loader image

Novel kita

Jodoh Penjaga Wasiat – Bab 7

Jodoh Penjaga Wasiat – Bab 7

Itu Suaminya?
73 User Views

 

Selesai Teja berganti pakaian tidak lupa juga dia menyemprotkan minyak wangi ke seluruh badan seperti yang Andre minta.

Bau semerbak dari parfum mahal yang tidak Teja tau itu tercium ke seluruh toilet. Tentu saja tidak akan ada yang tau kalau itu parfum mahal karena diletakkan di botol plastik kecil.

Saat Teja ke luar dari toilet beberapa orang mencium bau parfumnya “Kok wangi banget ya,” kata seorang karyawan wanita yang mengenakan rok hitam.

“Kayaknya dari Mas-mas yang itu,” tunjuk temannya ke arah Teja.

“Eh, bukannya itu ….” Wanita berok hitam mengantung ucapannya.

“Apaan?” tanya temannya penasaran. Wanita berok hitam celingukan melihat sekitar memastikan Agatha tidak ada di sana.

“Bukannya itu suami Bu Agatha,” bisiknya.

“Ah, masa itu suaminya?” tanya temannya tidak percaya.

“Rumornya sih, gitu. Cowok keker, berotot, kulit eksotis, muka polos ala anak dari kampung. Gitu beritanya gak salah berarti ‘kan?”

“Sst! Udah ah jangan bikin gosip orang kayak gitu ‘kan gak hanya dia aja. Udah yuk, tau Bu Agatha bisa dipecat kita,” ujar temannya memperingati. Mereka kemudian segera menuju ke tempat kerja mereka sehabis dari toilet.

***

“Eh, ma … maaf, Mas,” kata Aqilla malu karena mencium bau harum dan dia mengendus-ngendus sampai hampir menabrak perut berotot milik Teja.

“Ndak apa-apa, Mbak,” jawab Teja sambil tersenyum.

“Sebentar lagi kamu akan diperkenalkan dengan seluruh karyawan jadi siap-siap ya, saya mau manggil mereka dulu,” ucap Aqilla bermaksud ingin permisi.

“Saya banyu, Mbak,” tawar Teja.

“Boleh.” Mereka akhirnya pergi memanggil semua karyawan.

Sementara itu Agatha masih sibuk memikirkan kenapa bisa Teja lebih dulu sampai daripada dia. Dia telah melupakan kehebatan ayahnya sendiri, tapi pikiran Agatha tidak hanya penuh dengan hal itu. Dia juga memikirkan pidato apa yang akan diberikan saat pengenalan Teja, rencana apalagi yang bisa dia lakukan untuk menyiksa Teja.

“Bu, semuanya sudah siap,” kata Aqilla membuyarkan lamunan Agatha. Agatha mengangguk dan segera mengikuti Aqilla.

“Sebelumnya selamat pagi menjelang siang saya ucapakan,” ujar Agatha memulai pidatonya.

“Pagi, Bu,” jawab mereka serempak.

“Baik, saya tau ini mendadak tapi kita akan kedatangan karyawan baru bernama Teja. Dia akan saya tempatkan di bagaian kebersihan karena memang kita sedang membutuhkan dan saya lupa terus hal itu. Kalian boleh merepotkan Teja, repotkan saja dia serepot-repotnya. Sekian,” jelas Agatha mengakhiri pidatonya yang aneh itu.

Setelahnya mereka semua bubar dan Teja mulai bekerja. Senior Teja di tempat itu mengajarinya dengan telaten dan sabar. Sementara Agatha masih memikirkan cara membuat Teja kapok hari ini setelah bagian pidato terselaikan, dia memang sengaja mengatakan hal itu agar Teja repot sendiri dan benar saja semua orang langsung minta tolong padanya.

“Panggil OB baru suruh buatkan teh,” pinta Agatha kepada Aqilla. Aqilla mengangguk kemudian langsung mencari Teja yang kebetulan lewat membawa setumpuk kertas.

“Mas, Mas Teja!” seru Aqilla membuat Teja berbalik.

“Ya, kenapa Mbak?”

“Buatkan teh untuk Bu Agatha, ya.”

“Iya, sebentar saya nganterin ini dulu ya Mbak.” Teja langsung pergi setelah menerima anggukan dari Aqilla.

Teja tau setau kantor berbisik-bisik saat melihatnya secara sembunyi-sembunyi beberapa kalimat yang dia dengar adalah menyangkut pernikahannya dengan Agatha. Tapi pertanyaan yang paling sering ditanyakan mereka adalah apakah Teja adalah suami Agatha.

***

“Silakan, Bu tehnya.” Perlahan Teja meletakkan teh yang sudah dia buat dengan hati-hati di atas meja kerja Agatha.

“Hmm.” Agatha hanya berdehem untuk menjawabnya. Agatha dengan sengaja menumpahkan teh itu ke kaki Teja dengan pura-pura menata berkasnya, “aduh maaf, ya,” kata Agatha sambil melihat kaki Teja dari balik mejanya.

Teja langsung berjongkok bukan untuk mengipaskan kakinya atau meringis, tapi malah memunguti pecahan gelas teh yang jatuh. “Gak apa-apa, Bu. Akan saya buatin lagi,” jawabnya tanpa mengalihkan pandangan dari pecahan gelas yang diletakkan ke nampan.

Kaki Teja yang memakai sandal jepit karet terlihat melepuh, dia berjalan dengan agak kesulitan sehingga terlihat pincang menuju ke pantry. Aqilla hanya bisa diam melihat langkah kaki Teja yang pincang tanpa menanyakan apapun, karena dia bisa melihat semua kejadiannya dari balik kaca tembus pandang di sebelah meja kerjanya.

Agatha hanya tersenyum sedikit, tapi lagi-lagi sifatnya yang mudah merasa bersalah itu langsung memintanya untuk minta maaf. Rasa benci dan bersalah berkecamuk di dirinya. Agatha meremas-remas kertas kosong sampai tidak berbentuk dan membuangnya ke tong sampah. “Oke, setelah semua penyiksaan ini,” batinnya sudah memutuskan.

Agatha menggelengkan kepala, tidak dia harus melakulannya sekarang juga agar dia bisa fokus bekerja tanpa beban pikiran apapun. “Aqilla, panggil OB baru ke sini,” pinta Agatha pelan yang sudah terdengar ke Aqilla. Aqilla melihat ke kaca tembus pandang di samping meja kerjanya itu kemudian mengangguk, dia bergegas memanggil Teja.

“Dipanggil Bu Agatha lagi,” ujarnya.

“Iya, sebentar ini udah mau jadi,” jawab Teja sambil terus mengaduk teh buatannya, setelahnya dia langsung mengambil nampan dan meletakkan teh itu di atasnya.

Sementara itu Agatha menelepon seseorang dan memintanya melakukan sesuatu. Agatha memijit kepalanya yang mulai sedikit sakit karena sering marah-marah sejak kedatangan Teja ke kehidupannya yang tenang itu.

Dengan perlahan, hati-hati, dan sedikit pincang Teja membawa minuman itu sedangkan Aqilla dengan setia menemani di sampingnya menyeimbangkan langkah mereka. “Mas, mau saya bantuin aja?” tanya Aqilla tidak tega.

“Jangan, Mbak ini ‘kan bukan kerjaan Mbak.” Teja tersenyum manis. Akhirnya sampai juga mereka di depan ruangan Kerja Agatha. Aqilla membukakan pintu dan menahannya agar Teja bisa membawa teh itu tanpa harus kesulitan.

“Makasih,” kata Teja saat melewati Aqilla dan hanya dibalas senyuman darinya.

“Lama banget!” ketusnya.

“Maaf, Non.” Perlahan Teja meletakkan cangkir bergambar bunga teratai itu untuk kedua kalinya.

Agatha melotot saat dipanggil begitu. “Kalau di kantor panggil saya Ibu bos!” serunya lagi-lagi marah.

Teja menundukkan kepalanya “Maaf.” Untuk kesekian kalinya dia mengatakan itu, ternyata pengalaman bekerja di rumah makan di kampung Teja dulu sangat berbeda dengan saat ini dan dia baru menyadarinya setelah mengalami langsung.

Agaha menghela napas lelah dan kemudian meminum teh yang ternyata tidak buruk juga rasanya. “Mau ke mana kamu?” tanya Agatha sambil menyenderkan kepala di kepala kursi.

“Ke luar, Bu.”

“Memang sudah saya suruh?”

Mendengar pertanyaan itu Teja kembali berbalik dan kembali mengucapkan kata maaf. “Tunggu sebentar di sini. Duh, lama banget dia,” kata Agatha tidak sabar sambil melihat jam di laptopnya sekilas.

“Permisi.” Perkataan itu disusul suara ketukan pintu. Akhirnya yang Agatha tunggu datang juga.

Jodoh Penjaga Wasiat

Jodoh Penjaga Wasiat

Score 10
Status: Ongoing Type: Author: Released: 2023
  Agatha tidak pernah mau dijodohkan oleh Teja, dia menikahi Teja hanya karena wasiat orangtuanya--Andre dan Dita. Sejak Andre meninggal Agatha menghalalkan segala cara agar Teja mau menceraikannya, bahkan sampai menghilangkan mahkotanya sebagai seorang wanita kepada yang bukan suaminya. Di sisi lain Aqilla terus mengejar cinta Teja, dan ingin berada di sisi pria itu. Semua kembali berbalik saat Agatha mengetahui fakta alasan perjodohan mereka yang selama ini ditutupi rapat-rapat oleh kedua orangtuanya dan Teja, tidak hanya itu Agatha juga mengetahuu fakta mengerikan tentang Indra--kekasihnya sekarang membuat Agatha ingin kembali ke sisi Teja. Apakah yang akan Teja lakukan? Apakah Teja masih ingin bertahan?

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!

Options

not work with dark mode
Reset