Adam akhirnya memilih menuruti keinginan Kenari untuk pulang saat itu juga. Adam seharusnya marah ketika ada perempuan yang mengusirnya secara terang-terangan seperti ini. Tapi Adam mengerti posisi Kenari. Meskipun dia tak rela menjauh begitu saja dari Kenari, namun dia juga tak punya cukup alasan untuk tetap dekat dengan Kenari melebihi seorang teman karena itu hal yang paling tak bisa Adam janjikan.
Setelah Adam pulang, Kenari akui ada yang hilang dalam hatinya. Rasanya kosong dan hampa. Kenari tersenyum miris, tak berani mengakui bahwa dia jatuh cinta pada Adam karena bisa bersama dengan Adam adalah sebuah kemustahilan.
Kenari terdiam di meja makan pantry yang sederhana dan minimalis ini. Sejujurnya Kenari ingin menangis, menangisi kebodohan yang sudah dilakukannya dengan sadar itu. Bagaimana mungkin dia kembali hanyut oleh hasrat yang ditawarkan Adam padanya itu?
“Kenariii … alangkah bodohnya kamu jadi perempuan?” hardik Kenari pada dirinya sendiri. Tangannya mengetuk kepalanya sendiri dengan kesal.
Air matanya merebak, merasa bahwa dirinya begitu bodoh dan hina. Bahkan tuduhan Dewi bahwa dia adalah seorang perempuan simpanan nyatanya kini benar adanya.
‘Memangnya hal mana yang bisa kamu elakkan, Kenari? Nyatanya kamu memang perempuan yang hanya dijadikan tempat persinggahan Adam. Bukankah begitu?’ suara hatinya bertanya dengan lantang.
Dan Kenari tak punya jawaban.
Perempuan itu tak punya nyali untuk bertemu dengan Adam esok hari. Apalagi yang dikatakan Citra tadi benar. Lehernya penuh ruam merah bekas gigitan Adam semalam, ketika mereka bercinta.
“Mulai saat ini, aku harus bertekad kuat untuk melupakan apapun yang pernah kulakukan dengan laki-laki itu. Berusaha kuat untuk menjauh dan menghindar, apapun godaannya.” Kenari meneguhkan hatinya penuh tekad.
Kenari terdiam, merenungi kehidupannya yang tiba-tiba menjadi penuh dengan gelombang naik turun dengan drastis dan tak terduga. Padahal selama ini —sebelum Adam datang ke kantor Venus menggantikan pak Hendra— Kenari merasa bahwa kehidupannya sangat tenang dan menyenangkan. Tapi begitu Adam hadir di Venus, hidup Kenari bagai kereta roller coaster yang penuh kejutan dan kadang membuatnya pusing sendiri.
Di tengah lamunannya, ponsel Kenari berdering. Sejenak Kenari melirik untuk melihat siapa yang menghubunginya pagi ini.
“Miss Soraya? Ada apa dia menelponku?” gumam Kenari yang hatinya meragu karena tak biasanya Soraya menghubunginya.
Tak ingin membiarkan Soraya menunggu, Kenari segera mengangkat panggilan itu.
“Halo, selamat siang, Miss?” sapa Kenari menetralkan suaranya agar bekas tangisnya tidak terdengar oleh Soraya.
“Selamat siang, Kenari. Apa kabar?” tanya Soraya ramah.
“Baik, Miss. Ada sesuatu, Miss? Kok, tumben menghubungi saya?” tanya Kenari langsung pada pokok pembicaraan.
“Tidak ada yang penting, Ken. Hanya berkabar saja. Ada yang ingin aku bicarakan sedikit sama kamu. Kamu ada waktu, Ken?” tanya Soraya dengan ramah.
‘Sesuatu untuk dibicarakan? Memangnya ada hal apakah?’ Kenari berpikir.
“Ken?” Soraya memanggil Kenari yang terdiam tak memberikan jawaban.
“Eh, iya, Miss. Ada. Saya ada waktu.” Kenari menjawab terbata.
“Baiklah. Bagaimana kalau besok pada jam makan siang aku datang ke Venus? Kuharap Adam tidak marah jika kamu menerima tamu wanita pada saat jam istirahat,” ujar Soraya dengan sengaja dengan menekankan kata ‘tamu wanita’ karena beberapa waktu lalu Adam terlihat demikian posesif terhadap Kenari.
“Oh, tidak. Tidak masalah, Miss. Anda bisa datang ke sana,” jawab Kenari cepat untuk menepis kecurigaan Soraya mengenai hubungan antara dirinya dengan Adam.
“Baiklah, Ken. Besok siang aku akan datang ke kantor Venus. Sekalian menyapa Adam setelah beberapa tahun tak berjumpa dengannya,” pungkas Soraya.
“Baik, Miss. Saya akan menunggu kedatangan Anda.”
***
“Kamu sakit, Ken?” tanya Rudi ketika pagi ini dia menjemput Kenari yang pagi ini mengenakan baju dengan inner berleher tinggi yang dikombinasi dengan blazer gelap.
“Sakit? Saya sehat, Bang.” Kenari menjawab cepat.
“Lha, itu tumben mengenakan kaos kerah tinggi?” tanya Rudi dengan polosnya.
Seketika wajah Kenari memerah, tak menyadari bahwa Rudi ini orangnya lurus. Dalam hati Kenari mengumpat karena semua ini adalah ulah Adam yang meninggalkan jejak cupangnya di leher Kenari sehingga dia kepayahan menutupinya. Jika hanya satu cupang mungkin Kenari bisa menutupnya dengan bedak tebal. Akan tetapi ini terdapat beberapa ruam merah yang sekarang bahkan sudah berubah menjadi ungu kehitaman yang tak mungkin ditutup dengan bedak. Bagaimana bisa dia tidak merasakan kapan Adam menambahkan jejak itu?
“Oh, ini? Hanya sedikit dingin, Bang,” jawab Kenari dengan senyum canggung.
“Oo … aku kira kamu sakit, Ken. Karena wajahmu sedikit pucat dan mata agak sembab,” lanjut Rudi memberikan ulasan.
“Semalam tidur larut karena nonton serial sedih, Bang. Jadi ikutan nangis,” jawab Kenari dengan asal-asalan agar Rudi tidak mengejarnya dengan pertanyaan lanjutan yang membuat Kenari kerepotan mencari jawaban.
Dan ketika tiba di kantor Venus, Kenari buru-buru berjalan menuju pintu lift setelah absen di depan Neli. Tak dihiraukannya Neli yang menatapnya heran karena terburu-buru. Sampai di ruangannya. Kenari buru-buru mencari kaca untuk menatap dirinya sendiri dan memastikan bahwa cupang sialan itu tidak terlihat oleh siapapun.
Setelah memastikan semuanya baik-baik saja dan aman, Kenari menarik napas panjang kemudian menghembuskannya perlahan untuk menetralkan perasaannya kemudian bergegas menuju ke ruangan Adam untuk membereskan meja kerja lelaki itu.
Tangannya dengan sigap merapikan meja, membuka kain jendela lebar sehingga cahaya matahari bisa masuk dengan leluasa. Dalam hati Kenari berharap agar dia bisa segera menyelesaikan ini sebelum Adam datang untuk menghindari ejekan laki-laki itu, terlebih lagi untuk menghindari tatapan penuh amarah Adam karena sudah pasti lelaki itu tersinggung dengan pengusiran yang Kenari lakukan kemarin siang.
Kenari membawa langkahnya menuju ke pantry untuk membuat teh panas dengan sedikit gula rendah kalori, kesukaan Adam belakangan ini. Namun tiba-tiba Kenari merasakan mual ketika hidungnya mencium aroma teh yang diseduhnya. Dengan cepat Kenari menutup hidungnya agar rasa mual itu tidak semakin tajam.
Dengan cepat dia membawa teh itu ke meja Adam, masih dengan menutup hidungnya. Tak ingin berlama-lama berada di ruangan ini, Kenari bergegas hendak keluar dan menuju ke ruangannya sendiri. Namun langkahnya terhalang kehadiran Adam yang ternyata sudah berdiri di ambang pintu.
“Selamat pagi, Pak Adam,” sapa Kenari dengan mengangguk santun.
“Selamat pagi, Ibu Kenari. Sepertinya penampilan Anda berbeda pagi ini,” balas Adam yang malah membahas penampilan Kenari.
Kenari heran dan mendongak, menatap Adam yang ternyata tidak berwajah murka sebagaimana yang dikhawatirkan Kenari. Kenari hendak bertanya hal berbeda apa yang dikatakan oleh Adam, namun lelaki itu sepertinya sudah tahu apa yang ingin Kenari tanyakan padanya itu.
“Fashion Anda hari ini sedikit berbeda, Ibu Kenari. Adakah sesuatu yang ingin Anda sembunyikan dengan mengenakan kaos dengan leher tinggi seperti ini?” Adam membungkuk untuk mensejajarkan posisi mulutnya dengan telinga Kenari, demi sedikit berbisik dengan senyum masam penuh ejekan.
Blush!
Sudah pasti wajah Kenari memerah karena Kenari tahu bahwa Adam sengaja mengatakannya untuk menyindir kebersamaan mereka kemarin malam. Perempuan itu berdehem untuk menetralkan napasnya yang mendadak sesak oleh rasa kesal dengan pertanyaan Adam pagi ini.
“Maaf, Pak. Jika tidak ada yang penting, saya akan kembali ke ruangan saya,” ujar Kenari dengan sopan dan bergegas meninggalkan ruangan Adam.
“Tunggu, Ibu Kenari!”
***