loader image

Novel kita

Gadis Pembawa Lentera Arwah – Part 6

Gadis Pembawa Lentera Arwah – Part 6

Are You Kidding Me
75 User Views

Aku kira membawa arwah wanita ini akan mudah tanpa adanya permintaan yang macam-macam. Namun kali ini dugaanku salah besar, dia malah meminta satu hal dan harus dipenuhi sebelum aku membawanya ke alam baka.

Tadi pagi aku tak sempat berbicara banyak pada Mathilda–nama arwah wanita itu dan aku akan mengunjunginya nanti setelah pekerjaan magangku selesai sore hari.

Di rumah sakit aku sempat berpapasan dengan dokter Ivan yang akan menangani kasus bunuh diri Mathilda. Sayangnya, aku tak bisa ikut melihat saat dokter Ivan membedah tubuh wanita itu. Ada tugas laporan yang harus kuselesaikan.

“Aku tahu kau akan datang, Lucette.”

Garis kuning milik polisi masih terpasang di pintu pagar rumahnya. Beberapa pria berseragam polisi pun ada di sana dan wartawan sibuk dengan mengambil gambar depan rumah.

Aku tak berani lebih melangkah lagi, aku hanya berdiri tak jauh dari polisi yang berjaga di sana. Jika aku memaksa masuk, itu artinya mereka akan mencurigaiku.

“Apa mereka tak lelah mencari berita hingga malam?”

Aku tahu dia mendengarku dan turut saling melihat ke arah rumahnya yang masih ramai dikunjungi orang selain wartawan, entah mencari apa aku juga tidak tahu.

“Bukankah itu pekerjaan mereka mencari berita kematianku?”

Aku mendecih, “Apa anda bangga dengan masuknya berita kematian anda di berita?”

Terkesan lucu bagiku saat dia mengatakan hal tersebut. Apa dia bangga karena sudah meninggal? Bukankah dia akan merasa bersedih?

“Apa anda bunuh diri, Mathilda?”

Dia menatapku dengan wajah pucat pasinya lalu ia menggelengkan kepala. Aku pun tak menemukan luka di bagian tubuhnya atau bekas sesuatu yang menjerat lehernya. Dia tampak seperti arwah yang meninggal wajar seperti sakit.

“Aku tak tahu, Lucette,” jawabnya pelan seraya ia tetap memandangi rumahnya.

“Bagaimana anda tidak tahu, Mrs? Apa ada orang yang mencoba membunuhmu?” Aku mendesah, bisa-bisanya dia tidak tahu bagaimana dirinya tiada?

“Ceritakan saja apa yang terjadi sebelum anda tiada?”

Aku menyunggingkan senyum saat beberapa petugas polisi menatapku aneh. Biarlah mereka pikir aku ini seorang wartawan karena kebetulan di tanganku ada pena dan buku.

“Aku bangun seperti biasa jam dua pagi karena aku harus menyelesaikan pesanan gaun milik pelangganku. Lalu aku mengambil sekotak susu di lemari pendingin, pelan-pelan aku menikmatinya seraya aku membuka tirai jendela taman.” Ada jeda sejenak, dia berpikir keras untuk mengingatnya.

“Lalu jam tiga, aku mendengar suara kucing milik Hans ada di taman padahal malam sebelumnya sudah aku taruh di dalam rumah. Aku pun melangkahkan kaki ke sana dan …..

“Tidak usah diteruskan, Mrs Mathilda. Aku sudah tahu kelanjutannya.”

Setelah melangkahkan kakinya menuju taman, dia merasakan sesak dan kesulitan bernapas. Dia memegang jantungnya dan terjatuh telungkup. Itu yang bisa kulihat dari gambaran masa lalunya melalui tatapannya.

“Di mana anda membeli susu kemasan itu, Mrs?” Aku curiga kematiannya disebabkan oleh minuman tersebut.

“Aku tidak membelinya. Aku berlangganan tapi bukan di tempat yang sama seperti kalian. Aku tidak bisa minum susu sapi dan memiliki alergi.”

“Apa tidak ada orang yang masuk secara diam-diam ke rumah anda?”

Sekali lagi dia menggeleng. Aku tak bisa berbuat hal lebih untuk mengetahui kematiannya, itu bukan hak dan ranahku menyelidikinya.

“Jadi ceritakan saja mengenai anak anda karena selama ini aku tak pernah melihat ada anak kecil di rumah anda setiap kali aku lewat sini.”

Lantas dia bercerita jika dirinya dan suaminya sudah bercerai, sang anak diasuh oleh suaminya. Setiap Sabtu juga Minggu si anak yang bernama Hans akan mengunjunginya dan kemarin adalah akhir pekan. Senin pagi rencananya Hans akan diantar oleh Mathilda ke rumah ayahnya.

“Apa yang sedang anda lakukan di sini, Miss? Anda bukan wartawan, bukan?”

Aku dikejutkan dengan kedatangan dua orang berpakaian rapi, tetapi ada sebuah tanda di lengan kiri mereka jika mereka adalah detektif.

“Jika bukan anggota keluarga, dilarang berada di sini, Miss,” kata pria yang lebih tua–menurutku seperti itu dibandingkan pemuda di sebelahnya.

“Bagaimana anda tahu saya bukan wartawan?” Aku balik bertanya pada pria tersebut.

“Karena saya mengenal siapa saja wartawan yang ada di sekitar kami. Benar begitu, kan Bos?”

Pemuda di sebelah pria ketus itu yang malah menjawabnya. Ia lebih ramah dibanding pria yang dipanggilnya bos tersebut.

“Sam, suruh gadis ini enyah dari sini. Ia bukan anggota keluarga korban ataupun pencari berita,” katanya dengan sinis memandangku.

Gadis ini? Aku geram dengannya karena mengusirku menggunakan jarinya. Apa ia pikir aku ini sebuah benda? Jika bukan arwah Mathilda yang menyuruhku bertanya, mungkin aku akan melempar kerikil.

“Sir, temukan anaknya. Dia memiliki seorang putra dan hilang.” Bibirku ini tak bisa diam dan langsung teriak begitu saja. Percaya atau tidak semua kuserahkan pada mereka nantinya.

“Apa maksud anda, Miss?” tanya pemuda di samping kiri dengan raut wajah kebingungan.

Pria berkaos hitam itu menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang lalu berjalan mendekatiku. Tatapannya sungguh tajam seakan ingin menelanku.

“Anak siapa yang anda maksud, Miss?” Mata hijau bak zamrud itu menatapku begitu lekat.

Aku bisa mendengar deru napasnya yang berat tepat di hadapanku. Bau tubuhnya seperti pernah aku kenal, tetapi entah di mana kami berjumpa sebelumnya.

“Miss …” Ia memanggil sambil menepuk bahuku.

“Oh … tentu saja anak dari korbannya, Sir.” Aku berharap ia memercayai ucapan ini.

“Dari mana anda tahu jika si korban memiliki seorang putra? Apa anda mengenalnya?” tanyanya lagi, kali ini nadanya seakan mendesakku untuk segera menjawab.

Aku menggeleng. Bagaimana aku bisa mengenali Mathilda? Dia tetangga baru yang jarang berkumpul dengan lainnya.

“Kalau anda tidak tahu, jangan berbohong. Anda bisa kami jadikan saksi atau tersangka, Miss,” ucap pemuda yang mungkin anak buah dari pria di depanku ini.

“Tapi Sir … aku pernah dia membeli mainan untuk anak laki-laki,” selaku agar mereka sedikit memercayai ucapanku. Aku memang tidak melihat secara nyata, tetapi dalam penglihatan kenangan Mathilda.

Pria tadi memandangku dari atas ke bawah seolah-olah aku merupakan orang yang mencurigakan lalu ia tertawa keras dan itu tak lucu sama sekali.

“Mungkin saja itu untuk keponakannya. Jangan sok tahu, Miss. Bukankah anda dan si korban tak akrab? Kalian hanya tetangga yang tak saling peduli,” katanya mencemooh.

“Dari mana anda tahu? Apa anda sudah menyelidiki masa lalu korban? Atau menggeledah tiap sudut rumahnya?” Kesal tentu saja, ia tak memercayaiku.

“Kami sudah melakukan tugas kami sebagai detektif dan para tetangga tak pernah mendengar ada suara anak kecil. Saya tegaskan pada anda, Miss. Jangan melantur,” kata detektif tua tak berperasaan itu dengan menunjuk jarinya ke wajahku.

“Aku tak melantur, Sir. Memang anaknya tak pernah berkumpul dengannya, karena dia dan suaminya bercerai. Nama anaknya Hans dan anak itu saksi satu-satunya kematian dari korban.”

Namun ucapanku hanya dibalas tawa olehnya, berbeda dengan pemuda di sebelahnya. Kulihat dia menatapku dengan sungguh-sungguh.

“Lebih baik kita pergi, Sam. Ada hal penting daripada mendengar ocehan tak jelas gadis ini,” lanjutnya sembari menggeleng kepala menatapku lalu melangkah pergi.

“Terserah anda saja, Sir Artemio. Masuklah ke kamarnya dan anda akan temukan mainan di lemarinya!”

Saking kesalnya tanpa sengaja aku menyebut nama. Aku tak kenal sama sekali dengan pria itu, tetapi saat ia menatapku, aku dapat mengenali orang di sekitarnya memanggil namanya.

Namun ada yang aneh dari pria itu, jika pada manusia lainnya aku bisa mengetahui masa lalunya tapi tidak dengannya. Ada sesuatu yang ia sembunyikan.

Sebelum aku pergi dari rumah Mathilda dapat kulihat ia dan pemuda bernama Sam itu melihatku dengan tatapan bingung.

“Hans hanya datang seminggu sekali dan aku jarang membawanya ke rumah, kami menghabiskan waktu di hotel daripada di sini,” kata Mathilda mengikutiku pulang.

“Mengapa anda tidak membawanya menginap di rumah?”

Bukankah lebih nyaman menghabiskan waktu di rumah dibandingkan di hotel? Atau Mathilda tak ingin warga sini tahu jika ia pernah menikah?

“Aku dan ayahnya membuat kesepakatan sebelum berpisah. Hans yang meminta sendiri agar setiap Sabtu, aku dan ayahnya harus menemaninya di luar.”

“Namun kemarin Martin tak bisa, ia ada tugas di luar kota dan menyuruhku membawa Hans ke rumahku. Andai saja waktu dapat berputar, aku tak akan pulang ke sini dan Hans yang melihat kematianku.”

Waktu tak bisa diputar ulang sama seperti saat kita membuat keputusan. Jika salah mengambilnya maka semua akan terbuang sia-sia.

“Aku akan membantu menemukan Hans. Tapi berjanjilah jika sudah selesai maka anda harus ikut aku, Mathilda.”

Mathilda hanya mengangguk lemah. Malam ini atas ijin Aleandro yang senantiasa berjaga-jaga di sekitar sini, aku mengajak arwah Mathilda masuk ke rumah hingga urusannya tuntas.

=Bersambung=

GADIS PEMBAWA LENTERA ARWAH

GADIS PEMBAWA LENTERA ARWAH

Score 10
Status: Ongoing Type: Author: Released: 2023
Nina Lucette Theodora bukan manusia biasa. Gadis periang itu sudah hidup di dunia selama lima ratus tahun, ia dibangkitkan dari kematian oleh Sang Tuan demi menjalankan dua misi yaitu sebagai pembawa cahaya. Tugasnya membawa para arwah yang sudah meninggal ke alam baka dan tugas satunya mencari sosok iblis yang merasuki tubuh manusia. Suatu hari ia dipertemukan dengan pria berprofesi sebagai detektif bernama Artemio yang sedang mencari pembunuh berantai. Ada seorang pria dirasuki tubuhnya oleh sosok iblis yang kabur dari neraka dan melakukan serangkaian pembunuhan terhadap para wanita. Di dunia manusia Lucette bekerja sebagai asisten tim forensik. Tanpa Lucette dan Artemio sadari, ada sebuah kisah yang terjalin di antara mereka ratusan tahun lalu. Dapatkah Lucette menyelesaikan tugas yang diembannya?  Mampukah Lucette dan Detektif itu bekerjasama menemukan pelaku pembunuhan tersebut? Lalu siapa sebenarnya sosok iblis yang merasuki tubuh manusia tersebut? Mari ikuti terus cerita ini dan menemukan iblisnya.

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!

Options

not work with dark mode
Reset