loader image

Novel kita

Gadis Pembawa Lentera Arwah – Part 7

Gadis Pembawa Lentera Arwah – Part 7

Poison Of Water Hemlock
80 User Views

Sebenarnya aku juga tak perlu memaksakan diri untuk menemui pria yang kemarin malam itu hanya demi permintaan arwah wanita tersebut.

Namun sekali lagi aku tak tega, benar kata bibi Brigith jika aku ini tipe orang yang tak akan berpaling kalau ada yang membutuhkan bantuanku. Entah ini manusia ataupun makhluk tak tampak.

Dan sekarang aku terjebak dengan sifatku ini. Di satu sisi aku ingin menolongnya, tetapi di sisi lainnya aku takut orang-orang di kepolisian akan menganggapku berbohong.

“Ada yang bisa kami bantu, Miss?”

Saking gugupnya aku memainkan jari jemariku sendiri saat pertama kali datang ke sini. Ya untuk sekarang aku mendatangi dan masuk ke kantor polisi, selama aku hidup tak pernah sekalipun kakiku menginjak ke tempat ini.

Semua yang berhubunganku seperti mengganti nama dan membuat kartu tanda pengenal semua dilakukan bibi Brigith.

“Miss, anda tidak apa-apa?” Seorang opsir polisi wanita menepuk bahuku ketika ia merasa aku hanya diam saja.

“Oh aku tidak apa-apa, Mrs. Aku ingin bertemu dengan detektif Artemio.” Entah tindakan ini benar atau tidak, tetapi apa salahnya aku mencoba bertanya dan meminta bantuannya?

“Apa anda ada janji temu dengannya?”

Aku menggeleng, bagaimana bisa aku membuat janji dengan seorang detektif?

“Kalau anda tidak ada janji maka saya tidak bisa mempertemukan anda dengannya, Miss.”

Nah benar yang kukatakan tadi, bukan? Lalu bagaimana jadinya jika aku mengatakan sebenarnya jika yang memberitahuku mengenai Hans adalah Mathilda?

Mereka pasti akan mengganggapku orang stres dan mungkin saja terbahak-bahak. Jaman sekarang sedikit orang yang percaya dengan keberadaan makhluk tak kasat mata.

“Ada apa, Imelda?”

Suara khas milik detektif Artemio terdengar dari arah belakang opsir wanita tersebut. Ia tampak memicingkan mata ketika melihatku.

“Eh kau itu bukannya gadis yang ada di perumahan Garden?”

Aku mengangguk memberi jawaban pada pemuda di sebelahnya sedangkan pria itu malah mendiamkanku. Ia menanyai kedatanganku pada opsir wanita itu. Pria aneh, bukankah ia bisa bertanya padaku?

“Sedang apa anda di sini Miss—?” Ada jeda sejenak sebelum ia melanjutkan. Ia ingin tahu namaku.

“Panggil saja Lucette, Sir. Itu nama saya,” ucapku memperkenalkan diri dengan sopan sembari mengulurkan tangan.

“Oh saya Samuel dan ini kapten alias bos saya. Namanya— oh ya anda sudah tahu nama kami. Maaf saya lupa,” kekehnya sembari tersenyum tak jelas.

Pria yang satunya itu setelah selesai bercakap dengan opsir wanita malah melenggang pergi begitu saja seakan aku ini tak ada di pelupuk matanya.

“Loh bos, anda mau ke mana? Miss Lucette ini mencarimu.”

Detektif sombong dan tak tahu diri itu mengindahkan teriakan anak buahnya yang belari mengejar. Aku sungguh tak mengerti dengan isi kepala para pria, apa mereka akan bersikap seperti itu jika bertemu orang yang tak disukainya?

“Miss, maaf. Kata detektif Artemio kalau tidak ada kepentingan apapun jangan menemuinya. Beliau ada urusan yang lebih penting,” tegur opsir petugas wanita itu. Ia berkata halus, tetapi membuatku tersinggung.

“Tak apa-apa, Mrs. Saya akan menemuinya sekarang. Anda tidak perlu takut, saya yang akan bertanggung jawab jika detektif Artemio marah.”

Aku tak menggubris panggilan opsir wanita tersebut. Lebih baik aku mengejar mereka di tempat parkir dan memberitahu keberadaan Hans.

“Sir, tunggu. Ada yang harus aku katakan pada anda berdua,” kataku dengan napas yang tersengal. Ternyata jarak dari lobbi ke tempat parkir jauh juga.

“Ada apa, Miss?” Selalu saja rekannya yang menjawab bukan pria sombong itu.

“Apa anda sudah memeriksa riwayat keluarga Mrs Mathilda? Apa anda menemukan anaknya?” Aku mencerca mereka, tak peduli dengan napasku ini.

“Ini bukan urusan anda. Jadi cepat menyingkir dari pintu mobil saya, Miss,” sela Sir Artemio mengusirku pergi.

“Tapi kalian harus segera mencarinya, Sir. Anak itu saksi satu-satunya dan ia dibawa pembunuhnya di suatu tempat,” kataku berusaha memberi penjelasan.

“Miss, anda tenang saja. Itu sudah tugas kami. Dan kami sudah melakukan penyelidikan memang benar Mrs Mathilda memiliki seorang putra. Tadi pagi mantan suaminya mendatangi kami mengenai keberadaan anaknya. Jadi—”

Perkataannya yang ingin memberitahuku dipotong oleh bosnya yang berada di dalam mobil, ia harus segera berangkat ke suatu tempat. Sir Artemio menatapku dari balik kaca mobilnya tanpa ekspresi.

“Dasar pria aneh.”

Aku mengumpat setelah mobilnya berlalu. Tak peduli dengan orang di sekitarku yang mungkin menganggapku agak gila.

*****

Dokter Ivan memanggilku lagi kali ini jika ada sesuatu yang penting dan aku tahu alasannya. Asistennya yang hamil sedang cuti melahirkan, tak ada yang menggantikan Martha selain aku.

Pria tua yang sudah memasuki kepala enam itu masih kuat berdiri berjam-jam hanya untuk mengotopsi jenazah. Tak pernah ada kesalahan, selalu tepat jawabannya dan teliti sekali.

Dokter Ivan orang yang sempurna dalam segala hal, tidak mau ada kekurangan apapun karena itulah yang dapat memahami beliau adalah Martha yang sudah bekerja selama sepuluh tahun.

Beberapa anak magang enggan jika harus bekerja bersamanya. Omelan bahkan kalimat tajam sering dilontarkan jika ada yang tak memerhatikan pelajaran dari beliau.

“Kau sudah datang, Lucette.”

“Iya Dok. Maaf agak terlambat soalnya aku—”

“Kau sedang menyelidiki kematiannya, bukan? Dan anaknya yang hilang. Kau pasti dari kepolisian sebelum ke sini?”

Aku mengangguk sembari memakai jubah dokterku. Tebakannya selalu benar. Setiap dokter Ivan memanggilku, aku akan mencari tahu informasi terlebih dulu mengenai jenazah yang akan kami otopsi bersama.

“Mantan suaminya ke sini tadi dan ia meminta tolong padanya agar segera menemukan anaknya yang hilang. Aneh bukan? Seharusnya pria itu berdoa pada Tuhan bukan pada jenazah,” kata dokter Ivan yang sibuk meneliti tubuh kaku milik Mathilda.

“Iya Dok. Tapi masalah pihak kepolisian tak memercayai ucapanku kemarin jika wanita ini memiliki anak. Ketika mantan suaminya datang ke kantor polisi baru mereka percaya,” kataku yang masih agak kesal pada satu polisi tadi.

“Mereka percaya pada bukti bukan pada ucapan, Luc,” ujarnya menyunggingkan senyum padaku.

Dokter Ivan menyerahkan jarum dan benang agar aku menjahit bagian tubuh yang sudah dibuka olehnya. Itu memang bagianku dan aku tak takut sama sekali.

Sebelum memulai menjahit, aku berdoa dulu meski dokter Ivan sudah melakukannya tadi. Itu sebagai tanda penghormatan karena kami selaku dokter akan membedah tubuhnya.

“Aku sudah memberitahu mengenai kematiannya.”

Kemarin dokter Ivan sudah memberitahu pihak kepolisian jika kematian Mathilda disebabkan karena racun dari susu yang diminumnya.

Namun bukan dokter Ivan namanya jika beliau tak puas dengan pembedahan yang sudah dilakukan sebelumnya, ia akan meneliti keseluruhan hingga benar-benar menemukan kejanggalan.

“Selamat siang, Dok.”

Rupanya kami kedatangan dua orang siang ini dan ternyata itu adalah Sir Artemio bersama asisten konyolnya. Mereka terkejut melihat keberadaanku di sini.

“Lucette pengganti dari Martha sampai masa cutinya berakhir. Ia akan membantu selama enam bulan ke depan,” sahut dokter Ivan yang melihat Sir Artemio memandangku terus.

Samuel menyapaku dengan ramah dan tentunya bertanya macam-macam disertai ocehannya yang tak jelas.

“Jadi kenapa anda memanggil saya ke sini lagi, Dok?” tanyanya sambil melewatiku begitu saja.

Sir Artemio menyenggolku, entah disengaja atau tidak tapi itu membuatku merasa ia tak menyukai kehadiranku di sini.

“Aku menemukan ini di dalam tubuhnya.”

Aku maupun Samuel saling memerhatikan mereka. Di tangan dokter Ivan ada daun kecil yang ia temukan di dalam tubuh Mathilda.

“Wah anda benar-benar teliti sekali, Dok?” Samuel kagum karena dokter Ivan dapat menemukan daun itu.

Itulah kelebihan yang dimiliki dokter Ivan di mana tingkat ketelitiannya sangat akurat dan tak diragukan lagi.

“Daun apa yang anda temukan, Dok?”

Aku melihat Sir Artemio begitu penasaran akan kematian Mathilda yang dinilai janggal. Hanya karena minum susu lalu meninggal seketika.

“Daun ini dari tanaman water hemlock,” jawabku dengan cepat dan dokter Ivan mengacungkan jempol karena perkataanku yang benar.

“Water Hemlock? Tanaman apa itu?” Giliran Samuel yang bertanya kini menghampiriku saat meneliti daun dari tanaman tersebut.

“Tanaman ini dapat kita temukan di Amerika utara. Tanaman ini biasa tumbuh di daerah yang lembap seperti rawa dan danau. Bunganya berwarna putih dan keseluruhan dari tanaman ini mengandung racun yang sangat berbahaya bagi tubuh,” jelasku mengenai daun yang ditemukan di dalam tubuh Mathilda.

“Bagaimana bisa korban mengonsumsi ini?” tanya Sir Artemio sesekali melirikku sembari membaca sejarah mengenai tanaman tersebut di ponselnya.

“Lebih tepatnya susu yang dikonsumsi korban sudah diberi daun yang dihaluskan lalu dimasukkan ke dalam kotak susu tersebut,” lanjutku lagi karena dokter Ivan malah memilih pergi sebentar ke ruang sebelah. Sebenarnya dokter Ivan yang menjelaskan bukan diriku.

“Bukannya yang namanya daun itu pahit. Apa korban tidak merasakannya ya?” Samuel menatapku mencari jawabannya.

“Uniknya tanaman hemlock ini memiliki rasa yang sedikit manis jadi mereka yang tanpa sengaja mengonsumsinya tidak merasakan,” kataku lagi. Lama-lama aku akan menjadi dokter di sini karena diriku yang terus menjelaskannya.

“Apa benar yang dikatakan asistenmu ini, Dok?”

Dokter Ivan mengangguk ketika mendapat pertanyaan dari Sir Artemio. Apakah ia tidak percaya denganku? Ia tampak sangsi mengenai semua hal yang kuucapkan.

“Apa yang dikatakan Lucette memang benar, Artemio. Kau tak boleh meragukan pernyataannya. Ia mahasiswi yang pandai di kelas,” puji dokter Ivan dan Samuel menepuk tangan. Entah apa maksudnya, kedua pria yang aneh.

Aku tak pandai hanya saja belajar lebih dari ratusan tahun membuat otak ini mengingat semua pelajaran yang kuterima. Dua hal yang kusukai adalah hukum dan kedokteran.

“Jadi korban sengaja diracun atau memang bunuh diri?” tanya Sir Artemio mengamati jenazah Mathilda yang terbaring di meja otopsi.

“Diracun. Aku menemukan daun yang ditumbuk halus di susu yang diminum korban.”

Aku mengambil catatan dari tangan dokter Ivan lalu menyerahkan kepada Sir Artemio. Pria itu tak mengucapkan apapun dan segera membaca. Cukup lama dua detektif itu membaca dan sesekali mengamati jenazah Mathilda.

“Apa sidik jari pelaku sudah ditemukan di kotak susu itu?” tanya Samuel padaku saat melihat aku menaruh kotak susu di sebelah dokter Ivan.

“Pelakunya orang yang pandai, tak ada sidik jari di sini,” jawabku.

Aku mendengar helaan napas Sir Artemio. Aku tahu ia maupun pihak forensik tak dapat menemukan sidik jari siapapun di rumah Mathilda. Jadi dari mana pelaku itu masuk?

“Baiklah Dok. Jika ada kabar lagi tolong beritahu kami,” pamit Sir Artemio tanpa menoleh padaku hanya Samuel yang bersikap ramah.

“Artemio ….” panggil dokter Ivan melihat Sir Artemio yang hendak membuka pintu.

“Iya ada apa, Dok?”

“Temukan anak dari si korban. Aku meminta bantuanmu untuknya ya,” kata dokter Ivan menoleh padaku lalu ia menyunggingkan senyum.

“Itu sudah bagian dari tugas kami, Dok.”

Aku ingin sekali mengucapkan terima kasih, tetapi ia malah berpaling dan segera membuka pintu. Sebenarnya salahku apa kepada detektif itu? Tak ada senyum ataupun sikap ramah yang ditunjukkannya saat kami pertama kali berjumpa.

=Bersambung=

GADIS PEMBAWA LENTERA ARWAH

GADIS PEMBAWA LENTERA ARWAH

Score 10
Status: Ongoing Type: Author: Released: 2023
Nina Lucette Theodora bukan manusia biasa. Gadis periang itu sudah hidup di dunia selama lima ratus tahun, ia dibangkitkan dari kematian oleh Sang Tuan demi menjalankan dua misi yaitu sebagai pembawa cahaya. Tugasnya membawa para arwah yang sudah meninggal ke alam baka dan tugas satunya mencari sosok iblis yang merasuki tubuh manusia. Suatu hari ia dipertemukan dengan pria berprofesi sebagai detektif bernama Artemio yang sedang mencari pembunuh berantai. Ada seorang pria dirasuki tubuhnya oleh sosok iblis yang kabur dari neraka dan melakukan serangkaian pembunuhan terhadap para wanita. Di dunia manusia Lucette bekerja sebagai asisten tim forensik. Tanpa Lucette dan Artemio sadari, ada sebuah kisah yang terjalin di antara mereka ratusan tahun lalu. Dapatkah Lucette menyelesaikan tugas yang diembannya?  Mampukah Lucette dan Detektif itu bekerjasama menemukan pelaku pembunuhan tersebut? Lalu siapa sebenarnya sosok iblis yang merasuki tubuh manusia tersebut? Mari ikuti terus cerita ini dan menemukan iblisnya.

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!

Options

not work with dark mode
Reset