POV Nash
“Wah gawat, sudah pukul enam sore tapi aku masih belum selesai dengan rambutku,” ujar Nash.
Sejak siang tadi gadis berambut pendek ini meminta pada salon langganannya untuk menggunakan rambut sambung agar terlihat lebih panjang dari biasanya. Selain itu juga ia meminta agar di dandanin sealami mungkin.
Alejandro hanya menggelengkan kepalanya mendengar keluhan putri angkatnya itu. Seraya memegang enam pilihan midi dress dengan beragam warna, Alejandro mencoba menenangkan hati dan pikiran Nash, “Sudah … sabar saja, toh hasilnya juga tidak akan membuat kecewa. Yang terpenting adalah rambutmu terlihat lebih panjang, bukan?”
Mata Nash sudah sangat mengantuk dan begitu bosan, pasalnya sejak tadi yang ia lakukan setelah pijat seluruh badan hanyalah duduk menghadap kaca saja, seraya kedua tangannya bermain di layar datar ponsel. Proses pemasangan rambut sambung memakan waktu cukup lama dari yang ia bayangkan.
Melihat kebosanan pada raut wajah Nash, Alejandro berusaha untuk mengalihkan pikirannya. Pria paruh baya itu meminta Nash untuk memilih pakaian mana yang akan ia kenakan nanti. Keenam baju itu di buka satu persatu oleh Alejandro. Mulai dari model terlihat punggung dengan tali, ada yang hanya satu tali, ada yang bertali dua tapi tipis seperti spaghetti, ada yang bertali lingkar di leher, ada yang tanpa lengan dan terlihat pungung, serta ada yang tertutup nan elegan.
Namun, dari semua pilihan itu tidak ada satupun yang disukai oleh Nash. Alejandro pun panik serta bingung harus mencari pakaian untuk pertemuan pertamanya dengan si pelaku. Masalahnya waktu yang tersedia begitu sedikit dan sangat sempit. Wajah pria paruh baya itu benar-benar terlihat begitu gusar.
Lima belas menit kemudian, selesai sudah rangkaian Nash dalam mempercantik dan membuat dirinya sama persis sekitar empat tahun yang lalu. Kini tiba saatnya gadis tomboy itu berganti pakaian. Namun, pandangannya terganggu dengan wajah masam dari pamannya itu. Gadis itu pun mendekati Alejandro yang duduk menyendiri sambil melihat layar ponsel.
“Paman, bagaimana dengan penampilanku?” ucap Nash dengan nada sedikit berteriak.
Terkejut dengan suara Nash yang membuyarkan lamunannya, Alejandro langsung mengeluskan dadanya dan tentu saja dengan wajah yang emosi. “Aduh kamu ini, bisa nggak sih suaranya tuh di kecilin! Nggak usah pakai teriak segala,” geram Alejandro sambil mengarahkan tangan kanannya kearah Nash.
Pria paruh baya itu bangkit berdiri dan membalikkan tubuhnya ke belakang tepat Nash berdiri. Tiba-tiba saja, Alejandro diam terpaku, matanya membola seperti melihat sahabatnya yang kembali dari surga. Tanpa sadar, Alejandro menyebut dan memanggil namanya “Elena? Apakah kamu bangkit dari kematianmu?”
Saking terpakunya melihat penampilan baru Nash, sampai ponsel yang ada dalam genggaman Alejandro terlepas begitu saja, jatuh ke lantai. Untung saja ponselnya hanya pecah sedikit saja.
“Elena? Siapa maksud paman? Aku?” tanya Nash kebingungan.
Nash memicingkan kedua matanya sekaligus mengernyitkan keningnya. Tak jelas dengan apa yang dimaksud oleh pria yang sudah ia anggap sebagai pengganti ayahnya itu. Nash pun meninggalkan Alejandro seorang diri menuju kamar ganti.
Untuk pertemuan pertama malam ini, Nash sengaja memakai pakaian yang memikat lawan jenis. Baju ini sudah Nash siapkan seminggu sebelumnya, tepatnya setelah ia memutuskan untuk melakukan penyamaran ini.
Baju yang ia kenakan pada malam hari ini bernuansa merah jambu dengan brukat yang menerawang. Baju ini merupakan rok terusan hingga di atas lututnya, ditambah tali di pinggul dengan belahan V menyilang yang tentunya membuat payudaranya sedikit terlihat. Tentu saja, perlu tambahan pakaian dalam agar tak terlalu terlihat bagian sensitifnya, Nash memakai pakaian seperti pakaian balletnya. Aksesoris yang dikenakan pun cukup sederhana, hanya berupa satu set kalung serta gelang dan cincin berwarna putih. Untuk sepatunya, Nash memilih menggunakan T-straps dengan heels sekitar empat centimeter.
Selesai berganti pakaian, Nash bergegas keluar dan menarik lengan pamannya untuk langsung pergi menuju kedai DominiQueen. Belum sempat Alejandro berkomentar mengenai penampilan Nash untuk kedua kalinya, Nash sudah memintanya untuk segera mempercepat laju kendaraan roda empatnya.
Kedai DominiQueen.
“Maaf saya bukan Lucette,” jawab gadis itu.
“Kau siapa?” tanya Elio.
“Aku Amber,” jawab gadis itu dengan tersenyum binal.
Edward pun seger melangkahkan kakinya ke depan dan berkata, “Oh … kau Amber. Hai ini aku Jordan,” aku Edward.
Edward pun segera mencium tangan kanan gadis berambut pirang itu dengan penuh sopan nan elegan. Setelah itu, mereka berdua pun masuk ke dalam kedai meninggalkan Elio seorang diri.
Pria berusia tiga puluh delapan tahun itu hanya tersenyum smirk melihat kelakuan anak buahnya itu. Ia pun bergegas memesan satu meja untuk dirinya nanti, tak tanggung-tanggung, Elio pun memesan sebuah ruangan VVIP untuk dirinya bersenang-senang dengan gadis yang baru saja ia kenal.
Setelah diantar pelayan ke sebuah ruangan seluas tujuh puluh meter, lengkap dengan sofa yang empuk serta smart tv yang berukuran besar, Elio segera memesan makanan yang paling enak serta minuman alcohol yang paling mahal di kedai ini. Tak lupa ia menyertakan sebuah pesan yakni jika seorang gadis bernama Lucette Neomi sudah datang, maka pelayan itu diminta untuk segera mengantarkan ke ruangan VVIP.
Tiga puluh menit kemudian
Tiga puluh menit sudah Elio menunggu sang gadis untuk datang ke kedai. Besar harapan pria maskulin tersebut agar gadis tersebut datang menepati janjinya. Semua makanan satu per satu mulai berdatangan diiringi dengan minumannya, tapi batang hidung sang gadis pun belum tampak juga. Tak sabar menunggu kedatangannya, Elio pun berusaha terus menghubungi gadis yang bernama Lucette.
Dan tiga puluh menit dari waktu yang sudah dijanjikan, Nash sudah tiba di parkiran mobil. Sebelum turun, Alejandro memberikannya dua buah earphone yang disematkan di telinga Nash.
“Paman, apakah orang-orangmu sudah ada di dalam?” tanya Nash.
Entah mengapa malam ini Nash merasa begitu tegang, jantungnya berdegup lebih cepat hingga nafasnya terdengar seperti orang sedang berlari, tangannya begitu dingin dari suhu AC dalam mobil.
“Iya sudah, kau tenang saja,” jawab Alejandro dengan suara lebih rendah, mencoba menenangkan kegugupan Nash.
“Paman, bagaimana penampilanku?” tanya Nash sekali lagi sebelum ia turun dari mobil.
“Sempurna, seperti ibumu,” jawab Alejandro.
“Benarkah? Ah, terima kasih paman,” balas Nash seraya memeluk dengan begitu senang.
Gadis itu turun dari mobil kesayangan Alejandro menuju lobby kedai DominiQueen. Nash sengaja mempercepat langkah kedua kakinya hanya untuk menutupi kegugupannya. Tiba di lobby kedai, seorang pelayan bertanya pada Nash apakah dirinya sudah memiliki janji dengan seseorang atau dia datang sendiri.
“Saya ada janji dengan seorang laki-laki,” jawab Nash.
“Baiklah. Kalau begitu siapa nama anda?” tanya sang pelayan.
“Lucette Neomi,” jawab Nash.
“Baiklah, ikuti saya. Anda sudah ditunggu,” ucap sang pelayan.
Sang pelayan pun berjalan terlebih dahulu di depan Nash. Untuk kali ini, Nash berusaha berjalan begitu anggun selayaknya seorang model yang tengah meliak-liuk memeragakan busana. Pesona Nash malam ini membuat para tamu yang datang, terpaku melihatnya tanpa kedipan satupun.
Tanpa terkecuali Edward yang tengah asyik bercengkrama dengan seorng gadis lainnya yang bernama Amber. Untung saja, untuk malam ini Edward mengajak teman-teman lainnya, salah satunya adalah Draco.
Saat Nash datang Edward sudah mengira bahwa gadis yang begitu cantik itu sudah pasti Lucette. Sesegera mungkin Edward pergi meninggalkan Amber dan pergi menyusul Nash yang sedang berjalan dengan anggunnya.
Ruangan VVIP itu sendiri berada di lantai tiga. Tiba di depan pinu besi berwarna putih yang didesain unik, dengan cekatan pelayan itu membukakan pintunya secara perlahan dan mengatakan bahwa tamu yang di tunggu oleh Elio sudah datang.
Wajah sumringah merekah di bibir Elio yang di penuhi oleh bulu-bulu tipis dan halus di sekitarnya. Segera saja ia merapikan pakaian dan cara duduknya untuk menyambut sang gadis.
Pelayan itu dengan penuih sopan mempersilakan Nash untuk masuk. Gadis tomboy itu melangkahkan kakinya secara perlahan masuk ke dalam ruang VVIP, dan langsung disambut dengan gembira oleh Elio.
“Hallo, silakan masuk,” sambut pria maskulin nan flamboyant.
Derap langkah sepatu heels terdengar begitu anggun, dan berhenti tepat di hadapan Elio. Terlihat dengan begitu jelas sekali, bagaimana Elio terpana pada pandangan pertama. Dilihatnya dengan baik-baik dari ujung rambut hingga ujung kakinya. Senyuman merekah dari bibir tipis Elio melihat kecantikan Nash. Terutama saat Elio mengulurkan tangannya untuk berkenalan.
“Namaku Neil Elio. Tak ku sangka kau begitu cantik,” puji Elio.
“Hai … namaku Lucette Neomi,” jawab Nash sembari membalas uluran tangan Elio.
Saat tangan Elio menggenggam erat tangan Nash, entah mengapa Elio seperti telah mengenal sosok gadis yang ada di hadapannya ini. Sosok seorang wanita dewasa yang pernah ia kenal cukup akrab dan dekat. Tatapan hangatnya seperti layaknya tatapan yang sudah lama ia rindukan.
“Apa aku pernah mengenalmu sebelumnya?” celetuk Elio.