Laki-laki asing itu bernama Axel Fabian. Dia adalah salah satu model pria kenamaan yang tak lain adalah kekasih dari Sharena. Setidaknya itulah informasi singkat yang diketahui Edwin dari kabar yang ada di berita malam ini. Kedatangan laki-laki itu ke rumah sakit telah menjadi topik utama berita saat ini.
Semua orang membicarakannya, bahkan Axel memberikan pernyataan pada media bahwa Sharena tak mau menemuinya. Raut wajahnya terlihat begitu kecewa. Spekulasi publik pun tak terbendung. Kabar bahwa ada masalah dalam hubungan mereka pun bergaung hebat. Bahkan kecelakaan yang menimpa Aktris itu disebut-sebut karena pertengkarannya dengan Axel malam itu.
Namun, Axel tak memberikan pernyataan pasti tentang itu. Dia hanya mengatakan bahwa Sharena selalu saja kehilangan kendali dalam segala hal. Dia terlalu impulsif dengan hal-hal yang sebenarnya tak perlu dipermasalahkan.
“Namun… Saya sangat mencintainya!” Itulah kalimat terakhir yang diucapkan Axel dalam wawancara singkat itu.
Di ruangannya, Edwin hanya bisa menatap nanar pada layar terlevisi itu. Tak mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi. Selama ini dia tak pernah mengikuti kabar apapun dari media hiburan itu. Baru kali ini, tentang Sharena dia begitu ingin tahu dengan apa sebenarnya yang menimpa gadis itu.
Entah kenapa, dia merasa ada yang janggal di sini.
Edwin pun keluar dari ruangannya, berjalan menuju ruangan Sharena. Dia harus melihat keadaannya malam ini. Begitu membuka pintu, kejutan sekali kalau ternyata gadis itu juga sedang melihat tayangan di televisi. Tentang kekasihnya yang sedang memberikan pernyataan pada media.
Edwin lalu mengambil remote dan mematikannya. “Kamu harus banyak istirahat!” ucapnya lalu memeriksa keadaan Sharena. Angka-angka yang ada di monitor itu sudah menunjukan angka yang normal.
Gadis itu hanya diam. Tampak jelas dia menelan ludahnya, menahan tangis.
“Beberapa hari lagi kamu sudah bisa pulang. Kamu hanya perlu rawat jalan, tapi harus tetap kontrol setiap minggunya,” jelas Edwin menatap Sharena.
Tak ada jawaban apa-apa, Sharena hanya diam seolah tak ada seorang pun di sampingnya.
“Manager kamu mana? Tadi saya melihatnya datang?” tanya Edwin lagi bertanya tentang Dean yang menjaga gadis itu sejak sore, tapi malam ini dia tak terlihat lagi di ruangan itu.
Malihat gadis itu hanya diam, Edwin hanya bisa menghela nafas berat.
“Dia bohong!” ucap Sharena tiba-tiba.
Langkah Edwin yang hendak meninggalkan ruangan itu pun terhenti seketika. Dia menoleh pada Sharena dengan wajah keheranan.
“Laki-laki itu bohong. Dia tidak mencintaiku,” ucap Sharena menatap Edwin dengan air matanya yang jatuh tiba-tiba. Rasanya sesak sekali, dia bahkan tak bisa menahan hatinya. Pengakuan ini rasanya tak perlu dia katakan pada Edwin yang hanya orang asing, tapi entah kenapa dia tak tahu lagi harus bicara pada siapa. “Aku melihatnya bersama perempuan lain malam itu. Dia mengkhianatiku dan sekarang, dia berkata seolah dia yang tersakiti!” Sharena menyeka air matanya.
Sementara Edwin hanya bisa diam. Perlahan Edwin kembali mendekati tempat tidur itu. Dia menatap Sharena dengan pandangan ganjil. Dia sama sekali tak tahu harus berkata apa sekarang namun sungguh, melihat gadis itu menangis ada sisi hatinya yang rasanya terusik sekali lagi.
“Apa yang harus aku lakukan? Dia menyakitiku lalu kenapa aku yang terkesan buruk di sini?” tuturnya menahan isak.
Tanpa kalimat apapun, tiba-tiba saja Edwin mendekati Sharena dan menepuk bahunya pelan. Namun tak disangka, perlakuan itu justru membuat Sharena memeluknya. Tangis gadis itu pun pecah. Air mata yang sejak tadi dia tahan pun akhirnya tumpah tak terbendung.
Sementara Edwin, dalam kekagetannya dengan pelukan Sharena yang tiba-tiba, dia sama sekali tak menepis gadis itu. Dia hanya diam membiarkannya menangis seolah ada perasaan lain yang menahannya di sini.
***
Sejak malam itu, semuanya terasa tak lagi seperti biasanya. Edwin yang selalu pulang dengan senyuman sumringahnya, tertawa lebar pada Calisa yang selalu menunggunya di depan pintu, kali ini hanya tersenyum tipis. Rona mata itu tak lagi secerah biasanya. Ada resah hati yang rasanya begitu sulit untuk didefenisikan.
Pikirannya selalu saja tertuju pada Sharena. Entah kenapa. Entah hanya kasihan dengan ceritanya tadi, ataukah ada rasa lain yang membuatnya tak bisa melupakan gadis itu. Tatap matanya yang memerah dengan air mata yang menggenang, rasanya seperti memancing rasa untuk memeluknya lebih lama.
“Kamu sudah selesai?” tanya Nayra membuyarkan lamunannya.
Edwin pun terkesiap sesaat, menatap pada piringnya yang masih ada makanan lalu mengangguk pelan. Makan malam kali ini terasa begitu hambar. Sejak pulang tadi, seperti hanya raganya yang berada di sini. Semua celotehan Calisa tentang mainan barunya pun, seperti tak menempel di dalam kepala.
“Semuanya baik-baik aja kan, Win?” tanya Nayra tiba-tiba. Perempuan itu menatap suaminya dengan pandangan bingung. Tak biasanya Edwin seperti ini. Sejak pulang, dia bahkan tak banyak bicara dan terlihat seperti orang yang kebingungan.
“Ha? Ya! Kenapa?” tanyanya balik. Wajah itu tampak gugup beberapa saat.
“Sepertinya kamu sedang memikirkan sesuatu!” ucap Nayra lagi.
Edwin lalu menggeleng lemah. “Tidak! Aku hanya memikirkan soal pasien.”
“Sharena bagaimana, Win? Dia sudah sembuh?” tanya Nayra lagi.
Sontak saja Edwin terpana kaget. Dia menatap Nayra beberapa saat. Tak bisa dipungkiri, nama itu benar-benar mengusik hatinya. “Ya. Mungkin dua hari lagi dia sudah bisa pulang. Dia hanya perlu kontrol beberapa kali,” jawabnya sambil menegak air putihnya hingga tak bersisa.
Nayra lalu menghela nafas berat. “Kasihan sekali ya. Benar ya, kekasihnya datang ke rumah sakit?”
Edwin hanya mengangguk lemah.
“Kenapa Sharena tidak mau menemuinya?” Nayra sepertinya sangat penasaran dengan kabar yang dia dengar di televisi.
Edwin pun mengangkat bahunya. Rasanya dia tidak mungkin bercerita hal ini pada Nayra. Dia juga tidak mungkin membeberkan apa yang dikatakan Sharena padanya. Semua itu terlalu rahasia untuk diketahui semua orang, tapi kenapa gadis itu malah mengatakannya padanya? Bukankah mereka tak saling kenal?
“Padahal Axel laki-laki yang baik. Kenapa Sharena seperti itu ya? Padahal katanya mereka mau menikah lho!” Nayra menyilangkan keduanya tangannya di dada. Tampak tak habis pikir.
“Tidak semua yang kamu lihat di televisi itu seperti yang terjadi sebenarnya, Ra!” celutuk Edwin mengingatkan.
Nayra pun menatap Edwin dengan sudut mata. “Masa? Sejak kapan kamu tahu apa yang sebenarnya terjadi di belakang layar, Win?” kilahnya menahan tawa.
“Bukankah semua orang suka dengan hal yang dramatis? Kadang hal yang sebenarnya singkat, diperpanjang dengan cerita-cerita yang tak perlu agar bisa menggaet banyak peminat. Iya, kan?” tanya Edwin balik.
Nayra menatapnya sambil tersenyum heran.
“Jangan berspekulasi. Yang terlihat baik belum tentu seperti itu adanya!” ujar Edwin lagi menatap Nayra dengan pandangan lurus.
“Sejak kapan kamu jadi tertarik begini dengan cerita-cerita di media?” Nayra tertawa lagi.
“Bukan tertarik. Aku hanya meluruskan. Kamu lihat sendiri, kan? Sekarang semua orang seolah menyalahkan Sharena dengan dia tidak mau bertemu dengan laki-laki itu. Dia datang dengan niat baik tapi malah diabaikan, tapi di balik itu semua, apa orang peduli dengan alasannya? Apa orang peduli dengan alasan kenapa Sharena tidak mau bertemu dengannya?” tanya Edwin lagi. “Kita hanya mendengar penjelasan dari satu pihak, jadi belum boleh menyimpulkan apa yang sebenarnya terjadi.”
Nayra terdiam lama. Tak habis pikir, kenapa Edwin terkesan membela gadis itu.