“Aku butuh asisten pribadi yang baru dan aku juga tak perlu bicara lagi dengan Dean. Dia juga tidak perlu datang lagi menemuiku. Kamu urus semuanya ya!” ujar Sharena pada Marcel. Sepertinya perdebatan mereka hari itu benar-benar berbuntut panjang. Dean bahkan tak lagi datang keesokan harinya dan Sharena terpaksa mempekerjakan orang lain untuk mengurus segala keperluannya sementara waktu.
“Kenapa harus seperti ini, Ren? Kamu tidak bisa bicara lagi dengan Dia? Dia sudah lama lho bekerja sama kamu, masa mau selesai hanya karena alasan seperti ini?”
“Maksud kamu seperti ini?” sela Sharena membalikan badan. Tampak marah dengan perkataan Marcel yang terkesan menyepelekan kekesalannya pada Dean.
Marcel menghela nafas. Terlihat merasa bersalah dengan apa yang baru saja dia ucapkan. “Bukan begitu maksudku, Ren. Dia sudah lama bekerja dengan kamu, kan? Aku rasa mencari orang baru itu bukan perkara yang mudah. Kamu tidak mau mempertimbangkannya lagi?” Marcel berusaha memelankan suaranya. Tak ingin karena masalah ini dia juga akan kehilangan pekerjaannya. Sharena jelas akan mendapatkan banyak orang yang bisa menggantikannya.
Sharena terdiam. Dia masih menatap Marcel dengan tatapan tajam. “Lakukan saja apa yang aku minta!” ucapnya yakin.
“Dia menemuiku beberapa hari yang lalu, Ren!”
Sekali lagi langkah Sharena terhenti.
“Dia bicara padaku bahwa dia sangat menyesal dengan apa yang dia lakukan. Dia hanya tak bisa menemuimu. Kamu mau kan bertemu dengannya sekali saja? Dengarkan penjelasannya. Setelah itu, aku akan lakukan apapun yang kamu minta!” Marcel mencoba memberi pengertian pada Sharena karena beberapa hari yang lalu, Dean sudah menemuinya. Dia masih ingin bersama Sharena, tapi tidak tahu bagaimana caranya bicara dengan gadis itu.
Sharena hanya diam tanpa kata. Dia lalu pergi meninggalkan tempat itu. Tak ingin bicara lagi pada Marcel. Jauh di dalam hatinya, sebenarnya dia pun masih ragu untuk mencari pengganti Dean. Bagaimana kalau nantinya semua tak seperti yang dia bayangkan? Bagaimana kalau nantinya asisten barunya itu akan menjadi masalah terkait hubungannya dengan Edwin? Banyak hal yang kembali membuat Sharena ragu.
***
“Aku minta maaf ya, Ren!” ucap Dean memecah keheningan di antara mereka. Sudah sepuluh menit berlalu, hanya hening yang meraja tanpa sepatah kata pun dari keduanya.
Sharena hanya diam menatap Dean yang tertunduk dengan tatapan tajam. Kejadian pagi itu masih terbayang di ruang kepalanya. Sampai saat ini dia masih merasa kalau Dean terlalu lancang masuk ke dalam kamarnya. Bukan hanya tentang menemukan dasi Edwin yang entah tergeletak di mana. Dia juga bersikap seolah menjadi orang yang paling berkuasa atas hidupnya.
“Aku minta maaf jika sikapku mengganggumu. Aku masih ingin bekerja dengan kamu, Ren. Aku janji, kejadian pagi itu tidak akan terulang lagi. Aku tidak akan mengusik ruang atau pun urusan pribadimu lagi. Aku hanya akan mengurus hal-hal yang menjadi tugasku, tapi kamu harus tahu satu hal, Ren. Aku seperti itu sama sekali tak punya maksud buruk. Aku hanya tidak ingin kamu menjadi bahan pemberitaan buruk media. Itu saja!” jelas Dean panjang lebar. Gadis itu masih tertunduk dalam tanpa berani menatap pada Sharena.
Sharena menenguk minumannya. Dia lalu mengalihkan pandangan ke jalanan. Suasana Kota tengah hari itu terlihat sangat panas. Matahari bersinar dengan teriknya.
“Dan satu lagi! Aku tidak akan mengetuk pintu kamarmu karena memang, aku tidak akan masuk ke sana lagi tanpa izinmu! Aku akan memberimu ruang privasi, Ren. Aku tidak akan melewati batas!” imbuh Dean lagi. Dia sudah siap dengan kemarahan Sharena. Setidaknya dia sudah datang dan mencoba menemuinya sekali lagi. Apapun keputusan Sharena nanti, dia akan menerimanya dengan ikhlas.
Sharena menghela nafas berat. “Kamu tahu kan, De. Kamu adalah orang yang paling aku percaya di industri ini?”
Mendengar itu, Dean sontak mengangkat wajahnya.
“Aku tahu kamu bermaksud baik, tapi aku hanya marah kenapa kamu tidak mengerti perasaanku.” Sharena menatapnya lurus. “Aku tahu kamu khawatir tentang hubunganku dengan Dokter Edwin. Apa yang akan orang bicarakan nanti tentangku. Aku juga sadar bahwa semua yang aku lakukan adalah hal yang gila, tapi bagaimana, De? Aku tak bisa menahan hatiku!” bisik Sharena lirih. Kedua bola matanya mendadak dipenuhi genangan.
Dean menelan ludahnya getir. Saat ini dia akhirnya menyadari bahwa perasaan Sharena pada Dokter Edwin lebih dalam dari yang dia duga.
“Aku mencintainya. Aku sangat mencintainya. Aku tidak peduli dengan apa yang akan orang katakan nanti tentangku. Aku juga tidak peduli bahwa hubungan ini sama sekali tak punya masa depan. Aku hanya butuh dia di dekatku, De.” Sharena menyeka sudut matanya.
Sementara Dean hanya terdiam. Tak tahu harus mengatakan apa.
“Kamu pasti akan berkata bahwa dia bisa saja meninggalkanku kapanpun dan kembali pada istrinya. Kamu tahu, De? Aku juga mengatakan hal yang sama pada diriku. Tapi dia tak mengerti?” lirihnya sambil memegang dadanya. “Aku mengerti tapi hatiku tidak.”
“Ren…”
“Aku sedang tidak butuh nasehat, De. Aku cuma butuh Edwin. Aku akan melakukan apapun untuk membuatnya bertahan di sisiku. Aku juga tahu kamu pasti berpikir kalau aku gadis murahan yang dengan mudahnya tidur dengannya bahkan hanya dengan sekali pengakuan cinta. Aku tahu itu, tapi bagaimana? Sekali lagi aku tidak bisa menahan diriku saat di dekatnya!” Air mata Sharena akhirnya jatuh di pipinya. Buru-buru dia menyekanya, tapi terlambat. Dean sudah melihat semuanya.
Dan tanpa mengatakan apa-apa, Dean lalu mendekati Sharena dan memeluk gadis itu.
“Apa yang harus lakukan, De? Bahkan saat ini aku sudah sangat merindukannya!”
“Jangat takut, Ren. Aku akan melindungi kamu!”
***
“Dean?” Edwin tampak sedikit kaget melihat Asisten Pribadi Sharena itu tiba-tiba datang menemuinya. Tak ada pemberitahuan apapun tiba-tiba saja Dean datang menemuinya di rumah sakit.
“Dokter Edwin. Saya bisa bicara sebentar?” tanya Dean tampak gugup.
Edwin mengangguk ragu. “Ya. Tentu! Silahkan!” ujarnya mempersilahkan gadis itu masuk ke dalam ruangannya.
“Ada apa, Dean?” tanya Edwin masih dengan raut wajahnya tak terlihat keheranan.
“Saya ke sini tanpa sepengetahuan Sharena dan saya harap, Dokter Edwin tidak memberitahu Sharena tentang kedatangan saya. Saya datang karena ingin memastikan satu hal!”
“Memastikan apa?” tanya Edwin lagi.
“Saya tidak akan basa-basi. Dokter pasti tahu, saya bertanggungjawab penuh atas Sharena. Bukan hanya tentang pekerjaannya, tapi bahkan semua hal pribadinya selama ini. Saya tahu hubungan Dokter dengan Sharena dan saya juga tahu kalau Dokter sudah menikah dan bahkan sudah memiliki seorang anak. Dokter Edwin harus tahu satu hal, bahwa Sharena sangat mencintai Dokter. Saya bahkan tidak pernah melihatnya sejatuh cinta ini dengan seseorang. Saya ingin bertanya, Dokter Edwin mencintainya atau hanya menjadikannya kesenangan sesaat?” Dean terlihat sungguh dengan pertanyannya.
Hening. Edwin terdiam beberapa saat.
“Jika hanya kesenangan sesaat, saya minta tinggalkan dia. Dia sudah cukup banyak menderita. Dia tidak memiliki keluarga yang harmonis dan bahkan dia tidak pernah punya hubungan cinta yang indah. Jadi…”
“Saya mencintainya!” kilah Edwin memotong pembicaraan Dean.
Dean tercekat diam. Dia melihat kesungguhan itu di bola mata Dokter Edwin.
“Saya mencintainya. Dia bukan kesenangan sesaat bagi saya!” ujar Edwin dengan yakin.