“Mereka mencoba membunuh ayahku?” Maya langsung menangis tersedu mendengar perkataan orang kepercayaan ibunya tentang apa yang terjadi kala itu.
“Iya, itu yang aku lihat. Mereka mencoba membunuhnya dengan suntikan yang aku yakin isinya racun,”
“Kau berusaha menghentikannya?”
Ikbal mengangguk perlahan sambil menggigit ujung bibirnya, dia tau perkataan ini akan membuat putri cantik Tuan Winata sangat terpukul.
“Kau tak usah takut begitu, ini adalah fakta. Aku tau aku tak akan bisa membuat mereka segera mendapatkan balasan, tapi ini akan membuatku lebih membenci mereka.”
“Iya, kau harus hati-hati padanya. Kau harus hati-hati. Hanya itu yang bisa aku katakan padamu, mereka itu kejam!”
Maya melebarkan senyumannya lalu terkekeh.
“Kau harus kuat, May,” bisik Yuki yang masih setia berdiri di samping temannya ini. “Jangan terlalu dipikir. Kau juga harus jaga kesehatan!”
Saat mereka berbincang panjang di dalam warung, tiba-tiba Mike berjalan cepat mendekati Maya yang masih terduduk bersandar tembok.
“Puas kau, ya?!” sergap Mike membuat Maya terpaksa duduk padahal dia sudah sangat lelah dengan hal buruk yang dia baru ketahui hari ini.
“Kau mau apa?!” tanya Yuki yang segera menghalangi tubuh Mike dari Maya yang belum siap untuk diserang.
“Miya pingsan di kamar mandi. Tubuhnya itu masih sangat lemah jadi tak boleh banyak pikiran!”
Melihat warna wajah Mike yang begitu aneh, Mayapun tak berhenti memperhatikannya. Rasanya setahun pacaran dengan pria bertubuh atletis ini baru rasanya kali ini dia melihat Mike bisa semarah ini padanya padahal dia tak melakukan apapun pada saudara kembarnya itu.
“Kenapa kau diam saja? Kau tau kan kau salah saat membuatnya ketakutan tadi pagi?!”
“Aku? Aku membuatnya takut!” teriak Maya yang tiba-tiba mendapatkan keberanian yang entah dari mana. “Aku hanya menyapa kembaranku, kau yang membuatnya ketakutah. Jangan membulak balikkan fakta!”
“Jangan mengelak! Dasar tukang manipulasi pikiran!”
“Eh, apa yang kau maksud dengan manipulasi pikiran. Aku tak melakukan apa-apa. Bicara saja aku belum!”
“Kau memang selalu membangkang!” teriak Mike lalu meninggikan tangannya bersiap untuk menampar wajah Maya yang meninggikan dagunya dan membelalakkan mata menantang Mike yang begitu kasar hari ini.
“Hey! Cukup! Jangan kau sampai berani menyentuh tubuh Nona!” teriak Ray yang berjalan cepat mendekati Mike lalu meraih tangan pria tinggi besar itu untuk memastikan dia tak akan menyentuh Maya.
“Siapa kau?” teriak Mike tak terima.
“Kau yang siapa? Berani-beraninya kau mau menyakiti Nona. Kau ini laki-laki, harusnya kau melindungi Nona atau paling tidak ajak dia bicara baik-baik sebelum menyulut marahmu sendiri!”
“Ih! Kau! Lepaskan tanganku! Kau pasti sekongkol dengannya!” teriak Mike lalu kuat-kuat menarik tangannya dari genggaman Ray.
“Ray, biarkan saja! Aku mau lihat apa yang akan dia lakukan padaku. Pukul aku Mike, lakukan saja. Aku ingin kau meluapkan marahmu padaku, agar aku punya alasan untuk membencimu lebih dalam!”
“Kau menantangku!” teriak Mike yang segera membusungkan dadanya hingga wajahnya tinggal beberapa senti saja dari wajah Maya, wanita yang dulu sangat dia cintai.
“Lakukan!”
“Tapi, Nona!”
“Biarkan saja dia, Ray. Biarkan dia melakukan apapun yang dia mau,”
Mendengar perkataan Maya yang lembut, Mike luluh juga. Rasa cinta yang dulu pernah dia rasakan pada gadis ini kembali menyelimuti ingatannya hingga dia tak sanggup lagi menatap mata Maya yang coklat tua begitu cantik.
Hah!
Mike berteriak lalu membalikkan badannya, dia tak sanggup lagi ada di dekat Maya dan memilih untuk pergi dari warung agar tak ada orang bisa melihat air matanya menetes ke pipinya yang putih.
“Apa yang terjadi dengannya?” tanya Ray dengan senyuman setengah yang membuat wajahnya begitu tengil.
“Aku rasa dia masih ada rasa dengan Nona Maya. Itu pasti, dia masih ada rasa padamu!” ucap Ikbal berulang-ulang.
“Kenapa kau berkata begitu, Ikbal! Bisa saja dia seperti itu hanya karena dia tau dia kalah dari kita,” bisik Ray sambil terus menatap Mike yang berlari tunggang langgang seperti orang kesetanan.
“Dia itu masih ada rasa pada Nona Maya, kalau tidak, dia pasti sudah menghajar Nona yang katanya sudah mengacaukan. Entah mengacaukan apa?!” Ikbal mengangkat bahunya tinggi-tinggi dan Ray yang geli melihat apa yang dilakukan Mike kemudian terkekeh.
“Kau yakin dia masih ada rasa denganku,” tanya Maya lalu tersipu.
“Pasti masih ada rasa, Nona. Aku tau itu!”
“Ih, yakin sekali kau!” ketus Yuki lalu menyenggol Ikbal dengan sikunya.
“Iya, dia masih ada rasa. Aku yakin itu. Kalau tidak dia pasti sudah membunuh Nona saat kalian ke Batu!”
“Hah!” Maya kembali terbelalak mendengar penuturan Ikbal yang begitu ringan.
“Oh, apa saat kami pergi ke Batu berdua menuju rumah rahasia Tuan Winata?” ucap Ray mencoba mengingat kejadian beberapa hari yang lalu.
“Benar! Saat itu aku tau Mike menyusul, dia membuntuti kalian tepatnya. Dia bersiap menambrak mobil yang kau kendarai tapi Mike malah mengerem agar bemper mobil tak sampai menyentuh mobil yang kau kendarai!”
“Aku ingat, saat itu memang ada mobil yang mengikuti kami, tapi saat kami akan masuk ke villa justru Mike yang sampai duluan!”
“Fix, berarti Mike sebenarnya masih bisa kita peralat untuk membantumu melawan Inaya, Non!” seru Ray dengan bersemangat.
“Hah! Kau mau aku apa? Menjadikan Mike alat melawan Inaya?!”
Ray terkekeh lalu menepuk bahu Maya yang tegang. “Tidak usah kau pikirkan caranya. Pokoknya kita dekati dulu saja dia,”
Maya menghela nafas panjang. Dia tak menyangka jika Ray tak cuma mahir mengendarai mobil tapi juga mahir mengendalikan keadaan.
“Kau kenapa?” tanya Yuki melihat keraguan di wajah temannya.
“Sebenarnya aku tak masalah kalau sampai kita menghadapi Inaya dengan Mike. Cuma aku takut kalau…”
“Kalau apa?” Yuki, Ikbal dan Ray bertanya bersamaan.
“Aku takut main hati lagi dengan Mike. Itu akan jadi sangat berat bagiku karena kalau aku sedang jatuh cinta, aku suka jadi bego!”
“Astaga!” Yuki menepuk keningnya.
“Benar! Kau memang suka lupa diri kalau sudah dekat pria yang kau suka. Jadi bego, tak bisa dikasih tau dan yang paling parah suka mudah diporoti!” kekeh Ray.
“Ih, kau kenapa jadi meledekku begitu. Kau ini tak tau diri, ya. Kau ini cuma supir! Hati-hati kalau bicara!” Pipi Maya nampak memerah dan diapun segera menutupi wajahnya dengan telapak tangannya.
Melihat Maya kembali jadi pemarah, Ray bukannya terdiam, dia malah melanjutkan kekehannya membuat Maya semakin malu dibuatnya.
“Ray, diam!” teriak Maya lalu memukul supirnya dengan lembut membuat Ikbal dan Yuki jadi semakin senang untuk menggoda Maya.
“Sudah! Sudah!” pinta May adan kali ini Ray menurutinya.
“Iya, benar! Kita jangan lama-lama menertawakan dia. Sekarang kita pikirkan bagaimana mendekati Mike agar kita bisa melawan Inaya!”
“Mmm!” Maya menghela nafas panjang sambil memejamkan matanya. “Aku tak tau, beri aku ide!”
“Bagaimana kalau begini,” bisik Ikbal yang mendapat ide cemerlang untuk nonanya.