“Terimakasih Icha sayang. Hati-hati ya Cha! … Bye!” Arya mengakhiri obrolannya.
“Bye Abang. Jangan lupa makan siang!” jawab Icha perhatian, dan panggilan terputus.
Terlihat wajah Dylon kurang senang mendengar interaksi sebelah pihak Icha bersama suaminya. Wajah kecewa dan batin putus-asa dialaminya saat ini. Sejak tiga tahun belakangan dia secara tidak sengaja bertemu dan mengenal Icha mau pun Rani di sebuah pusat kebugaran ternama di kota ini. Sejak saat itulah Dylon merasa hatinya telah terpaut dengan kecantikan dan keanggunan yang dimiliki Icha. Beberapa kalinya dia juga meminta bantuan Rani dan beberapa sahabat Icha yang lain. Untuk membantunya bisa berkenalan lebih jauh bahkan memiliki hubungan spesial dengan Icha.
Rani sendiri tidak pernah mau membantu mengutarakan maksud dan tujuan Dylon kepada sahabatnya Icha. Dia sangat mengetahui bagaimana Arya mencintai sahabatnya itu. Tentunya Rani tidak ingin keluarga sahabatnya hancur hanya karena ada pihak ketiga, keempat, dan lainnya.
————
————
“Ayo Ran, aku takut terlambat nih! Atau kamu masih ingin tetap di sini?” Icha berkata sambil berdiri menatap wajah Rani sahabatnya.
“Aku ikut, Cha! Lagian aku dah rindu sama keponakan cantikku itu!” Rani pun bediri sambil berkata demikian.
“Sorry ya, Dylon! Aku ingin menemani Icha ke sekolah anaknya! Lain kali aja ya?” Rani meminta maaf sekaligus berpamitan kepada Dylon, yang tampak termangu memperhatikan setiap gerak tubuh dan raut wajah Icha.
“Eh, ehmmm … tidak mengapa, Ran! Lain kali juga boleh!” jawab Dylon sedikit canggung.
Mereka akhirnya berpisah tanpa ada sebuah patahkata yang keluar dari mulutnya Icha kepada Dylon. Padahal dulu keduanya sedikit akrab dalam hal berinteraksi.
——————-
——————–
“Laura maju kedepan!” pinta guru bernama Fatma kepada seorang muridnya.
“Baik Buk!” Laura bangkit dan berjalan kedepan.
“Coba Laura isi pertanyaan yang sudah Ibuk buat di papan tulis!” Intruksi Buk guru Fatma selanjutnya.
Laura segera mengeksekusi permintaan gurunya itu tanpa bertanya lagi. Lima belas menit kemudian Laura berhasil menyelesaikan sepuluh pertanyaan tersebut. Buk Fatma tampak tersenyum puas. Setelah mengkoreksi, semua jawaban yang telah ditulis Laura dipapan tulis. Tidak satupun ada kesalahan. Bahkan jawaban tersebut disertai juga dengan penjabaran rumusnya.
“Terimakasih, Laura. Silahkan duduk kembali,” ucap Fatma kepada murid geniusnya ini.
“Baik Buk,” sahut Laura secara singkat. Dia pun lanjut berjalan untuk menghampiri kursinya.
“Anak-anak! Apa kalian semua telah mengerti?” Fatma menoleh beberapa kali kearah barisan kursi yang berbeda.
“Sudah Buk!!” Sahut Murid lainnya serentak.
Ting-tong … ting-tong! ….
Bel berbunyi. Pertanda sudah waktunya untuk pulang. Untuk satu minggu ini, semua murid hanya sampai pukul 11.00 siang saja. Sedangkan minggu kedua dan berikutnya, mereka meski pulang pukul 13.00 setelah mengerjakan Shalat Dzuhur bersama. Baik Laura maupun murid lainnya, segera merapikan semua peralatan sekolah. Selanjutnya, Ketua kelas membacakan Do’a dan diikuti bersama-sama murid lainnya.
——–
Halaman depan sekolah.
“Laura! Laura …!”
Sebuah suara memanggil namanya. Laura menoleh kearah suara tersebut berasal. Sambil berjalan Laura mengangkat tangan kanannya, pertanda dia sudah menyahuti panggilan dari Mamanya.
“Papa di mana, Mama?” Kenapa tidak kelihatan, Ma?” Laura bertanya sambil mengerutkan dahinya.
Dari mimik wajahnya. Ada sedikit guratan rasa kecewa. Tapi Laura segera menepis perasaannya tersebut. Bagaimanapun Icha adalah mama kandung yang telah melahirkan dirinya.
“Papa sibuk sayang … untuk hari ini biarkan Mama yang menjemput Laura ya!” jawab Icha sambil tersenyum hangat kepada putrinya ini.
Dari dalam hatinya Icha sempat tersentak, karena melihat ada sedikit rasa kekecewaan diwajah Putrinya. Icha tahu, dari sejak kecil ketiga anak-anaknya, semuanya selalu dekat dan ketergantungan kepada Arya, suaminya.
“Hai Laura … apa Laura tidak kangen nih sama tante?” sapa Rani sambil mengedipkan mata beberapa kali.
“Hello, Tante,” sapa Laura. “Tentu dong, Tante. Laura juga kangen banget sama Tante. Soalnya, Tante kan sudah jarang main ke rumah Laura,” ucap Laura dengan manja.
“Hihihihi ….” Rani terkikik lembut melihat gadis cantik di hadapannya ini. “Oke deh … Tante janji untuk sering-sering main ke rumah Laura,” ucap Rani.
“Horeee …!” Laura berseruh gembira.
Ketiganya lalu pergi masuk kedalam mobil miliknya Rani. Sepanjang perjalanan Laura bercerita mengenai situasi di sekolahnya. Baik Icha maupun Rani, keduanya terus mengikuti Irama dan suasana yang diciptakan Laura.
Tiba-tiba? Brhakkk …!
Mobil Rani ditabrak dari arah belakang.
Prhankkk …!
Suara pecahan kaca mobil terdengar keras. Tidak hanya sekali, mobil tersebut masih melakukan hal yang sama, berulang kalinya.
________
————
“Laura! Bangun sayang … ini papa, Nak!” Arya memanggil Laura dengan nada menahan kesedihan. Dari balik jendela ruang perawatan, kedua tangannya Arya terlihat mengepal kuat.
“Dokter! Bagaimana keadaan putri saya, Dok?” Arya langsung bertanya kepada petugas kesehatan yang baru saja keluar dari ruangan tersebut.
“Tenangkan diri Anda, Pak. Putri Anda baik-baik saja,” ucap Dokter sambil tersenyum dalam modenya pria Intelektual. “Saat ini kondisi putri bapak tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Dia hanya mengalami trauma akibat benturan sebelumnya. Cukup Istirahat di rumah beberapa hari. Luka luarnya akan pulih. Jangan lupa! Obat minumnya dihabisi. Lalu, oleskan salep ini disekitar luka pada kulitnya secara rutin.” Lanjut Dokter tampan ini menjelaskan.
“Alhamdulillah …” Arya mengucapkan kata syukur. “Terimakasih banyak Dokter. Lalu bagaimana dengan keadaan istri saya, beserta sahabatnya, Dokter?” Arya kembali mengajukan pertanyaan. Karena batinnya masih mencemaskan keselamatan Istrinya.
“Istri Anda juga terlihat baik. Dia masih memerlukan beberapa pemeriksaan lainnya terlebih dahulu. Sedangkan temannya, sampai saat ini masih tidak sadarkan diri,” jawab Dokter.
Ada kelegaan di hatinya Arya, setelah mendapatkan jawaban yang menenangkan untuknya. Baik itu Putrinya! Maupun Istrinya dalam keadaan baik-baik saja. Dokter itu pun pergi menuju ruang perawatan lainnya.
Dari balik kaca. Laura tampak membukakan kedua kelopak matanya. Dia beberapa kalinya menoleh ke kanan dan ke kirinya berada. Ketika dia menoleh lurus kedepan, wajah tua papanya terlihat cemas menatap kearahnya.
“Papa … Papa …,” panggil Laura pelan, sambil meneteskan airmatanya.
Arya yang berada dibalik pintu tampak melambaikan tangan ke arah Laura. Sepertinya Arya mendengar rintihan sedih Putrinya yang tengah memanggilnya. Arya mencoba tersenyum hangat sebisanya. Dia tidak menginginkan Laura putrinya bersedih.
Sekitar satu jam lamanya. Laura dan Icha diperbolehkan untuk pulang. Sedangkan Rani meski dirawat di dalam ruangan ICU. Icha selanjutnya menghubungi keluarga Rani dengan memberitahukan keadaan yang sebenarnya terjadi.
Sambil menunggu keluarga Rani datang. Arya mencoba menghubungi pihak sekolah. Kedua anaknya diminta untuk naik taksi online yang telah dipesankan Arya menuju rumah sakit.
“Apakah sayang lapar?” tanya Arya menatap wajah Icha.
“Tidak Bang. Icha sudah makan tadi bersama Rani,” jawabnya.
“Bagaimana dengan sayang Papa yang satu ini?” Dengan tersenyum menggoda. Arya bertanya kepada Laura.
“Iya, Pa … Laura lapar. Sejak pulang sekolah, Laura kan belum makan dan minum, Pa!” Sahut Laura dengan polosnya.
“Oke … siap Boss!” Sahut Arya dengan posisi tangan diangkat dan diletakan disamping pelipis kanannya.
Arya segera memesankan beberapa makanan, melalui pesanan on-line. Walaupun Icha Istrinya tadi mengatakan sudah selesai makan. Arya masih tetap memesan makanan dan minuman sebanyak lima porsi.
Suara gaduh terdengar dari beberapa orang yang baru saja tiba dan keluar dari dalam kendaraannya. Belasan petugas kepolisian juga datang untuk memeriksa sendiri. Keadaan para korban kecelakaan di jalan raya tadi. Baik Icha maupun Arya ditodong dengan beberapa pertanyaan seputar insiden kecelakaan. Keduanya menjawab sesuai fakta dan apa yang mereka ketahui saja.
Keluarga Rani terisak-isak saat ini. Mereka takut terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan. Icha mencoba beberapa kali menenangkan perasaan Mama dan Papa nya Rani. Walau bagaimanapun, Icha tetaplah merasa bersalah. Keadaan yang menimpa sahabatnya itu, secara tidak langsung berkaitan erat dengan dirinya.
Diagnosa Dokter yang memeriksa langsung keadaan Rani. Bahwa Rani mengalami sedikit geger otak akibat benturan keras. Walaupun Airbag secara otomatis aktif karena adanya benturan. Namun kepala Rani masih sempat terbentur ke sisi samping kanannya berada.
Lain halnya dengan Icha sendiri. Airbag langsung menutupi wajahnya yang terhempas tepat kedepan. Begitu juga dengan Laura yang tersungkur dalam posisi tubuh seperti orang yang sedang tertidur.
“Tidak …!”
Suara teriakan …?