BAB 1
Rasa syukur pada kasta tertinggi yang kini ku rasakan adalah memiliki seorang istri cantik dan seorang putri kecil yang masih berumur 5 tahun.
Intan Wulandari, seorang wanita yang ku nikahi 6 tahun yang lalu, 3 bulan lagi genap berumur 30 tahun. Ku nikahi karena aku sudah memasuki umur 30 tahun kala itu, jadi ya! Daripada berlama-lama menjalin kasih dalam sebuah hubungan pacaran, ada baiknya menikah saja.
Biar halal, kata pak Ustad. Haha!
Apalagi yang ingin kalian tahu di awal kisah ini? Tentangku? Ah nanti sajalah, seiring berjalannya waktu, jauh lebih baik daripada aku menjelaskan ini – itunya di awal, nantinya kalian para pembaca kesannya, kayak orang yang lagi membaca diary jaman old.
…
…
…
Well! Setelah berjibaku dengan penuh kemacetan, akhirnya aku tiba di rumah dengan penuh kebahagiaan, karena di sambut oleh istri tercintaku di depan pintu. Begitulah kebiasaan istriku, ketika mendengar suara mesin mobilku dia langsung mengenal jika itu adalah suara mobil suaminya.
Mobilku bukanlah type mobil mewah, Honda CRV Turbo yang ku beli dari hasil keringatku dalam menjalani bisnis kecil-kecilanku selama ini. Pun aku hanya memiliki 2 unit mobil, mobil satunya adalah Innova tahun 2013-san yang sempat ku gunakan untuk kendaraan operasionalku selama ini. Namun kini, mobil tersebut di gunakan istriku apabila ada keperluan di luar rumah. Sedangkan putriku memiliki babysitter yang juga adalah sepupu istriku.
Tak perlulah ku jelaskan bisnis apa yang sedang ku jalankan, ya!
Intinya, hanya bisnis properti dengan bisnis model, beli tanah, bangun beberapa unit rumah, lalu ku jual kembali. Karena kebetulan di daerah tempatku tinggal di Makassar ini, masih banyak lahan yang dapat di kembangkan menjadi sebuah perumahan untuk hunian para masyarakat menengah kebawah. Dan di situlah tugasku untuk mengambil peluang tersebut.
…
…
…
Hari ini, aku mendapatkan proyek di daerah Tenggara sana. Lebih tepatnya di kota Kendari. Aku di ajak join oleh teman karena ia yang memiliki banyak lahan di sana, membutuhkan investor untuk membuatkan beberapa rumah sejenis perumahan yang sama seperti ku kerjakan selama ini.
Pagi tadi aku berpamitan kepada Intan dan putriku Maya, karena akan ku tinggalkan mereka selama seminggu untuk mengais rejeki, demi masa depan mereka.
“Hati-hati, jangan bandel ya ayah” begitu ujar istriku ketika mengantarku sampai ke mobil taksi online yang baru saja tiba di depan rumahku.
“Insha Allah sayang, ayah sudah tak tertarik dengan wanita lain di luar sana, dan ayah rasa bunda juga tahu akan hal itu, bukan?”
“Yah, meski bukan dari pria nya, tapi kan ayah juga harus menghindar dari wanitanya. Karena kadang kejadian kayak gitu, bukan hanya dari laki-lakinya saja. Apalagi kalo wanitanya yang gila dan mengejar-ngejar. Bunda sih ingetin agar ayah selamat sampai pulang ke rumah, tanpa adanya masalah, apalagi godaan dari wanita lain di luar sana”
“Aish kamu ini…”
“Tuh kan, di kasih tau masih kayak gitu” balas istriku.
Aku menyentuh pipinya, kemudian ku kecup keningnya sebelum aku berpamitan padanya untuk masuk ke dalam mobil taksi online itu.
Bercerita mengenai istriku ini, memang sih aku sadar jika ia tak akan pernah menanamkan rasa cemburu terhadapku, karena memang ia sangat mengetahui karakter suaminya ini tidak akan pernah tertarik oleh wanita di luar sana. Lebih ke was-was aja kali, jika malah kejadian berbalik. Dimana, justru aku yang sudah berusaha untuk menahan godaan, malah mendapatkan masalah dari wanita yang mungkin saja ingin mencelakaiku, atau mungkin saja ingin mendapatkan untung dariku. Mungkin saja…
Baiklah. Kita skip aja proses ini ya…
Di mulai aku di antar oleh taksi online menuju ke Bandara, di lanjutkan proses check in dan segera menunggu di ruang tunggu karena rupanya pesawat yang akan ku gunakan sebentar lagi akan boarding.
And then…..
45 menit kemudian akhirnya aku tiba di Kota Kendari.
…
…
…
Kawanku yang menjemputku di bandara. Sebut saja Pak Leo.
Saat di perjalanan, aku memberi saran agar kita mampir ke rumah makan terdekat, karena cacing dalam perut ini lumayan mengamuk, menuntut untuk segera di isi.
“Hmm, kita di warung itu saja, Pak” begitu ujar Pak Leo.
“Yah, saya ikut saja” balasku.
Pak Leo segera memarkir mobilnya di parkiran.
“Selamat datang pak, silahkan silahkan.” seorang wanita setengah baya menyambut kedatanganku bersama Pak Leo.
Aku tersenyum dan mengangguk takjim menanggapi sapaan ibu itu. Kami lantas memilih meja di bagian dalam, dan duduk menghadap ke arah jalan.
“Mau pesan apa pak?”
Ibu tua yang sepertinya pemilik warung menanyakan makanan apa yang ingin kami pesan sembari memberikan daftar menu sederhana yang dipegangnya.
Aku pun sejenak membaca daftar menu tersebut.
“Saya pesan nasi goreng spesial, telurnya didadar dan minumnya teh manis hangat saja bu” aku menyebutkan pesananku.
“Kalo bapak nya?” tanya si ibu pada Pak Leo.
“Makannya samain aja dengan Pak Dendi. Minumnya air mineral yang dingin aja bu”
Oh ya….
Sejauh ini aku belum memperkenalkan nama pada kalian ya?
Baiklah. Aku Dendi, panjangnya Dendi Pradana. Just it. Kalian cukup memanggilku Dendi saja.
Sudah cukup kan, perkenalan mengenai namaku?
Well…. mari kita lanjut.
“Baik pak, ada lagi kira-kira?”
“Cukup bu” ujarku pada ibu pemilik warung.
“Baik. Silakan ditunggu….”
Sang ibu itu kemudian berlalu ke arah dapur dan segera memyiapkan pesanan kami.
Aku dan Pak Leo terlibat obrolan ringan mengenai rencana kami untuk kerjasama dalam bisnis properti di kota ini. Sambil mengobrol, tanpa sengaja mataku berkeliling menelusuri suasana warung.
Selang tiga meja dari tempatku berada, agak lebih ke depan dekat jendela, Kulihat seorang wanita dudul sendirian di sana. Tampak dari gesturenya, jika wanita itu terlihat lelah, wanita berkerung jingga, lengkap dengan niqab menutup wajahnya yang ketika tanpa sadar ku tatap beberapa jenak, rupanya matanya sedikit terpejam.
Selagi asyik memperhatikan, wanita itu tampaknya sadar sedang kuperhatikan, Ia menoleh kepadaku. Pandangan mata kami beradu beberapa saat.
Aku tersenyum dan sedikit memberikan anggukan padanya.
Walau tampak kikuk, wanita itu pun melakukan hal yang sama, mengangguk.
Tak berapa lama, ibu pemilik warung membawakan pesanan kami.
Aku pun menyeruput teh manis hangatku. Sedikit mengobati dahagaku. Serta melanjutkan fokusku mengobrol dengan Pak Leo. Tanpa lagi memperhatikan wanita berkercadar itu. Karena menurutku tak elok, jika berlama-lama memperhatikan wanita setertutup dirinya.
====================
Bab 2
Apakah kalian akan mengira akan adanya kejadian berlanjut antara aku bersama wanita bercadar yang sempat mengambil perhatianku beberapa jenak lamanya? Hoho! Kalian salah kawan. Karena nyatanya memang hanya kejadian sepintas lalu saja, hanya sekedar ku anggap pengalihan perhatian karena rasa lelahku alias jetlag penerbanganku dari Makassar ke Kendari ini, tidak lebih.
Mungkin juga menurutku, perhatianku tertuju padanya, akibat penampilannya yang berbeda dari mayoritas orang yang ada di dalam rumah makan ini. Hal wajar menurutku.
Satu hal lagi yang mesti ku sampaikan…
Khayalan mengenai adanya kejadian berlanjut itu, hanya di dasari dari imaginasi liar kalian saja wahai para pembaca. Lupakah kalian, dengan prinsipku selama ini, jika aku adalah seorang pria yang tak ingin lagi mencari kebahagiaan di luar bersama wanita lain? Aku sudah memiliki segalanya di rumah, kasih sayang, perhatian dari istri dan putriku, jadi buat apalagi aku harus mencari di luar rumah?
Memiliki Intan yang super setia kepadaku, sungguh tak elok jika ku khianati di luar.
Well!
Jadi, kuburkan sedalam-dalamnya khayalan atau imaginasi liar kalian dari kisah yang akan ku ceritakan kali ini ya.
Apalagi wanita bercadar itu sudah tak berada di tempatnya. Sepertinya beberapa menit yang lalu dia sudah pergi meninggalkan rumah makan ini, entah kemana aku tak tahu.
Eh, tapi kenapa juga aku masih membahasnya?
Sudahlah….
Forget it.
Setelah makan setengah jam lamanya, aku bersama Pak Leo akhirnya melanjutkan rencana kami untuk melihat lahan yang akan kami bangun sebuah perumahan yang jumlahnya mungkin tidak lebih dari 10 unit. Ada dua tempat yang rencana hari ini akan kami cek.
Jadi menurutku aku tak perlu menjelaskan secara detail mengenai kejadian ini ya, karena aku yakin kalian tak akan tertarik untuk membaca mengenai pekerjaanku ini, karena tak ada yang menarik untuk ku ceritakan.
…
…
…
Sore telah tiba.
Setelah mengechek dua tempat sekaligus hari ini yang dimana letaknya cukup berjauhan, pada akhirnya aku memutuskan untuk meminta ke Pak Leo mengantarkanku ke Hotel yang telah ku booking sebelumnya di Makassar dari sebuah applikasi pada ponsel pintarku.
“Jadi bagaimana menurut Pak Dendi?” tanya Pak Leo saat kami sudah di jalan, dan sepertinya sudah dekat dari hotel Swiss bell tempatku menginap.
“Saya setuju Pak Leo… mungkin besok baru kita membahas mengenai kelanjutan perencanaan pembangunannya” balasku.
“Mantap… baik Pak Den, memang ada baiknya bapak hari ini istirahat aja dulu, biar besok lebih fresh, karena keliatan banget bapak lelah banget hari ini”
“Hehe gak juga sih pak, cuma kebetulan pengen istirahat aja sekarang, dan besok aja baru kita lanjutin kerjaan kita. Apalagi aku kayaknya bakal extend beberapa hari lagi di sini,”
“Hmm, kalo capek-capek, mau saya carikan yang bisa menghilangkan capek-capeknya itu, Pak Den?” begitu tanya Pak Leo. Dan aku mengetahui kemana arah pertanyaannya itu.
Aku hanya senyum sembari menggelengkan kepala. “Tak perlu Pak Leo. Saya tidak seperti itu” balasku dengan bahasa yang baik juga untuk menolaknya.
“Hehehe kirain Pak Den…” gumamnya, “Saya minta maaf ya Pak, hehe”
“Its ok Pak. Santai aja, udah biasa juga saya denger penawaran kayak gitu saat lagi di luar kota kayak gini”
Dan yah….
Diskusi kami pun berlanjut mengenai apa yang bakal kami kerjakan besok.
Makanya ku skip saja kejadian ini hingga tiba di hotel tempatku menginap, ya.
Bersambung Bab 3