“Tapi … kenapa harus gadis yang bermanik hijau, Tuan Elio?” Tanya salah satu pria muda dengan tinggi sekitar 170 cm.
“Nanti juga kalian akan mengetahuinya,” jawab Elio. “Sekarang yang harus kalian lakukan adalah cari gadis yang sesuai Ku perintahkan!” seru Elio.
“Lalu bagaimana dengan para gadis yang sudah kita culik?” tanya Edward.
Baik Draco, Nash serta Alejandro terkejut mendengar percakapan di dalam. Apa yang selama ini Nash dan Draco kira benar. bahwa Para gadis itu bukanlah para gadis panggilan yang seperti pada umumnya. Tapi mereka adalah para gadis yang memang sengaja di culik. Entah untuk alasan apa mereka diculik.
Di sisi lain, keberuntungan dan penyesalan bercampur menjadi satu dalam benak Draco. Beruntung karena bukan dirinya lah yang ikut andil dalam penculikkan para gadis tersebut.
Namun, ada rasa menyesal, karena saat ini Draco belum bisa berbuat banyak untuk menolong mereka. Ada egois besar dalam diri Draco, lantaran ingin membalas dendam. Dendam yang membuat dirinya kehilangan cinta pertamanya.
Detik ini juga, Draco hanya ingin lari dan benar-benar tak mau ikut campur dalam kejahatan mereka. Dengan langkah perlahan, Draco berjalan mundur menuju lift.
Begitu juga dengan Nash dan Alejandro. Sebelum orang-orang yang di dalam menyadari kedatangan mereka, Alejandro segera menarik lengan Nash menuju pintu lift yang sudah mulai terbuka.
Lift
“Paman kenapa menarikku seperti itu! Aku kan ingin mendengar kembali apa yang akan mereka bicarakan,” gerutu Nash.
“Kau jangan bertingkah seperti anak kecil seperti itu, Nash. Kau tahu mereka itu orang-orang yang berbahaya. Dan jangan sampai gegabah jika kita ingin menangkap mereka!” jawab Alejandro dengan penuh sabar.
Jujur saja, Alejandro yakin bahwa sedetik saja mereka masih berada disitu untuk mendengar percakapan mereka, maka nyawa mereka akan melayang sia-sia. Entah itu karena, ada yang sejak tadi sudah mengawasi mereka diam-diam, atau bisa jadi salah satu dari Nash dan Alejandro bertindak gegabah sehingga menimbulkan kegaduhan kecil.
Selain itu juga, Alejandro harus menyampaikan laporan penting ini pada boss besarnya-Jenderal Geffri.
“Kau tidak tahu bukan mereka itu orang-orang seperti apa! Mereka itu orang yang kejam!” jelas Alejandro.
Alejandro menatap Nash dengan tatapan tajam, seperti seorang ayah yang sedang memarahi putrinya. Nash hanya bisa menundukkan wajahnya saat Alejandro memarahinya dalam diam.
Untuk beberapa menit, Nash dan Alejandro terdiam. Suasana pun terasa seram bagi Nash, sampai mereka tidak tersadar kalau ada seorang laki-laki yang berada dalam satu lift dengan mereka berdua.
Ekor mata Nash hanya melirik ke arah pintu lift yang sudah tertutup rapat dan tombol lift sudah ditekan tepat pada angka satu. Tampak sosok pria tegap, dan begitu gagah. Rambut yang tersisir dengan rapih, dan berminyak.
Lift pun turun dari lantai tiga menuju lantai dua. Tiba di lantai dua, sepuluh pasang yang tengah dimabuk asmara masuk ke dalam lift dengan terburu-buru. Hingga mau tak mau, Draco harus mundur. Posisi Draco berdiri pun pindah tepat satu centimeter di depan Nash.
Saking terburu-burunya ke sepuluh orang tersebut, sampai Draco tidak bisa mengimbangi langkahnya saat mundur, hingga sepatu pantofel dengan hak sekitar tiga centimeter itu mengenai ibu jari kaki kanan Nash.
“Ouch. Kakiku,” teriak Nash kesakitan.
Tak ingin ketahuan, akan tujuan mereka kesini, Alejandro segera menutup mulut Nash agar tak terdengar lagi suara jerit kesakitan. Namun, sayangnya suara teriakan itu sempat terdengar oleh Draco, suara teriakan itu terdengar begitu famliar di telinganya.
Pemuda itu sempat menerka, pemilik asli suara teriakan tersebut. Dalam benaknya, ia sempat menerka bahwa salah seorang mahasiswinya berada di lift yang sama dengannya, sehingga ia langsung menoleh ke arah belakang.
Dan benar saja apa yang sudah ia terka. Salah seorang mahasiswinya ada di disini. Dan lebih parahnya lagi adalah mahasiswi itu adalah gadis yang ia suka.
“Kau,” teriak Draco begitu terkejuta saat melihat seorang gadis tomboy berdiri dihadapannya.
Nash pun kikuk saat Draco mengenali wajahnya. Tingkah lakunya begitu aneh, seperti seorang gadis yang begitu malu saat bertemu dengan pria pujaannya. Wajahnya begitu merah merona, bibirnya kelu untuk menjawab panggilannya, tangan dan kakinya terasa begitu dingin.
Alejandro tertawa kecil melihat wajah Nash yang merah merona. Pria paruh baya itu baru Kali ini melihat bagaimana Nash tersipu malu melihat seorang pria. Tidak biasanya Nash bertingkah seperti ini, jika Nash tidak memiliki perasaan berlebih pada seorang pria.
“Apa yang kau lakukan disini?” tanya Draco dengan wjaah berseri.
Lorong cinta
Untung saja, saat Draco menyadari keberadaan Nash, pintu lift terbuka tepat di lantai satu, dimana Seluruh orang menghabiskan waktunya untuk melepaskan kepenatannya dengan berjoget yang diiringi oleh suara musik disc jockey. Yang pastinya akan membuat tubuh ini tidak akan pernah menolak untuk bergoyang.
Segera setelah pintu lift terbuka, Nash langsung pergi keluar berbaur dengan ratusan orang yang menikmati indahnya malam ini.
“Nash, tunggu aku,” teriak Alejandro.
Pria paruh baya itu melangkahkan kedua kakinya dengan tergesa mengejar gadis yang sudah ia anggap sebagai putrinya itu, menuju lantai dansa.
Alejandro agak kesulitan mencari Nash, lantaran lampu remang-remang.
Pun dengan Draco yang segera menyusul Nash menuju lantai dansa. Dengan langkah cepat, Draco berhasil menyusul Nash.
“Tunggu dulu, Putri,” ucap Draco.
“Ikut aku sekarang,” lanjut pemuda dengan berpakaian begitu formal.
Segera saja ia mencengkeram tangan mungil Nash serta menarik lengannya dan membawanya pergi ke tempat yang tenang dan tak terlalu ramai. “Apa yang kau lakukan,” ucap Nash begitu risih pada perlakuan Draco.
Draco tak peduli dengan ucapan gadis tomboy itu. Ia menganggap bahwa tempat ini begitu berbahaya untuk dirinya.
Draco membawanya ke sebuah lorong yang sepi. Lorong ini menuju tempat kamar tersembunyi bagi para orang kaya yang sudah membayar mahal untuk menikmati ‘barangnya’.
“Lepaskan aku,” teriak Nash.
Draco melepaskan cengekeramannya dan menyeretnya lengannya Dan menyadarkan tubuh Nash tepat pada sebuah tembok. “Apa yang kau lakukan disini?” tanya Alejandro dengan suara begitu khawatir.
“Aku … aku hanya berkunjung saja disini, memangnya kenapa? Apakah ada masalah denganmu?” tantang Nash dengan nada penuh sewot.
Tidak memiliki jawaban atas pertanyaan Nash, Draco memutar otak mencoba untuk mengalihkan jawaban yang sebenarnya. Pikiran pemuda itu mundur sekitar lima belas menit saat dirinya berada di lift.
Draco mengingat, sat ia masuk ke dalam lift, mahasiswinya sudah berada disini. Bahkan saat ia memutuskan untuk sengaja pergi dari depan ruang kerja yang mengerikan itu.
“Sejak kapan kau berada disini, nona muda?” tanya Draco dengan wajah penasaran.