Setelah dua minggu berada di rumah sakit akhirnya Agatha pulang ke rumah. Dia tidak sabar dengan rencana yang akan dijalaninya nanti malam.
Agatha bergegas ke dalam kamar dan menguncinya dia tidak ingin Teja masuk ke sana biar saja dia tidur di luar, tidak jika Teja tidur di luar rencananya tidak akan berjalan.
Agatha membersihkan diri dan kemudian merebahkan tubuh sambil melihat ponselnya. Akan ada banyak pekerjaan yang menanti selama dia di rumah sakit, tapi itu lebih baik daripada di rumah dan melihat wajah sok polos suaminya itu.
Setelah agak lama dan merasa bosan Agatha bergegas ke lemari pakaian. Dia menatap tidak suka ke arah lemari itu, berani-beraninya pakaian mahal miliknya dicampur dengan pakaian kampungan. “Ah, menjengkelkan!” umpatnya sambil membuang seluruh pakaian Teja ke luar.
Dia kemudian memilih pakaian untuknya dengan asal dan menginjak pakaian Teja kemudian memakai baju. “Tidak-tidak ini tidak cukup.” Senyum miring muncul di wajah wanita cantik itu. “Nah, baru bergaya.” Agatha tertawa puas setelah melakukan kekejaman lain untuk Teja.
Tidak lama pintu kamar diketuk, dan saat Agatha membukanya wajah Tejalah yang dia lihat. “Apa!?” ketusnya.
“Ma … maaf, Non. Saya mau berbersih,” kata Teja gugup.
“Terus!?”
“Ba … baju saya ada di dalam.”
Dengan wajah tidak suka Agatha menyingkir dari bingkai pintu dan Teja masuk sambil membungkukkan badan menuju ke dalam kamar. Pemandangan pertama yang dia lihat saat masuk ke dalam adalah baju yang sudah berserakan di lantai.
Dengan cepat Teja berjalan ke tempat yang berantakan itu dan melihat bajunya terlah terpotong-potong menjadi tidak berbentuk. Teja mengangkat satu pakaian yang tengahnya sudah bolong besar.
“Itu pelajaran buat loe karena berani-beraninya loe masukkin pakaian kampung loe itu ke lemari gue,” ucap Agatha sambil melihat kuku jarinya yang sepertinya harus segera dibawa ke salon.
“Baik, Non akan saya ingat.” Teja tersenyum kemudian langsung membereskan pakaiannya, “saya akan tidur di kamar tamu malam ini.” Dia berdiri dan menuju ke pintu.
Langkahnya terhenti karena Agatha menarik ujung kausnya “Jangan tidur di kamar tamu, di sini aja ntar ayah marah lagi sama gue. Gak gue gak mau!” serunya.
Teja sangat senang mendengar hal itu sampai menjatuhkan pakaian yang dia bawa dan memeluk Agatha dengan lancang. Agatha tanpa berdosa mendorong Teja sampai terjatuh “Berani banget loe! Ngelunjak, ya!” bentaknya. Dia langsung ke luar dan membanting pintu kamar.
Dengan wajah memerah Agatha menuju ke dapur “Bi, buatin Agatha minuman dingin biar gak emosi lagi!” teriaknya.
Setelah minum jus segar buatan BiMin Agatha merasa sedikit tenang. “Akhirnya lega juga.” Dia berdiri dan bersiap menuju ke kamar untuk mengambil tas dan berencana pergi ke salon. Selama di rumah sakit dia belum perawatan sama sekali walau Agatha masih terlihat cantik.
“Mau ke mana?” tanya Andre yang didorong kursi rodanya dari arah kolam renang.
“Mau ke salon, Yah,” jawab Agatha masih belum berani menatap mata Andre, dia masih merasa bersalah karena kejadian dua minggu lalu. Ayahnya jadi sakit-sakitan dan saat dia jujur Andre tidak mau bicara bahkan menemuinya selama beberapa hari.
“Ajak Teja, belikan dia baju baru. Bajunya kamu potong semua ‘kan?”
Agatha terperanjat kaget karena ayahnya bisa mengetahui itu “Ta … tapi ….”
“Mau sama Teja atau pakai pengawal? Jangan kamu pikir ayah gak tau kelakuan kamu sama Teja. Ini rumah ayah banyak mata-mata ayah di sini,” tegas Andre masih marah oleh kelakuan putrinya itu. Baik yang dua minggu lalu mau pun sekarang.
“Iya, iya sama Teja,” jawabnya sambil cemberut.
Mereka akhirnya pergi bersama ke klinik kecantikan dan juga pusat perbelanjaan. Membuat Teja senang dan Agatha sedikit jengkel.
***
“Loe juga harus perawatan!” tegas Agatha.
“Maaf, kenapa ya, Non?” tanya Teja tidak mengerti sekaligus senang.
“Gue gak mau ya loe terlihat sangat kampungan pas jalan sama gue, bisa-bisa digosipin yang enggak-enggak lagi,” jawabnya sejujur-jujurnya dengan maksud lain yang disembunyikan.
Mereka berdua akhirnya menjalani perawatan di klinik mulai dari pijatan, akupunktur, memotong rambut, dan untuk Agatha sendiri adalah facial face, pedicure and manicure.
“Wah, akhirnya badan yang pegel-pegel terasa lebih lega.” Senyum lebar terpancar di wajah cantik itu, perawatan di klinik kecantikan langganannya memang selalu membuat dia senang. “Nah, saatnya belanja!” serunya sambil meninjukan kepalan tangan ke udara.
Sesampainya di pusat perbelanjaan Teja hanya dijadikan pesuruh untuk membawa seluruh tas belanjaan miliknya, pria itu tidak mengeluh sama sekali.
Agatha berbalik membuat Teja hampir saja menabrak pria bertubuh tegap itu. “Loe gak sadar ya gue jadiin pesuruh!?” ketusnya dengan heran.
Teja hanya menggeleng “Ini juga salah satu tugas suami tho, Non?” tanyanya lugu.
Agatha terbelalak, dia tidak menyangka apa Teja tanyakan itu. “Apakah memang pria dari kampung semua begini, ya?” tanyanya bingung dalam hati.
“Eh, Teja Sujaja anak kampung baru ke kota mana ada suami disuruh bawain belanjaan istri sambil ngikut di belakang kayak buntut, hah. Loe tuh polos apa gimana sih, heran gue, biasanya ‘kan suami itu digandeng tangannya lha kalau kayak loe namanya pesuruh!” jelas Agatha benar-benar kesal.
“Jadi, Non mau gandeng tangan saya?” Teja menyodorkan tangannya.
“Auk, ah bodo amat!” Agatha kembali memakai kacamata hitamnya dan berjalan lagi. Tidak lama ponsel Agatha berdering dan saat dibuka ternyata pesan dari Andre yang berisikan bahwa Agatha tidak boleh lupa membelikan baju untuk Teja.
Agatha berdecak kesal “Buruan kita beli baju loe!” serunya sambil menuju ke salah satu toko tempat menjual pakaian pria. Padahal dia masih ingin berbelanja sepatu.
Teja mengikuti dengan senyum yang terukir di wajahnya, lesung pipi langsung terlihat di sana menambah kesan manis pada wajah Teja.
“Biar gue aja yang pilihin pakaian buat loe, pakaian loe semua tuh malu-maluin,” sungut Agatha sambil mengambil beberapa baju di tangannya. “Dah nih cobain semua. Tarok dulu itu belanjaan di bawah.” Agatha memberikan semua baju yang dia pilihkan, tanpa protes Teja langsung menerimanya dan berganti di dalam ruang ganti.
Sambil menunggu Teja, Agatha mencarikan beberapa tuksedo, dan pakaian formal lainnya. Alasannya hanya agar saat ada acara lelaki yang baru resmi menjadi suaming selama seminggu lebih itu tidak mempermalukannya walau tentu dia berharap tidak akan ada acara apapun lagi.
“Gimana?” tanya Teja sambil ke luar dari ruang ganti, Agatha yang sudah selesai mencari baju formal hanya manggut-manggut saja.
“Ganti, sama sekalian coba ini,” pintanya lagi. Membuat Teja berkerut dahi. “I … ini mau dibeli semua?” tanya Teja dengan gugup. Melihat harga baju yang dia kenakan saja sudah membuatnya akan pingsan, apalagi kalau sampai benar semua baju itu akan Agatha belikan untuknya. “Gak usah deh, Non. Saya beli baju di pasar aja,” tambah Teja saat tidak ada jawaban dari Agatha tentang pertanyaannya.
“Cerewet loe kayak bebek, udah sana ganti aja kenapa, sih ribet deh!” seru Agatha mulai emosi, “soal uang gak usah loe pikirin ayah yang bayar semuanya, makannya bersyukur dan tau diri dikit loe.” Agatha berdiri dan langsung mendorong Teja untuk masuk ke tempat ganti pakaian, dia sudah tidak sabar membeli sepatu di tokoh seberang karena sudah terlihat olehnya dari sini.
Setelah memilih mana yang cocok, Agatha langsung membayar semuanya menggunkan kartu hitam milik ayahnya. Mereka langsung menuju toko yang Agatha inginkan dari tadi, tapi baru akan jalan ke toko seberang perasaan Agatha sudah tidak enak.