“Mari kita mulai,” bisik Maya begitu melihat sikap welcome dari mantan kekasihnya ini.
“Mulai, apanya?”
“Oh!” kekeh Maya lalu meraih tangan Mike dengan mata genit yang dia harap dapat membuat pria tampan ini kembali jatuh ke pelukannya.
“Mmm, baiklah. Aku akan meninggalkan kalian berdua,” tutur pelayan Mike lalu melangkah pergi menjauh dari keduanya.
Tentu situasi ini sangat sesuai dengan apa yang diinginkan Maya dan teman-temannya. Dia kemudian mulai berbincang manja dengan Mike meski tetap saja sesekali matanya menatap tajam ke arah Mike mengingat kebencian yang sudah tertanam dihatinya.
“Kau mau makan apa?” tanya Mike saat perutnya mulai keroncongan.
“Aku? Apa ya? Aku tak tau Ibu pelayan masak apa,”
“Biar aku tanyakan. Pokoknya kau jangan pergi dulu!”
Maya menangguk perlahan lalu menunggu sambil menangkat kedua kakinya di atas sofa. Dia terus menatap ke arah pintu tempat Mike pergi menanyakan menu makan siang mereka hari ini.
Tilulit!
Ponsel Maya berdering dan matanya segera melirik pada pesan singkat yang baru saja dia terima.
‘Hi, lama sekali kau di dalam. Semua aman?’
Begitu pesan yang dikirimkan Ray dan langsung di jawab Maya dengan dua huruf. ‘OK!’
“Siapa?” tanya Mike yang kembali dengan sebuah nampan besar berisi dua mangkok soto ayam yang asapnya masih mengepul ke wajah mulus Mike.
“Ini, supirku! Dia bertanya jam berapa aku akan pulang,”
“Bilang kalau kau sibuk! Kenapa sih dia selalu saja menanggung kita!”
“Kita?” Mata Maya jadi juling dibuatnya. “Memangnya kapan dia menganggu kita?”
“Bukannya barusan itu?”
“Ih!” Maya terkekeh lalu menghentikan perdebatan yang pasti tak akan usai itu. “Kita makan saja, aku sudah lapar,” lanjut Maya dengan manja lalu membantu Mike menata mangkuk di nampan yang dia bawa untuk bersiap untuk makan.
Makan siang yang sederhana namun nikmat, Maya akhirnya bisa kembali dekat dengan Mike dan ini yang memang dia rencanakan bersama Ikbal di warung depan kampusnya.
Dia lalu menggelayut manja di lengan Mike berharap pria ini semakin yakin jika dia masih memberikan kesempatan untuk pria ini memperbaiki keadaan.
“Kau yakin akan kembali padaku?” tanya Mike yang tangannya langsung melingkar manja di pinggang kekasih hatinya itu.
“Tentu! Aku akan tetap jadi milikmu apapun yang terjadi,”
Mendengar gombalan Maya tentu Mike yang memang playboy langsung terkekeh. Kata-kata ini tak pernah keluar dari bibir Maya sebelumnya sehingga Mike merasa ini adalah kata yang tulus.
“Kau sudah kenyang, kan? Kenapa kita tak minum?”
“Minum?” Mike menatap Maya mencoba mengerti kata-kata yang ambigu ini.
“Iya, minum air putih. Kok kaget, apa salahnya habis makan kita minum?”
“IH!” Mike memukul keningnya merasa pikiran di dalam otaknya tak seharusnya muncul kala itu. “Iya, tentu saja minumnya air putih! Memangnya mau minum apa?” tanya Mike lalu kembali ke dapur untuk mengambil dua botol air mineral di dalam kulkas.
Krek
Pintu kulkas terbuka tapi mata Mike tak terarah pada air mineral yang diminta Maya, dia malah melirik pada dua botol bir berwarna kuning keemasan yang memang merupakan minuman favoritnya.
“Apa ini saja ya yang aku antar ke Maya?” bisik Mike bimbang namun terus menatap dua botol dingin bir yang seakan melambaikan tangan padanya.
“Mike!” panggil Maya karena kekasihnya ini sudah pergi terlalu lama. “Cepat sedikit,”
“Iya!” sahut Mike yang akhirnya meraih dua botol bir untuk dia bawa ke ruang tengah.
“Eh! Apa itu?” tanya Maya pura-pura tidak tau.
“Ini adalah minuman dingin. Alkoholnya hanya sedikit. Jadi kau tak akan mabuk karenanya,”
‘Mmm. Bagus,rencanaku semakin dekat,’
Maya menoleh ke arah pintu berharap benar-benar tak ada orang yang akan mengacaukana rencananya kali ini. “Aku tutup dulu pintunya. Ibumu pasti marah kalau tau kau minum di siang bolong begini,”
Tanpa menunggu persetujuan Mike, putri Tuan Winata ini lansung melangkah menuju pintu dan menutupnya. Tak cuma menutup, Maya juga memutar kunci yang terpasang di gagangnya berharap tak ada yang menganggunya.
“Mari kita minum!” seru Maya bersiap untuk melanjutkan rencananya.
Mike yang tiba-tiba begitu percaya pada Maya langsung membuka tutup botol bir berukuran 620 Ml itu dan perlahan meneguknya tanpa dituang dulu ke gelas.
“Eh!” Maya menatap Mike dengan heran.
“Kenapa?”
“Kau minum langsung dari botol?” ucap Maya yang memasang wajah kaget namun sesaat tersenyum tipis.
“Iya, aku biasa minum segini,”
“Wah, kau tak mabuk kalau banyak minum begitu?”
Mike menggelengkan kepalanya lalu terkekeh, pertanyaan itu tentu sangat menggelikan mengingat dia sangat biasa minum bir dalam jumlah banyak.
‘Pasti dia pikir aku akan menurut saja minum bir sebanyak ini,’ Maya lalu memutar matanya meraih tasnya dan membukannya dengan cepat untuk bersiap memasukan obat pemberian Ikbal yang kabarnya dapat membuat peminum sehebat apapun mabuk karenanya.
Tilulit!Pesan singkat di ponsel Maya kembali berbunyi dan Maya cepat-cepat mengintip isi pesan yang masuk.
“Itu pasti supirmu lagi, kan?” tanya Mike dengan ketus.
“Eh! Bukan! Ini Ibu!” tutur Maya lalu menunjukkan pesan singkat yang memang datang dari ibu kandungnya. “Ini, baca saja. Dia tanya jam berapa aku pulang,”
“Bilang saja kau akan menginap di sini, kita habiskan waktu kita berdua di dalam kamarku dan biarkan saja semua orang menjadi tau kalau kita sudah kembali bersama!”
“Wah!” Maya melebarkan matanya lalu tersenyum manis. “Apa itu berarti kau tak takut kalau Miya tau aku ada di sini?”
“Untuk apa aku takut?! Aku sudah muak dengannya, aku kan sudah bilang tadi. Biar dia tau kalau aku tak mencintainya. Dia itu wanita yang terlalu manja dan mudah diperdaya. Terlalu gampang aku merainya. Jadinya tidak seru,”
“Ups!” Maya melebarkan matanya. Rasanya ingin sekali dia menghajar wajah pria tampan yang mencuri hatinya ini karena sudah begitu berani mengatakan hal buruk tentang saudara kembarnya.
Tapi tentu dia tak akan melakukan itu, misinya saat ini adalah membuat Mike tau kalau dia begitu menuruti perkataannya.
“Eh, mana obatnya,” bisik Maya saat obat pemberian Ikbal di warung depan kampusnya tak dia temukan.”Kau cari apa?” tanya Mike yang mulai curiga pada Maya yang tak juga meminum bir pemberiannya.
“Ini, aku mau minum obat tapi aku lupa meletakkannya dimana?”
“Yang ini!” ucap Mike sambil menangkat tinggi sebutir obat berwarna pink yang masih terbungkus plastik obat dengan rapi.
“Eh, kau temukan itu dimana?”
“Kau mau minum obat ini?” tanya Mike yang segera tau apa fungsi obat yang ada di dalam tak mantan kekasihnya itu.
“Memangnya kau tau itu obat untuk apa?”
“Tentu saja aku tau!” tegas Mike.
“Sial! Dia tau lagi itu obat apa?”
“Kau mau minum atau mau kau masukkan ke minumanku?” Mike menyeringai.
‘Aduh, gimana nih!’ Maya mulai kikuk dibuatnya.