Soraya sudah tiba di Apollo ketika hari menjelang senja. Dia harus menyiapkan tempat untuk kedatangan Raja malam ini. Kebetulan malam minggu ini ada kemungkinan suasana sedikit ramai sebagaimana biasa. Jadi Soraya merasa perlu untuk menyiapkan satu ruangan VIP di lantai atas khusus untuk Raja dan Kenari.
Senyum Soraya terbit ketika nama Kenari terlintas di kepalanya. Sepertinya dia akan sukses memisahkan Kenari dari Adam mulai malam ini. Dia akan meminta salah seorang pelayan untuk memberikan sesuatu yang bisa membuat Kenari mungkin akan celaka malam ini. Jikapun tidak celaka, setidaknya akan membuat Adam menjauhi Kenari untuk selamanya.
Ada beberapa keuntungan yang mungkin akan didapatkan oleh Soraya jika acara malam ini lancar dan sukses. Di satu sisi dia akan tetap mendapatkan suntikan dana dari Raja karena dia mendapatkan teman ngobrol sesuai dengan keinginannya, yang jika triknya berhasil maka Raja akan berhasil meniduri Kenari.
Dalam hal ini tentu Raja mendapatkan keuntungan dari perempuan yang diinginkannya, sementara Kenari mungkin juga jadi salah satu perempuan yang beruntung karena ditiduri oleh Raja. Bukankah banyak perempuan yang ingin menjadi perempuan Raja?
Keuntungan lainnya adalah Adam pasti akan menjauhi Kenari jika tahu bahwa Kenari sudah dipakai oleh pak Raja. Keuntungan ketiganya adalah Soraya akan bisa memiliki kesempatan untuk mendekati Adam lagi. Bertemu kembali dengan Adam setelah perpisahan mereka sejak masa remaja sudah membuat Soraya serasa dibuai kembali oleh asmara mereka yang sempat terputus.
“Mungkin kita memang ditakdirkan untuk bersama, Dam. Dan Kenari adalah takdir lain yang membuat kita bertemu,” gumam Soraya dengan senyum sinisnya ketika dia tiba di ruangannya.
Sejenak kemudian dia ingat bahwa dia memiliki rencana untuk menjebak Kenari dengan minuman yang sudah dibubuhi obat perangsang. Dan Soraya sepertinya memiliki orang yang tepat untuk melakukannya.
“Renita. Ya, Renita selalu jadi orang yang tepat untuk hal-hal tak terduga seperti ini,” gumam Soraya dengan senyum penuh intrik.
Maka perempuan itu segera menghubungi Renita agar menemuinya di ruangan ini.
“Kamu sudah datang, Ren?” tanya Soraya begitu Renita mengangkat panggilannya.
“Sudah, Mis. Beberapa waktu yang lalu.” Renita menjawab.
“Sekarang kamu datang ke ruanganku, Ren. Ada pekerjaan khusus yang harus kamu lakukan malam ini,” pinta Soraya.
“Baik, Miss.” Renita menjawab patuh.
Soraya kemudian menutup sambungan teleponnya. Dia menunggu kehadiran Renita dalam diam. Banyak hal yang sudah Soraya susun dengan baik di kepalanya dengan sempurna. Kemungkinan besar akan berhasil. Dan Soraya yakin itu.
“Selamat sore, Miss,” Renita menyapa ketika sampai di depan pintu ruangan Soraya.
“Masuklah, Renita. Ada yang ingin aku bicarakan,” pinta Soraya.
Renita masuk dan duduk di depan Soraya. Ada banyak kalimat tanya yang memenuhi kepala Renita semenjak Soraya memintanya untuk datang tadi. Renita bingung, hal apa yang harus dilakukannya. Tidak biasanya Soraya memanggilnya seperti ini. Apakah dia akan dipecat? Wajah Renita mendadak memucat.
“Malam ini ada tugas yang harus kamu lakukan, Renita.” Soraya memulai pembicaraannya malam ini.
“Tugas?” tanya Renita mengulang perintah Soraya, seolah kalimat itu belum cukup jelas untuk dilaksanakannya.
“Tugasmu hanya menyajikan minuman untuk pak Raja dan Kenari yang malam ini akan datang ke Apollo,” kata Soraya langsung pada pokok permasalahan.
“Kenari, Miss?” tanya Renita dengan suara tinggi. Tentu dia tak suka dengan tugas ini mengingat bahwa dia jelas-jelas tak suka dengan keberadaan Kenari. Dan hari ini dia harus melayani Kenari dengan pak Raja?
Tidak! Renita menggeleng tanpa disadarinya.
“Ya, Kenari. Dia menjadi teman pak Raja malam ini. Bukan karena keinginanku, akan tetapi ini keinginan pak Raja, Ren. Kamu tahu, kan, siapa pak Raja?” tanya Soraya.
Renita mengangguk gugup.
“Nah, seharusnya kamu tak perlu memperdulikan siapa teman pak Raja malam ini. Tugas kita sebagai bagian dari Apollo adalah untuk menyenangkan dan menghargai kehadiran pak Raja malam ini. Dan jika kesenangan pak Raja adalah bersama Kenari, kita memang harus menghargainya dengan cara apapun. Termasuk mengabaikan rasa tidak suka kamu dengan Kenari. Kamu paham, Ren?” Soraya bertanya tegas.
Dengan terpaksa Renita mengangguk meski hati kecilnya menolak.
“Apa … apa yang harus saya lakukan, Miss?” tanya Renita kemudian.
Soraya tersenyum. Perempuan itu berdiri dan berjalan ke arah jendela kaca yang terbentang lebar menghadap ke jalanan kota.
“Tidak banyak, Ren. Hanya mengantarkan minuman untuk Kenari dan Pak Raja. Namun pastikan bahwa mereka meminumnya sampai habis. Selebihnya, tugasmu selesai dan aku pasti akan memberimu bonus yang besar jika ini berhasil.” Soraya memberi petunjuk.
Renita berpikir sejenak kemudian mengangguk.
“Baik, Miss,” jawabnya patuh. Hanya sebuah tugas ringan, pikir Renita.
“Tapi ingat, Ren!” Soraya segera berbalik arah menatap Renita.
“Ya, Miss? Adakah yang lainnya lagi?” tanya Renita sambil mendongak.
Soraya berjalan pelan ke arah Renita dengan senyumnya yang manis sekaligus sinis.
“Tentu saja ada. Kamu harus memastikan tugas ini bisa terlaksana dengan baik, atau kamu akan dipecat jika sampai tidak berhasil.” Soraya mengancam Renita.
Renita terkesiap, namun dia buru-buru mengangguk. Meski sebenarnya dia ingin protes, namun itu bukan hal yang baik untuk dilakukannya. Apapun situasinya, dia masih membutuhkan pekerjaan ini.
“Kembalilah ke tempatmu. Jika saatnya mereka tiba, aku pasti akan mencarimu nanti,” perintah Soraya.
“Baik, Miss.” Renita lagi-lagi mengangguk patuh kemudian berjalan meninggalkan ruangan Soraya menuju ke ruang pub, diiringi senyum manis namun sinis Soraya.
Hari mulai gelap ketika akhirnya Adam melepaskan diri dari Kenari, setelah mendapatkan kepuasannya berkali-kali senja ini. Dilihatnya Kenari memejamkan matanya, namun napas tersengal perempuan itu tak bisa mengaburkan isak tangis yang terselip di antaranya. Adam tahu Kenari menangis, namun Adam sudah tak bisa lagi berkompromi dengan dirinya ketika sudah menyatu dengan Kenari. Dia selalu saja lepas kendali.
Adam bergulir ke samping, meraih selimut untuk menutupi tubuh keduanya yang basah oleh keringat. Untung saja AC di kamar ini selalu on, sehingga suhunya yang stabil membuat Adam nyaman. Direngkuhnya tubuh lemas Kenari ke sisinya dengan pelukan erat.
Perempuan itu semakin terisak dalam pelukan Adam.
“Maafkan aku, Kenari. Aku lepas kendali lagi jika sudah dekat sama kamu. Kamu tahu aku bukan laki-laki yang mau terikat dalam sebuah hubungan, tapi aku juga tak bisa menjauh dari kamu apalagi sampai membiarkan masuk ke dalam perangkap Soraya yang diumpankan untuk Raja demi keuntungan pribadinya,” bisik Adam dekat sekali dengan telinga Kenari.
Kenari masih terdiam, tak ingin menjawab apapun kalimat Adam.
“Aku tahu aku mungkin egois dan pengecut karena tak berani memberikanmu sebentuk hubungan. Kamu tahu berapa kali aku ditinggalkan perempuan? Tapi denganmu aku ingin mencoba menjalin sebuah hubungan. Bisakah kamu menunggu?” tanya Adam lirih, dengan tangan yang mengusap bahu Kenari dengan lembut.
Kenari membuka matanya mendengar pertanyaan Adam.
***