Dan Remy merasa berhasrat.
Remy terkejut mendapati reaksinya atas interaksi mereka yang bahkan tanpa kemesraan itu. Bahkan hanya dengan konfrontasi penuh emosi seperti ini bisa-bisanya dia merasa demikian berhasrat. Padahal dia, Edo, dan bahkan dokter pribadinya juga tahu bahwa Remy memiliki kekurangan dalam hal ini.
Bukan, Remy bukannya tidak normal kehidupan seksualnya. Dia toh tetap memiliki hasrat. Hanya saja tidak bisa tersulut pada sembarang perempuan, bahkan dengan Rosa maupun Dona yang adalah mantan kekasihnya. Tetapi bukan berarti Remy berhasrat pada manusia sejenis. Tidak! Remy tidak pernah merasakan hasrat pada sesama lelaki. Dia masih cukup normal.
Tetapi mengapa dengan Nesia semuanya berubah? Adakah yang salah pada dirinya? Atau bahkan kesalahan ini ada pada diri Nesia?
Menyadari hal tak biasa ini, Remy menjauh dengan cepat dari mengintimidasi Nesia, sehingga membuat Nesia yang tadinya nyaris tak punya kesempatan untuk bernapas, kini sedikit bernapas lega. Sementara Remy menghindar untuk meredakan detak jantungnya yang memburu.
“Keluar dari kamar ini, atau kamu habis olehku, Nyonya Wilson!” gertak Remy dengan geram menahan diri.
Nesia yang gemetar mengangguk gugup dengan telapak tangan yang masih basah.
“Oke. Oke … saya … saya akan keluar!” jawab Nesia dengan wajah ketakutan dan suara yang gugup. Dengan cepat gadis itu mencoba membuka handle pintu.
Namun, beberapa kali Nesia memutar handle pintu, pintu itu tak bisa terbuka karena sensor pintu hanya terdaftar jari Remy. Dengan takut, Nesia menoleh ke arah Remy yang ternyata menyadari bahwa pintu terkunci otomatis tadi.
Pria itu bergerak maju, mendekat ke arah pintu dimana Nesia memilih untuk menghindar daripada berdekatan dengan laki-laki itu. Tatapan mata Remy kembali menukik tajam ke manik mata Nesia.
Remy sudah hendak mengulurkan jarinya untuk memindai sidik jarinya pada sensor kunci pintu. Namun entah mengapa, melihat Nesia yang biasanya begitu garang dan selalu menyalak padanya dengan berani tetapi sekarang berubah menjadi penakut, menimbulkan tantangan di hati Remy.
Pria itu mengurungkan niatnya memindai sidik jarinya. Kemudian dengan absurd tak terkendali, dia menerjang ke arah Nesia. Dan dengan napas memburu serta keinginan yang tak bisa dicegah, Remy meraih tangan Nesia menguncinya dengan telapak tangannya sendiri. Dan yang kemudian terjadi tanpa terkendali adalah ketika Remy memagut paksa bibir Nesia yang menjadi shock. Meminta kasar tanpa bisa Nesia tolak.
Dan ya, Remy tidak salah lagi. Dia benar-benar berhasrat kali kini.
***
Menunggu beberapa saat lamanya membuat Lukas gelisah. Ingin rasanya Lukas mengetuk pintu kamar Remy dan melihat apa yang terjadi. Dia tahu bahwa dia tak pantas melakukan hal ini mengingat mereka adalah pasangan suami istri. Tetapi bukankah hanya pasangan di atas kertas?
Lukas beranjak dari tempatnya berdiri semula, berjalan hilir mudik di depan kamar Remy tanpa bisa melakukan apapun. Namun kalimat Bu Maryam yang mengatakan bahwa Remy menyeret paksa langkah Nesia membuat Lukas gelisah.
Bagaimana kalau terjadi sebuah kekerasan fisik mengingat sifat Tuan Remy yang tak pernah mau dilawan? Tidak! Itu tidak boleh terjadi!
Maka Lukas mengambil keputusan cepat. Dia mengetuk pintu kamar Remy, mengabaikan resiko apapun yang mungkin nanti akan diterimanya jika Remy tidak terima dengan apa yang Lukas lakukan.
“Tuan Remy!” panggil Lukas setelah mengetuk pintu kamar itu.
Diam. Tak ada jawaban membuat Lukas semakin gelisah.
“Tuan Remy! Buka pintu, Tuan!” gedor Lukas sekali lagi.
Sementara itu, di dalam kamar Remy, pria itu masih terus menginvasi bibir Nesia menggunakan mulutnya dengan kasar dan menuntut. Tubuhnya menekan tubuh Nesia ke dinding, tak memberi kesempatan pada gadis itu untuk menghindar. Sementara naluri alaminya jelas ingin bersikap superior dengan menunjukkan pada Nesia bahwa dia sedang berhasrat. Sangat berhasrat.
Nesia berusaha sekuat tenaga untuk menghindari sergapan bibir Remy pada bibirnya karena jujur saja, ini hal pertama yang dialaminya seumur hidup.
Jika Nesia canggung sekaligus shock, maka tidak demikian dengan Remy. Remy merasa bahwa Nesia tidak membalas pagutannya sama sekali, bahkan terkesan canggung dan bodoh untuk ukuran perempuan seusia. Namun itu tidak masalah bagi Remy, karena dia akan tetap menikmatinya dengan senang hati karena Remy sadar, dialah lelaki pertama yang memagut Nesia.
Kali ini Remy mengubah strateginya dengan sedikit melembutkan pagutannya, berharap Nesia akan memiliki ruang untuk membalasnya. Tetapi gedoran di pintu kamarnya membuat Remy menghentikan pagutannya seketika. Dia melepas bibir Nesia yang basah oleh salivanya. Remy sedikit menjauhkan wajahnya dari wajah Nesia dengan jantung keduanya yang sama-sama menggelepar.
“Sial!” gumam Remy dengan kesal karena ada yang mengganggunya.
Nesia bersiap untuk melepaskan diri dari himpitan Remy ketika pria itu kembali mendesaknya ke dinding dan membisikkan kalimat yang mengejutkan.
“Sekarang silakan berpikir dengan pikiran yang jernih, Nyonya Wilson. Kamu akan menuntut cerai dari saya dengan konsekuensi mengganti rugi sejumlah uang? Atau mungkin kamu akan menukar kebebasanmu dengan pindah menginap di penjara?” tanya Remy dalam bisikan lembut namun penuh ancaman.
Tak lupa, untuk melengkapi penderitaan Nesia dengan intimidasinya, Remy memberikan gigitan kecil di cuping telinga Nesia, membuat gadis itu ketakutan setengah mati. Remy kemudian menjauh dengan senyum sinis yang disengaja. Nesia shock dengan apa yang baru saja dialaminya, sehingga membuatnya kehilangan kata-kata.
Pria itu kemudian memindai jarinya untuk membuka pintu kamarnya. Dan seperti dugaan Remy, satu-satunya orang yang berani bersikap kurang ajar dengan menggedor pintu kamarnya hanya dia. Lukas.
“Apakah kamu tidak punya pekerjaan yang lebih bermanfaat selain menggedor pintu kamarku dengan tidak sopan seperti ini, Lukas?” tanya Remy dengan nada suara mengalun yang mengandung geram.
Seketika wajah Lukas memerah karena dia sadar bahwa dia sudah bersalah. Dan ini adalah resiko yang sudah diperkirakan sebelumnya tentu saja.
“Maafkan saya, Tuan. Saya … saya hanya khawatir dengan … dengan Nyonya Nesia,” kata Lukas gugup.
Remy mengerutkan keningnya dengan senyum sinis.
Belum lagi Remy menjawab lebih lanjut, Nesia yang sejak semula berada di dalam kamar itu untuk meredakan shocknya tiba-tiba menerobos Remy yang berdiri menghadang di pintu untuk keluar dengan buru-buru dan muka yang menunjukkan bahwa dia sedang tidak baik-baik saja. Gadis itu menuju ke kamarnya yang hanya bersebelahan dengan kamar Remy. Nesia sengaja membanting pintunya dengan kasar sebagai bentuk protes dan rasa marahnya atas apa yang baru saja dilakukan oleh Remy padanya.
Lukas menatapnya dengan tak kalah shock. Dia menatap Remy seolah meminta penjelasan.
“Mengapa kamu menatapku seperti itu, Lukas?” tanya Remy dengan nada tak suka atas tatapan Lukas.
“Maaf, Tuan Remy. Apa … apa yang baru saja terjadi? Apa yang Anda lakukan terhadap Nyonya Nesia?” tanya Lukas semakin kurang ajar.
Remy tersenyum tipis.
“Mengapa kamu menanyakan hal yang sudah kamu ketahui jawabannya, Lukas?” Remy menatap Lukas yang tingginya sejajar dengan dirinya.
Lukas terkejut dengan jawaban Remy. ‘Apakah mereka … tidak, bukan mereka. Apakah Tuan Remy telah melakukan …’
Lukas menggeleng tegas untuk menghalau pikirannya sendiri.
“Dia istriku, Lukas. Kuharap kamu tidak melupakan hal itu.” Remy kembali menegaskan untuk mengingatkan Lukas.
Lukas hanya bisa mengangguk meskipun masih penasaran.
“Kalau kamu berpikir aku akan menceraikannya setelah perjanjian itu berakhir, mungkin kamu harus melupakannya. Karena sepertinya aku tidak akan melakukannya.”
Lukas hendak bertanya lebih lanjut, tapi Remy sudah menutup pintu kamarnya dengan keras.
“Tidak akan melakukannya?” gumam Lukas.
***