion menggaruk tengkuknya pertanda iya.

“Hah, oh iya lu udah jadi pengawal guakan.” Seringai pun terlihat di wajah Ara.

“Tugas utama lu itu menjauhkan gua dari dokter hewan, nah ini lihat fotonya. Pokoknya lu harus bisa menjauhkan dia dari gua!” serunya sambil menggebu-gebu.

“Lu benci banget ya kak keliatannya,” celetuk Dion tanpa sadar sebelum menutup mulutnya.

“Bener banget! Kalo aja bukan gara-gara perjodohan sialan itu!”

“Loh kakak dijodohin bukan karena saling cinta?”

“Huekk, najis banget gua cinta si Anjing!”

“Karena lu pengawal gua, gua akan ceritain sejak kapan penderitaan gua di mulai.”

Flashback

Seorang perempuan dengan pakaian ketat memasuki sebuah restoran di kota Jakarta, ia mengedarkan pandangannya untuk mencari orang yang dikenalinya. Senyum smirk terukir di wajahnya ketika menemukan sosok yang ia cari. Perempuan itu menghampiri sosok tersebut sembari dengan sengaja melenggokkan pinggulnya.

“Daddy!” panggil perempuan itu, ia langsung mendudukan diri tidak peduli dengan wajah syok daddynya.

Pria paruh baya yang dipanggil daddy itu tergagap dengan mengusap wajahnya kasar, “Ko, g-gua-“

“Ah ini orang yang mau daddy jodohin sama aku?” potong Ara-perempuan yang berpakaian ketat tadi sambil melihat ke arah laki-laki yang ada di depan daddynya.

Adam, daddy dari Ara itu menutup wajahnya yang memerah lantaran kepalang malu dengan putri semata wayangnya itu.

“Ekhem.” Suara deheman mengalihkan atensi Ara, dia mulai menatap ke arah wanita yang duduk  di hadapannya.

“Eh?” Ara bergantian melihat wanita itu dengan laki-laki yang ada di sampingnya, ditambah rangkulan mesra yang wanita paruh baya itu tunjukkan.

“Dia calon mertua kamu sayang,” bisik Adam menekankan setiap kata yang dikeluarkannya.

Menggigit bibir bawahnya malu, berbagai umpatan dilontarkan dalam hatinya. Jangan salahkan dia, kenapa calon papah mertuanya itu masih terlihat muda tanpa keriput sedikitpun di wajahnya.

“Maaf mah abang terlambat,” ujar seorang pria yang datang tiba-tiba membuat atensi Aya teralihkan.

“Lo?!” pekik Ara terkejut ketika ia melihat wajah pria itu.

Para orang tua menatap putra-putrinya, apakah mereka sudah saling kenal?

Pria itu hanya melirik sekilas ke arah Ara, sebelum ia mendudukan diri di samping papahnya. Merasa dicuekin oleh pria itu membuat emosi Ara meluap. Rasanya ia ingin menyumpah serapahkan laki-laki yang dikenalnya itu. Tapi ada yang lebih penting dari ini, Ara menatap daddynya dengan mata yang memicing tajam.

Adam yang mendapat tatapan tajam dari putrinya, mengalihkan wajahnya ke arah teman karibnya, ia pura-pura tidak peduli dengan tatapan menyelidik sang anak.

“Ko, gua sebelumnya minta maaf terkait pakaian dan tingkah Ara. Gua harap lu memaklumi itu,” ujar Adam tak enak hati. Marko, teman karib Adam yang akan menjadi papah mertua Ara itu mengulas senyum teduhnya membuat Ara yang melihatnya terpana sebelum tersadarkan oleh deheman yang dilayangkan calon mamah mertuanya.

“Memang untuk mengubah seseorang tidaklah instan dam, gua maklumin itu sebagaimana dulu gua juga pernah diposisinya.” Mendengar hal itu membuat senyum Adam merekah, daddynya itu terus mengoceh bersama Marko dan wanita paruh baya, mereka membicarakan tanggal pernikahan, dekorasi tempat, dan sebagainya. Sedangkan Ara dan calon suaminya hanya diam mendengarkan.

Sesekali Ara mencuri pandang ke arah calon suaminya, dan ketika pandangan mereka bertemu mata Ara langsung memelototinya. Sedangkan pria yang dipelototi hanya menaikan salah satu alisnya sambil bersidekap.

“Cih,” decihan Ara keluarkan sebelum ia merasakan injakan pada kakinya. Melirik daddynya kesal dan mendengus sebelum mengangkat tangan memanggil waitress.

“Es bunga rampai satu lagi mas,” pesan Ara, sebenarnya di meja itu sudah tersedia berbagai makanan dan minuman, sedari tadi Ara hanya menghabiskan es bunga rampai yang menurutnya enak dan membuatnya memesan kembali.

“Baiklah pembicaraan ini sepertinya dilanjutkan setelah makan, putri gua kayaknya udah kelaparan,” cetus Adam menyindir putrinya yang acuh tak acuh.

Setelah mereka menghabiskan makanan, Adam memperkenalkan diri kepada calon menantunya, begitupun dengan Ara dan keluarga calon suaminya. Walaupun perkenalan ini terlambat dilakukan, namun rencana perjodohan sukses dilaksanakan. Yah, meskipun raut wajah Ara yang kurang enak dipandang namun tidak ada protes darinya, untuk saat ini.

Pernikahan akan dilaksanakan satu bulan dari sekarang, sehingga selama satu bulan ke depan akan membuat calon pasutri disibukkan dengan persiapan pernikahan mereka.

***

Sesampainnya Ara dan Adam di rumah, Ara menjatuhkan dirinya di sofa ruang tamu mereka. sambil bersidekap, matanya menatap instens daddynya yang ingin memasuki lift.

“Daddy!” seru Ara menghentikan niat Adam untuk menaiki lift menuju kamarnya.

“Hah,” menghela nafasnya, Adam berbalik menuju putri kecilnya.

“Kenapa ga pake gamis yang udah daddy siapkan?” tanya Adam dengan suara lembutnya.

“Kenapa daddy jodohin aku sama dia?!” tanya Ara kesal.

“Daddy padahal tau wishlist aku setelah lulus kuliah pergi ke luar negeri, daddy padahal tau salah satu blacklist aku punya suami dokter hewan!”

“Aku tau kalo aku sadikit nakal, tapi kenapa daddy sampai ngelakuin hal ini sih?! Daddy dendam sama aku, karena aku nakal? Daddy benci aku, iya?”

Setelah mengatakan itu, isak tangis terdengar membuat Adam merasa bersalah kepada putrinya, ia memeluk Ara erat.

“Daddy ga mungkin benci Ara, daddy ga dendam sayang, ini semua demi kebaikan kamu.”

“Hiks bohong….”

“Demi kebaikan aku darimananya hiks?”

“Kenapa harus sama dia dad?!” Tangisnya bertambah pecah setelah mengingat kejadian yang pernah ia alami dengan Anji Valerio.

“Putri kecil daddy, dengar. Daddy sudah kenal Marko sejak zaman kuliah dulu, daddy akui baik daddy ataupun Marko sama nakalnya dengan kamu dulu, mungkin lebih. Tapi sayang, mau sampai kapan hidup kamu hanya bersenang-senang? Mau sampai kapan kamu menginginkan kebebasan? Selama ini dari kecil sampai sekarang, bukankah daddy sudah memberikan kebebasan hm?”

“Udah saatnya kamu perlu seseorang yang bisa mengubah kamu ke jalan yang benar. Kenapa daddy pilih Anji? Karena daddy tau seperti apa dia yang akan menjadi menantu daddy nanti. Tidak mungkin daddy memilih calon suami kamu tanpa pertimbangan. Hey sayang, mana mungkin daddy memilih pasangan sembarangan untuk putri kesayangan daddy?”

Ara mendongak menatap wajah Adam, tangan besar Adam mengusap air mata di wajah Ara dengan begitu lembut.

“Kamu yang nanti tidak lagi seatap dengan daddy, sudah seharusnya daddy memilihkan suami untuk kamu yang bisa menggantikan peran daddy bukan? Suami kamu haruslah yang menyayangi kamu, harus bisa melindungi kamu, dan tentunya harus bisa membimbing kamu.”

Membayangkan dirinya yang nanti tidak lagi tinggal bersama daddynya membuat tangis Ara kembali pecah. Adam kembali memeluk putrinya, matanya sudah berkaca-kaca, memang berat untuk memberikan putrinya ini kepada Anji, tapi Adam tau usianya tidak lagi muda, ketika ajal datang menjemputnya setidaknya ia bisa lega karena ada sosok yang bisa menghibur putrinya, menemani putrinya, melindungi putrinya kelak.

Lelah menangis, Ara tak sadar tertidur dalam pelukkan Adam. Menggendong putrinya menuju kamarnya, memeluk Ara erat. Menjadi orang tua tunggal dalam membesarkan Ara tidaklah mudah, istrinya yang meninggal ketika melahirkan putrinya ini menjadi pukulan terberat dalam hidup Adam.

Walaupun sangat sedih ditinggal orang terkasih, tak lantas membuat hidup Adam terpuruk, justru dari sana Adam bangkit karena ia tahu ada permata berharga yang ditinggalkan orang terkasihnya untuk dia.

To be continued

Dionly Mine

Dionly Mine

Score 10
Status: Ongoing Type: Author: Artist: Released: 2023
Dion merupakan anak tunggal yang hanya tinggal bersama sang ayah. Ketika dia menginjak bangku SMA, satu-satunya keluarga yang dia punya pergi meninggalkan Dion seorang diri. Jika hidup hanya bermodal uang pensiunan ayahnya tidaklah cukup bagi Dion, sehingga sejak ayahnya meninggal Dion suka bekerja sampingan guna memenuhi kekurangan finansial dirinya dan hutang yang ia pinjam dari renternir. Masa SMA bukanlah waktu untuk bersenang-senang seperti temannya yang lain, bukan waktu yang indah untuk menjalin kasih atau bahkan borgonta-ganti kekasih. Jika Dion dengan kerumitannya dengan finansial yang ia alami, lain hal dengan Aurora. Terlahir dengan penyakit jantung bawaan membuat Aurora tidak bebas dalam menjalankan kehidupannya, minimal tiap bulan sekali ia harus berkunjung ke rumah sakit. Ia tidak pernah merasakan hangatnya berteman, karena ia selalu berdiam diri di rumah. Dan sang takdir mempertemukan keduanya hingga menimbulkan perasaan yang menggelitik membuat keduanya jatuh hati. Percintaan mereka tidaklah mulus, ke dua saudara laki-laki Aurora yang tampak membenci keduanya, belum lagi ibu Dion yang tiba-tiba muncul membuat hubungan mereka menjadi rumit, ditambah ia mengetahui bahwa jantung ayahnya bersemayam didalam tubuh sang kekasih. Dion yang merasa pesimis, dan Aurora yang optimis mempertahankan hubungan mereka memunculkan masalah internal dalam hubungannya. Kegigihan Aurora dan kesadaran Dion membuat masalah pada hubungan mereka sedikit demi sedikit bisa teratasi. Pada akhirnya mereka bisa mengatasi masalah tersebut bersama-sama.

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!

Options

not work with dark mode
Reset