Maya menatap mata Mike yang begitu membingungkan, satu sisi dia terlihat jadi korban fitnah kembaran Maya, tapi di sini lain justru dia terlihat begitu meragukan meski alibinya meyakinkan.
“Kita jadi ke Surabaya?” tanya Maya saat akhirnya dia tak tau lagi harus melakukan apa di ruang tengah rumah mewah Mike.
“Iya, kita ke Surabaya saja. Aku mau menunjukkan sesuatu padamu,”
Tentu ajakan Mike itu membuat mata Maya berbinar, dia tak menyangka jika mantan kekasihnya ini punya banyak cerita yang ingin dia sampaikan saat ini.
Mayapun bergegas mengirimkan pesan singkat pada Ray berharap supirnya bisa membuntuti mobil yang akan membawanya hingga ke tempat yang begitu ingin ditunjukkan oleh Mike.
“Kita kemana?” tanya Maya saat mobil mulai melaju lambat menyusuri jalan raya Malang-Surabaya tanpa masuk gerbang tol.
“Kita ke kota, kau pakai saja sabuk pengamanmu dan tunggu aba-aba dariku,”
“Aba-aba!” Isi kepala Maya langsung berdendang bersiap untuk menunggu aba-aba yang dijanjikan Mike padanya.
Tangannya sesekali menggenggam pegangan pintu mobil melerai detang jantungnya yang berderu seakan siap untuk membawanya lari.
“Eh, itu mobil Ray?” bisik Maya saat ujung matanya akhirnya dapat kembali melihat mobil Audi hitamnya yang dikendarai pelan oleh supir mudanya.
“Kau lihat siapa?” tanya Mike yang tak berhasil melihat mobil milik keluarga Winata itu.
“Tidak! Itu seperti temanku, tapi bukan,” lirih Maya berharap Mike tak melihat Ray yang melaju semakin lambat kemudian menepi sesaat.
‘Untung dia pintar,’
“Kamu lihat siapa, sih?” Mike mulai terlihat kesal dengan mata Maya yang tak bisa berbohong jika dia masih saja melihat spion entah mengarah kemana.
“Tidak, Sayang. Kenapa kau jadi curigaan begitu, sih!”
“Semenjak supir itu mengaku sebagai pacarmu aku jadi menduga jika kau akan berselingkuh dariku,”
“Lah! Itu cuma candaan. Percayalah, tak akan mungkin aku berpaling hati secepat itu darimu, Mike!”
“Tentu saja, aku ini crazy rich, tak mungkin dia yang miskin itu bisa menyaingiku, kan?”
“Hehehehe!” Maya terkekeh mencoba menutupi kekesalannya pada pria yang kesombongannya sudah sampai ke ubun-ubun itu. “Dia memang tak ada apa-apanya denganmu,”
“Tentu saja,” ujar Mike penuh percaya diri.
Mobil melaju kencang dan merekapun tiba di Surabaya tepat pukul jam 7 malam di hotel yang diceritakan Mike dan itu artinya Maya harus rela menginap di kota ini.
“Ini sudah malam,” bisik Maya yang sibuk mengirimkan pesan pada ibunya. “Tapi kita baru saja tiba,”
Mike mengangguk sambil menggandeng erat tangan Maya memasuki hotel mewah di pusat Kota Surabaya yang merupakan milik keluarganya.
Meski tampak tak memperhatikan gerak-gerik wanita yang dia cintai, tapi mata elangnya segera melihat jemari Maya yang sibuk mengetik pesan di layar ponselnya yang diredupkan.
“Kau kirim pesan ke siapa lagi sekarang?” ketus Mike yang masih saja curiga pada mantan kekasihnya itu.
“Ini ibuku, lihat saja. Ya ampun. Kenapa kau jadi cemburuan sekali, sih?”
“Hehehehe! Itu tandanya aku tak mau kau lari dariku, Maya!”
“Mmm, kau tak mau aku lari tapi jadinya aku ini adalah tawananmu, kau bikin kesal dan selalu saja seperti ini dari dulu. Padahal kan kamu ya…” Mata terbelalak saat matanya dengan jelas melihat Miya tiba-tiba berdiri di depan mereka dengan bertolak pinggang.
“Ahh! Miya! Sayang!” Mike langsung kikuk dibuatnya dan lidahnya terlihat begitu kelu hingga tak bisa mengatakan apapun di depan Miya yang datang seorang diri.
“Oh, jadi kau kembali ke pelukan kakakku?”
“Miya, dengar dulu. Ini semua salah paham. Kami memang datang ke hotel berdua, tapi kami tak berniat,”
“Berniat atau tak berniat tapi jelas kalau kau membawanya kesini, kan?”
“Kenapa kau jadi kaku di depan adikku? Bukannya kau memang mau aku menginap di hotel ini denganmu karena sudah bosan padanya,”
“Maya! Jangan bicara sembarangan, aku dan kau bukan apa-apa. Kita sudah putus, jadi jangan berharap aku mau kembali padamu!”
“Oh! Kau tak mau aku kembali padamu? Lalu untuk apa kau tunjukkan semua percakapan adikku padaku?” tekan Maya sambil menyeringai.
“Apa?! Kau tunjukkan percakapan kita yang mana? Kau bodoh!” teriak Miya begitu kasar membuat Maya yang bahkan sudah sejak dalam kandungan bersama terkaget dibuatnya.
“Kau! Kenapa kau jadi kasar begitu? Kau tak seperti adik mungil yang aku kenal, Miya. Kau berani mengatai Mike seperti itu?”
“Diam kau!” hardik Miya yang sudah jengah dengan kepura-puraannya selama ini. “Aku sudah muak dengan keluarga kita.”
“Apa maksudmu?”
“Sejak kecil, aku selalu saja harus mengalah darimu. Semua mainanku adalah milikmu juga, tapi semua mainanmu bukan milikku. Aku harus mengalah untuk semua hal termasuk soal Mike. Kini aku mau kau dan semua orang dengar kalau aku sudah muak!”
“Uh!” Dada Maya seperti ditikam sembilu, semua kata-kata adiknya memang benar adanya, tapi dia tak menyangka jika kesabaran kembarannya ini bisa juga habis.
“Jangan lihat aku seperti itu, Mike. Katakan padanya siapa yang kau pilih. Aku dan anak yang ada di kandunganku atau dia yang kejam dan ketus!” teriak Miya membuat Maya semakin tak menyangka akan perkataan yang meluncur deras dari bibir adiknya.
“Aku…,”
“Iya, pilih aku atau dia! Cepat!”
“Miya, apa harus secepat itu?” Mike menundukkan kepalanya seakan kehilangan semua keberanian yang tertumpuk tinggi menjulang saat Miya belum tiba di hadapannya.
“Iya, katakan sekarang. Biar aku pergi sekalian dan tak kembali lagi. Aku bosan terlihat lemah di depan kakakku yang sombong ini,”
“Eh! Kenapa kau bisa bilang begitu? Sejak kapan aku sombong!”
“Diam!” Miya mendorong tubuh Maya sekuat tenaga hingga harus mundur beberapa langkah ke belakang.
Untungnya dibelakang Maya ada sebuah sofa hotel besar yang empuk hingga dia bisa mendarat dengan selamat di sana.
“Kau! Kenapa denganmu? Kau seperti bukan adikku!”
“Diam!” teriak Miya sekali lagi dan kali ini tangannya yang meraih ujung baju Maya yang masih belum bisa bangkit dari sofa hotel.
“Mike! Kenapa kau diam saja? Lerai dia!” teriak Ray yang mendekati Maya lalu memisahkan keduanya agar perkelahian tak berlanjut.
“Kau! Siapa kau hingga berani menyentuh Maya?!” tanya Mike lalu mendekati Ray yang berhasil menghalangi tangan Miya yang begitu kasar meraih kerah baju Maya.
“Apa aku harus jadi seseorang untuk wanita yang aku lindungi dulu? Kau ini kenapa sih?” tanya Ray yang pesonanya membuat Maya langsung tersipu.
“Ih, kau jangan memasang wajah seperti itu. Lihat, Maya jadi seperti itu!” tunjuk Mike dan Maya segera menunduk agar wajahnya yang ekpresif tak membuat Mike jadi cemburu.
“Iya, kau harus bisa seperti itu agar semua wanita terpukau padamu. Apa harus aku ajari?” ledek Ray membuat Mike jadi naik pitam karenanya.
“Eh, kau mau aku belajar dari supir sepertimu? Tak sudi!” teriak Mike bersiap mengirimkan bogem padanya.
“Mike!” teriak Maya yang tau pria pemarah ini akan menyakiti Ray tapi terlambat.
Brak!