Terkadang Citra bingung sendiri menghadapi laki-laki jenis Adam ini. Oke, Adam memang tampan dan berpotensi materi yang memadai. Akan tetapi hanya hidup dan prinsipnya dalam menjalani sebuah hubungan sungguh membuat Citra menggelengkan kepalanya dengan kesal.
Dan dia sudah mengambil keputusan kini.
“Oke. Saya sudah mengambil keputusan mengenai permintaan Bapak untuk ikut mencari dimana keberadaan Kenari,” ujar Citra dengan keputusan bulat.
Adam tersenyum lega mendengarnya. Dia memang sudah meminta bantuan beberapa orang yang disuruhnya secara pribadi untuk menemukan Kenari. Namun hingga hari ini tidak ada yang memberikan hasil memuaskan. Kali ini Adam berharap bahwa dengan ikut andilnya Citra maka akan mempermudah dirinya menemukan Kenari.
“Kamu mau membantuku menemukan Kenari, kan?” tanya Adam dengan perasaan senang.
Citra tersenyum masam.
“Siapa bilang saya mau membantu? Saya hanya sudah memutuskan mengenai hal ini. Bukan berarti saya setuju untuk membantu Bapak mencari Kenatri, kan?” jawab Citra.
“Maksud kamu? Kamu nggak mau membantuku?” tanya Adam dengan sorot mata kecewa.
“Saya mau membantu jika Bapak setuju dengan syarat yang saya ajukan,” ujar Citra sok kaku.
Adam tersenyum masam karena dia tahu apa yang Citra maksudkan itu. Apalagi kalau bukan soal uang, seperti dulu ketika Adam memintanya untuk mencari tahu mengapa Kenari berada di pub Apollo.
“Kalau hanya soal uang, seharusnya kamu tidak perlu melakukan nego, Cit. Aku bukan orang yang mudah ingkar janji. Dan aku akan memberikanmu imbalan yang seimbang jika memang kamu berhasil mengetahui dimana keberadaan Kenari,” ujar Adam.
Citra kesal karena Adam mengira bahwa semua ini tentang uang. Meskipun tidak sepenuhnya Adam bersalah karena di waktu lalu memang Citra mengambil keuntungan dari munculnya masalah antara Kenari dengan Adam. Tapi bukankah ketika itu dia melakukannya untuk mengumpulkan uang demi membayar hutang Dewi yang menjadikan Kenari sebagai penebusnya? Dan untuk hal itu, sungguh Citra tidak akan merasa bersalah karena tujuannya jelas.
Tapi kali ini dia benar-benar tidak ingin menjadikan masalah ini sebagai sumber mencari tambahan pendapatan.
“Sayangnya kali ini bukan soal uang yang menjadi syarat saya mau membantu Bapak mencari Kenari, Pak,” ujar Citra dengan raut wajah kesal.
“Oh, ya? Jadi apa yang menjadi syarat kamu?” tanya Adam mulai bertanya-tanya.
“Karena Kenari adalah teman baik saya, maka saya tak akan ikut campur dalam mencarinya. Kecuali Bapak janji untuk menikahinya dan menjadikannya perempuan paling bahagia sedunia, mencintainya dengan sepenuh hati, menjadikannya pelabuhan terakhir Bapak, jangan pernah menduakan dia dan menjadikan dia prioritas utama dalam hidup Pak Adam,” kata Citra panjang lebar membuat Adam terbengong karena terlalu banyaknya syarat yang harus dipenuhi jika ingin Citra membantunya menemukan Kenari.
“Cit? Sebanyak itu?” tanya Adam.
“Ya!” jawab Citra tegas.
“Nggak bisa ditawar? Setengahnya saja atau … diganti dengan yang lain. Rumah di kompleks perumahan misalnya?” tanya Adam menggoda Citra dengan materi sebagai imbal baliknya.
Sejenak Citra terdiam, nyaris tergoda.
Rumah di perumahan? Bukankah memiliki rumah adalah salah satu mimpinya dan juga impian Kenari? Mereka sepakat ingin membeli rumah paling sederhana sekalipun asal berdampingan lokasinya. Dan sekarang Adam menawarinya jika dia berhasil mengetahui dimana posisi Kenari saat ini.
‘Tidak! Aku tidak boleh lagi mengkhianati Kenari. Mengenai kemarin saja Citra sudah merasa sangat bersalah, kini haruskah dia mengkhianati Kenari lagi?’ Gadis itu menggeleng kuat.
“Bagaimana, Cit? Aku bisa merekomendasikan rumah yang lumayan buat kamu,” tawar Adam lagi.
Kenari tersenyum.
“Tidak! Yang saya tawarkan adalah harga mati!” tegas Citra tak ingin goyah.
Sejenak Adam mengeluh, mengapa perempuan ini demikian ketat menjaga dan melindungi Kenari. Tidakkah Citra tahu bahwa Adam juga ingin melakukan hal yang sama seperti yang disyaratkan Citra tadi?
Tapi tak ada yang bisa Adam lakukan lagi selain menyetujui syarat yang Citra ajukan. Dia sudah memutuskan untuk maju. Pantang baginya untuk mundur dari niat awalnya menemukan Kenari kemudian mengikat perempuan itu ke dalam hidupnya. Apapun alasannya.
“Oke. Saya setuju dengan syarat,” jawab Adam kemudian.
Senyum Citra tersungging penuh kelegaan. Akhirnya dia bisa melihat Kenari hidup bahagia nantinya, meskipun dia belum juga tahu kemana dia akan mencari Kenari sebagai langkah awalnya.
“Oke. Kalau Bapak setuju, maka mulai besok saya akan merintis untuk menemukan Kenari. Ada atau tidak, hasilnya akan saya laporkan sama Bapak,” ujar Citra dengan penuh tekad.
Adam tersenyum karena akhirnya Citra setuju membantunya.
“Mudah-mudahan kita bisa segera menemukannya,” ujar Adam yang meskipun lirih namun terdengar oleh Citra dengan jelas.
“Ehem!” Citra melegakan tenggorokannya sekaligus menyindir. “Sepertinya ada sedikit kebohongan ketika Bapak bilang bahwa Bapak tidak mencintai Kenari. Karena dari omongan Bapak barusan jelas menyiratkan sebuah kerinduan. Apakah kesimpulan saya salah?” tanya Citra lebih lanjut.
Adam terdiam sesaat kemudian memaksa tersenyum.
“Apakah wajahku segamblang itu untuk dibaca?” tanya Adam pada Citra.
“Setidaknya ada perbedaan yang mencolok antara orang yang kasmaran sama orang yang tidak memiliki cinta di hatinya. Dan sepertinya Bapak masuk ke dalam kategori pertama,” sindir Citra dengan lugas.
Adam hanya tersenyum masam. Tidak menolak kesimpulan Citra, namun juga tidak mengiyakannya. Sejujurnya, Adam ragu dengan dirinya sendiri.
***
Sore yang lain, pulang dari kerjanya di hotel, Citra mengendarai mobilnya menuju ke kantor Venus. Ketika dia sudah menyetujui permintaan Adam untuk membantu laki-laki kasmaran itu untuk menemukan Kenari yang ternyata sudah menghilang tanpa sepengetahuan Citra, maka langkah awal yang harus ditemuinya adalah Aiman. Laki-laki itu adalah satu-satunya teman dekat Kenari baik di Venus maupun di luar Venus.
Namun Citra sengaja tidak memberitahu Aiman bahwa dia akan datang. Belakangan hubungan mereka memang sedikit renggang karena kesibukan masing-masing. Padahal beberapa waktu lalu mereka sudah dekat satu sama lain, dan nyaris berkomitmen untuk menjalin hubungan. Namun karena Citra sibuk dengan promosi jabatannya, dan Aiman juga sibuk dengan pekerjaan sekaligus sibuk menjaga kerahasiaan keberadaan Kenari, maka keduanya jarang bertemu.
Sesekali mereka melakukan hubungan melalui room chat. Citra tahu jam berapa Aiman keluar dari kantor Venus, sehingga dia sengaja datang lebih awal ke Venus.
Sampai di halaman Venus, Citra memarkir mobilnya di halaman parkir kantor yang cukup luas ini. Namun Citra tidak langsung keluar dari mobilnya. Dia hanya memandang gedung Venus yang menjulang di hadapannya. Yang terbayang oleh Citra adalah apa yang membuat Kenari nekat resign dari kantor megah dan menjanjikan ini?
Beberapa pegawai keluar dari Venus dan Citra segera mengambil ponselnya untuk menghubungi Aiman.
“Halo, Man? Dimana kamu?” tanya Citra begitu Aiman mengangkat teleponnya.
“Masih di kantor, Tra. Kok, kamu tumben telepon aku? Kangen, ya?” canda Aiman.
Citra tersenyum.
“Aku menunggumu di parkiran Venus. Bisa cepet turun?” tanya Citra langsung terus terang.
“Kamu serius?” tanya Aiman tak percaya.
“Buat apa aku bohong? Cepetan, deh. Aku menunggumu di parkiran,” ujar Citra serius.
“Oke, aku kesana sekarang,” jawab Aiman di seberang.
Setelah sambungan telepon ditutup, Citra kembali menatap ke arah Venus. Tidak sampai setengah jam, muncul Aiman di pintu keluar Venus yang bergegas menghampirinya.
“Hei, Tra?” sapa Aiman begitu dia berhasil mendekat ke arah mobil Citra yang sudah Aiman kenal betul warna dan nomor kendaraannya.
“Kamu sudah waktunya pulang, kan?” tanya Citra.
Aiman tersenyum dan mengangguk.
“Aku antar, ya? Sekalian ada yang mau aku tanyain sama kamu,” pinta Citra dengan senyum manis.
Sejenak Aiman bimbang, namun kemudian mengangguk dan berjalan mengitari mobil untuk kemudian duduk di jok samping Citra. Meskipun Aiman laki-laki yang juga bisa menyetir, namun dia tetap membiarkan Citra mengemudikan mobilnya.
Mobil itu kemudian berbaur dengan padatnya jalanan kota sore ini karena para pekerja sudah waktunya jam pulang.
“Tumben kamu ke Venus, Tra?” tanya Aiman begitu mobil melaju di jalanan kota yang padat merayap.
Citra tersenyum.
“Sekalian karena ada yang ingin aku tanyakan sama kamu,” jawab Citra.
Aiman tersenyum. Hatinya mengembang karena beranggapan bahwa Citra sedang meminta kepastian hubungan cinta mereka yang terkendala pekerjaan.
“Mengenai apa? Mengenai kita?” tanya Adam sudah bersiap mendapatkan kejutan.
Citra tersenyum kemudian menggeleng membuat hati Aiman kecewa.
“Jadi mengenai apa?” tanya Aiman lagi.
“Mengenai Kenari,” jawab Citra lugas.
Deg!
Jantung Aiman berdetak kencang.
***