Penampilan Rosa pagi ini memang dibuatnya sangat istimewa dari hari biasanya. Setelah akhirnya dia memilih untuk menyetujui permintaan Lukas untuk memberi pelajaran kepada Nesia mengenai cara bagaimana bersikap dan berperilaku, Rosa janji akan datang pagi ini. Selain demi mendapatkan bayaran yang sebenarnya melebihi standar, Rosa juga ingin melihat seperti apa gadis yang dinikahi Remy itu.
Berkali-kali Rosa mematut dirinya di depan cermin yang ada di toilet college-nya ini. Rosa jelas tak mau terlihat lebih rendah dari Nesia. Rosa sudah menetapkan standar bahwa dia harus berpenampilan maksimal dan berkelas.
“Ibu mau kemana?” tanya Riris, asisten Rosa di college ini ketika melihat Rosa sudah begitu prima sepagi ini.
Perempuan cantik itu tersenyum anggun, menunjukkan bahwa dirinya begitu berkelas dan elegan.
“Mulai hari ini dan beberapa waktu kedepan, aku punya murid khusus, Ris. Jadi bukan dia yang datang ke sini, melainkan aku yang harus datang ke rumahnya. Bukan, bukan rumahnya. Tapi rumah suaminya.” Rosa bahkan mengoreksi sendiri kalimatnya.
Ada rasa tak suka jika ingat bahwa perempuan yang menggantikan Dona itu adalah seorang perempuan rendahan yang akan dipolesnya kali ini. Bahkan, sampai saat ini Rosa masih tak mengerti apa alasan yang membuat Remy justru mempertahankan perempuan itu.
Andai saja dirinya yang menggantikan posisi Dona ….
“Seistimewa itu, Bu?” Riris bertanya karena biasanya Rosa tak pernah mau menerima murid private seperti itu.
Rosa tersenyum masam mendengar pertanyaan Riris. Nah, kan? Riris yang tidak mengenal mereka saja langsung menilai ada sesuatu yang istimewa sehingga Rosa yang harus datang ke rumah untuk memberi les private seperti ini.
“Seharusnya tidak seistimewa yang kamu pikirkan karena muridku ini hanya perempuan biasa.” Rosa menjawab dengan datar.
“Tapi mereka berani membayar mahal, Bu? Itu artinya mereka kaya, kan?” Riris yang membantu Rosa berkemas, kembali berkomentar.
Rosa kembali tersenyum tipis sekaligus sinis.
“Nanti akan kuberitahu kamu seberapa istimewa dan seberapa kaya mereka. Dan aku akan memberimu hak untuk berkomentar,” pungkas Rosa sebelum akhirnya memutuskan untuk segera berangkat. Siapa tahu nanti masih sempat bertemu dengan Remy sebelum pria itu pergi ke kantornya.
Hanya dengan membayangkan saja, jantung Rosa sudah berdesir halus oleh sensasinya sendiri. Bagaimanapun, Rosa masih menyimpan banyak kenangan mengenai laki-laki itu di hatinya.
“Dan saya akan dengan senang hati memberikan komentar, Bu.” Riris tersenyum manis ketika melambaikan tangan pada Rosa.
Perjalanan menuju ke rumah Remy sungguh perjalanan yang tak biasa. Karena Risa merasakan dua sensasi sekaligus. Sensasi dimana dia akan bertemu dengan Remy, tak peduli meskipun pria itu sudah beristri, juga sensasi aneh dan penuh rasa cemburu karena pada kenyataannya pria itu sudah beristri.
Rosa bisa tersenyum dan kesal di saat yang bersamaan. Sungguh hal aneh. Lalu Rosa ingat dengan perpisahannya dengan Remy ketika itu.
“Dan kamu akan tetap ke luar negeri?” tanya Remy ketika dulu Rosa mengungkapkan keinginannya untuk menuntut ilmu ke luar negeri.
Rosa menatap Remy dengan penuh permohonan.
“Remy, aku tidak lama di sana. Hanya menuntut ilmu agar kelak menjadi wanita yang mandiri, yang punya kemampuan dan bisa kamu banggakan.” Rosa membela diri ketika itu.
“Apa kamu pikir aku tak bisa mencukupi kebutuhan hidupmu sehingga kamu merasa perlu untuk mencari uang sendiri?” Remy bertanya dengan sedikit marah.
“Remy, bukan seperti itu yang aku inginkan. Aku tahu kamu bisa mencukupi kebutuhanku, apapun itu. Tapi aku tidak hanya butuh materi kan, Rem? Aku butuh eksistensi, aku butuh prestise, butuh kebanggaan untuk pantas berada di sisimu.” Rosa mencoba menjelaskan agar Remy mengerti.
“Tapi aku tidak butuh perempuan yang hebat. Aku hanya butuh perempuan yang selalu ada di manapun dan kapanpun aku aku membutuhkannya.” Remy menegaskan kriteria gadis yang diinginkannya.
“Seharusnya kamu mengerti aku kalau kamu memang cinta sama aku,” protes Rosa.
“Bagaimana jika kamu yang tidak mau mengalah. Apakah itu artinya kamu juga tidak mencintaiku sebagaimana yang selalu kamu katakan?” Remy menatap Rosa yang merasa terjebak dengan ucapannya sendiri.
Semenjak saat itu, mereka berdua memang sepakat untuk berpisah dengan baik-baik. Remy mengatakan jika memang mereka ada jodoh, mungkin mereka akan dipertemukan kembali dalam sebuah pernikahan. Namun, ketika akhirnya Rosa pulang ke tanah air, dia mendengar kabar bahwa Remy sudah punya teman dekat. Namanya Dona.
Yang Rosa dengar ketika itu, Dona adalah putri tunggal seorang janda kaya di kota ini. Dan itu cukup membuat Rosa berhenti berharap. Hingga kemudian undangan pernikahan itu sampai ke tangan Rosa.
Tapi siapa yang menyangka kalau ternyata yang dinikahi Remy bukan Dona, melainkan perempuan commoner yang bahkan untuk bersikap saja masih membutuhkan bimbingan. Tanpa sadar, Rosa tersenyum masam. Menyadari kekalahannya.
Menelusuri jalan menuju ke rumah Remy di sebuah kawasan elite, Rosa dihantam ribuan kenangan yang pernah tercipta antara dirinya dengan Remy. Kemudian senyumnya tersungging masam, menyesali keputusannya yang meninggalkan Remy hanya demi menuntut ilmu ke luar negeri agar bisa menjadi perempuan mandiri dan memiliki college seperti yang sekarang dikelolanya.
“Keinginanku mandiri memang tercapai, Remy. Dan aku sudah memiliki sekolah sesuai keinginanku dulu. Tapi apa yang kini kumiliki tak sebanding dengan penyesalanku telah meninggalkan kamu,” gumam Rosa penuh sesal.
***
Pagi ini di kantornya, Remy mencoba mengabaikan kalimat pedas Nesia yang terlanjur masuk dan terdengar oleh telinganya. Meski tak melihat bagaimana raut perempuan itu, tetapi sepertinya Remy bisa merasakan adanya nada kemarahan pada setiap kalimat yang Nesia ucapkan. Dan entah mengapa, kini Remy merasa begitu terganggu dengan kalimat itu.
Apalagi ketika tahu bahwa guru kepribadian yang Lukas pilih adalah Rosa, perempuan masa lalunya. Remy menyadari bahwa ada begitu banyak perbedaan antara Rosa dengan Nesia. Semenjak kembali dari luar negeri, beberapa kali Remy mendengar prestasi perempuan itu. Remy tahu bahwa cita-cita Rosa sudah tercapai. Remy ikut bahagia dan bangga mendengarnya.
“Akhirnya tekasmu berbuah keberhasilan, Ros.” Tanpa sadar Remy bergumam, mengucapkan selamat pada Rosa dalam hening.
Namun, dia tahu siapa dan bagaimana sifat Rosa. Hal inilah yang membuatnya mengkhawatirkan Nesia. Khawatir? Tidak! Tentu saja ini bukan kekhawatiran seorang lelaki pada perempuannya, melainkan kekhawatiran seorang majikan terhadap pekerjanya. Bukankah posisi Nesia saat ini memang pekerjanya? Pekerja yang dibayar untuk menjadi istrinya.
‘Bagaimana kalau Rosa melakukan intimidasi terhadap Nesia?’ Sebentuk pikiran kotor tiba-tiba melintas di kepala Remy, sehingga pria itu memutuskan untuk pulang dan memberi pesan pada Rosa mengenai apa yang boleh dilakukannya dan yang tidak boleh dilakukannya terhadap Nesia.
Remy bangkit dari duduknya, menyambar kunci mobilnya dan bergegas keluar dari ruangannya. Melihat Remy keluar dari ruangannya dengan tergesa, Livi segera berdiri dan siap menerima perintah.
“Saya ada acara di rumah, Livi. Kalau ada yang mencari, kamu bisa hubungi di nomor rumah.” Remy memberikan perintahnya.
“Baik, Pak.” Livi mengangguk patuh.
Pria itu kemudian bergegas meninggalkan ruangannya, mengabaikan sapaan Edo yang berpapasan dengannya. Fokus Remy hanya satu, segera pulang dan menemui Rosa sebelum perempuan itu melakukan sesuatu yang akan mempermalukan dirinya dan juga Nesia.
***