“Pak Raja?” ucap Kenari ketika dia menoleh dan mendapati Raja tersenyum menyapa dirinya dengan ramah.
“Ya, ini saya. Kamu belum lupa, kan?” tanya Raja sambil mengulurkan tangannya ke arah Kenari.
Dengan sedikit gugup Kenari menerima jabat erat tangan Raja.
“Kamu mau kemana, Ken?” tanya Raja lagi.
“Saya … saya sudah mau pulang, Pak,” jawab Kenari dengan santun.
Raja tersenyum ramah.
“Mengapa harus buru-buru, Ken? Bagaimana kalau kamu temani aku barang beberapa saat? Kebetulan aku sedang istirahat sebentar,” pinta Raja dengan ramah.
Kenari berpikir sejenak, kemudian mengangguk.
“Boleh,” jawab Kenari mengangguk.
Keduanya kemudian kembali duduk, di kursi yang Kenari gunakan sebelumnya. Seorang pelayan yang datang menawarkan apa yang akan dipesan. Kali ini Raja memesan makanan dan minuman yang sesuai dengan apa yang dipesan Kenari. Raja memesannya dua porsi.
“Kok dua porsi, Pak?” tanya Kenari.
“Buat kamu yang satunya,” jawab Raja dengan santai.
Kenari tersenyum.
“Saya sudah makan, Pak,” kata Kenari.
“Nggak apa-apa. Nggak bikin kenyang juga, kan?” sahut Adam menatap Kenari.
Akhirnya Kenari mengangguk.
“Kamu sendirian kesini, Ken?” tanya Raja mencoba akrab, sebagaimana pertemanan mereka selama beberapa waktu kemarin.
“Iya, Pak. Sekedar main saja. Di rumah sedang suntuk,” jawab Kenari santun.
“Kebetulan sekali. Aku juga sedang suntuk. Mungkin kita jodoh, Ken?” tanya Raja berseloroh.
Kenari terkesiap namun kemudian dia tersenyum karena tahu bahwa Raja hanya berseloroh. Mereka terdiam ketika pelayan datang mengantar pesanan.
“Ayo, Ken. Makan lagi biar tubuhmu sedikit berisi,” kata Raja.
Kenari mengangguk, “Terima kasih, Pak.”
Raja mengangguk kemudian menikmati makanan dan minuman yang dipesannya tadi.
“Memangnya Bapak dari mana tadi?” tanya Kenari kemudian. Dinikmatinya kembali kudapan yang dipesan Raja untuknya. Entahlah, sepertinya kesimpulan Adam benar bahwa selera makannya terlalu tinggi.
‘Astaga! Mengapa harus melintas nama Adam lagi?’ keluh Kenari dalam hati.
“Ibuku sakit di rumah sakit. Makanya tadi malam aku tak bisa ketemu sama kamu karena memang ibuku sedang dirawat,” ujar Raja.
Deg!
‘Tadi malam Raja tak bisa menemuinya karena ibunya sakit? Tapi mengapa Adam bilang bahwa dia yang menghentikan menghadang pertemuan itu?’
Kenari kemudian tersenyum, seolah mulai mengerti ada missed communication dalam hal ini. Maka Kenari mencoba bersikap seolah memang ini karena kesalahan tak terduga.
“Tidak masalah, Pak. Jadi ibu sekarang di rawat di mana, Pak? Sudah sehatkah?” tanya Kenari basa-basi.
“Ibu dirawat di rumah sakit di seberang mall ini. Namanya sakit tua, ya, biasa, Ken.” Raja menjawab sambil tersenyum.
“Boleh saya menjenguk beliau?” tanya Kenari spontan.
Raja terkesiap mendengar permintaan Kenari.
“Tentu saja boleh,” jawab Raja dengan senyum.
“Kapan saya bisa menjenguk beliau?” tanya Kenari antusias dengan senyum segar, mengabaikan luka hatinya karena Adam.
“Saat ini juga kita bisa kesana kalau kamu mau,” sambut Raja antusias.
“Boleh.” Kenari mengangguk setuju. Jelas ini untuk menciptakan suasana baru di dalam hatinya.
Ketika Kenari bertekad untuk memulai semuanya dari awal, dengan menjauhi Adam sejauh-jauhnya, langkah yang harus Kenari lakukan adalah segera memulainya. Terlalu lama berkubang dalam rasa yang tak berbalas ini hanya akan membuat Kenari semakin terpuruk.
“Kamu serius, Ken?” tanya Raja tak percaya.
“Bapak tidak keberatan, kan?” tanya Kenari.
Raja tertawa.
“Tidak! Tentu aku tidak keberatan. Malahan senang. Kita berangkat sekarang?” tanya Raja.
Dan Kenari mengangguk.
“Oke.” Raja tersenyum lebar kemudian beranjak diikuti oleh Kenari yang mengikuti di belakangnya.
Mereka menuju ke kasir dan Raja membayar tagihan mereka bertiga.
“Kita ke rumah sakit sekarang?” tanya Raja dengan senyum tertahan.
Kenari mengangguk dengan senyum ceria.
‘Oke, ini saat yang tepat untuk menjauh dari Adam.” Kenari meneguhkan hatinya ketika dia berjalan bersisian meninggalkan depan kafe itu.
Mereka tak menyadari, ada sepasang mata yang menatap mereka dengan pandangan penuh amarah.
***
Beberapa jam sebelumnya ….
Setelah pulang dari rumah Kenari dengan hati yang dipenuhi amarah, Adam langsung pulang ke rumah. Bu Marni yang menyambut kedatangannya dan menawarkan makan siang pun tidak digubrisnya. Pikirannya terlanjur risau atas permintaan Kenari untuk saling menjauh satu sama lain.
Sampai di kamar juga seperti orang bodoh karena membuka tutup ponselnya hanya untuk mengintip room chatnya dengan Kenari, berharap perempuan itu menghubunginya, meski Adam sadar bahwa itu tidak akan mungkin dilakukan oleh Kenari mengingat perempuan itu sedikit keras memegang omongannya.
“Menjauh? Hanya karena tidak saling mencintai lalu tidak bisa menjalin hubungan?” gumam Adam dengan bodohnya.
Laki-laki itu melempar ponselnya ke atas kasur dan mencoba memejamkan matanya. Kalau saja pikirannya jernih, mungkin saat ini dia akan tidur dengan lelap setelah melewati malam yang indah bersama Kenari tadi malam. Raganya memang terpuaskan hingga saraf paling ujung sekalipun, tapi tidak dengan hatinya. Jiwa Adam risau.
Kemudian ponselnya berdering. Adam buru-buru menyambar ponsel yang tadi dilemparnya itu dan berharap bahwa itu panggilan dari Kenari. Namun ketika nama yang tertera di layar ponselnya bukan nama Kenari, Adam seketika kecewa.
“Halo, Bell?” sapa Adam pada Bella yang menelepon kali ini.
“Hei, Dam. Lagi di mana?” tanya Bella di seberang.
“Di rumah,” jawab Adam dengan lesu.
“Bisa temui aku, Dam?” tanya Bella dengan nada sendu penuh drama.
Adam menghela napas berat.
“Ada apa lagi memangnya, Bell?” tanya Adam dengan malas.
“Bukannya semalam aku sudah bilang, bahwa ada yang harus aku bilang sama kamu,” kata Bella mengingatkan.
“Aku sudah bilang bahwa tak ada yang harus kita bahas lagi, kan, Bell? Semua sudah berakhir,” kata Adam dengan malas.
“Aku tunggu kamu di mall Alpha, Dam.” Hanya itu kalimat yang Bella ucapkan sebelum menutup sambungan teleponnya.
“Bell?” panggil Adam, namun jelas sia-sia karena perempuan itu sudah menutup sambungan teleponnya.
Adam mendengus kesal, kemudian menghempaskan ponselnya. Mengabaikan keinginan Bella yang ingin bertemu dengannya itu.
“Kemana Kenari? Mengapa tak ada telepon sama sekali?” gumam Adam kesal sendirian.
Adam kembali meraih ponselnya untuk menghubungi Kenari. Namun saat nama Kenari muncul di pencariannya, Adam ragu. ‘Mengapa harus mendekat lagi? Bukannya dia sudah bilang bahwa dia akan mengabulkan keinginan Kenari untuk saling menjauh?’
Entah apa yang ada di dalam pikiran Adam, dia kemudian bangkit dan keluar kamar. Tujuannya satu, menemui Bella untuk menjelaskan bahwa semua sudah berakhir kini.
“Mas Adam mau ke mana?” tanya bu Marni ketika berpapasan dengan Adam.
“Keluar sebentar, Bu.” Adam menjawab singkat.
Bu Marni hanya mengangguk mengerti, sementara Adam bergegas menuju ke garasi mobilnya. Kemudian terdengar suara deru mobil Adam yang menjauh.
Dan memang ketika sampai di mall Alpha, dan Adam menghubungi Bella, perempuan itu masih menunggunya di sana. Adam menemuinya.
“Hei,” sapa Adam dengan datar.
“Hei, Dam. Akhirnya kamu datang juga,” jawab Bella menyambut kedatangan Adam.
“Kamu masih menunggu?” tanya Adam lagi.
“Ya. Karena aku yakin kamu akan datang menemui aku,” jawab Bella yang kemudian menggamit lengan Adam dan menghelanya menuju ke deretan kafe yang ada di mall itu.
“Kita mau kemana?” tanya Adam datar.
“Bukankah akan lebih nyaman jika kita berbincang di kafe sambil minum? Tak baik jika kita berbincang sambil berdiri. Yuk, ah!” Bella menghela Adam menuju ke salah satu deretan kafe di mall itu.
Adam sudah ingin melepas pegangan tangan Bella, namun Bella sudah lebih dulu menggamit lengannya dengan erat, sehingga Adam memilih mendiamkan saja apa yang dilakukan Bella.
Adam tak menyadari, ketika melewati sebuah kafe, ada Kenari di dalamnya. Sama seperti Kenari yang tak menyadari bahwa Adam juga melihatnya berjalan beriringan bersama dengan Raja.
Dalam diam Adam mengetatkan gerahamnya, apalagi ketika lelaki yang bersama Kenari itu berjalan mengiring langkah Kenari penuh perlindungan. Entah mengapa hati Adam merasa terbakar melihatnya.
Hingga Adam tak menyadari bahwa Bella mengikuti perubahan raut Adam, juga melihat ke arah yang dilihat oleh Adam. Diam-diam Bella tersenyum penuh kemenangan.
***