Ingin rasanya Aiman segera menghubungi Citra dan menjelaskan mengenai Kenari yang menghubunginya, dan memberinya penjelasan juga bahwa tak ada yang disembunyikan mengenai Kenari. Sungguh, Aiman takut Citra akan berpikir bahwa ada hubungan tersembunyi antara dirinya dengan Kenari.
Namun untuk menghubunginya sekarang, Aiman justru khawatir akan keselamatan Citra karena pasti gadis itu masih di perjalanan. Aiman tak ingin Citra terganggu konsentrasi menyetirnya.
“Kenari … Kenari. Kenapa telepon pas ada Citra, sih? Bagaimana kalau dia salah paham, coba?” gerutu Aiman sambil memegang ponselnya dengan gelisah.
Laki-laki itu berjalan kesana kemari tak tenang. Tapi kemudian dia memutuskan untuk menghubungi Kenari, menceritakan apa yang sebenarnya telah terjadi. Dia akan meminta pendapat Kenari untuk memecahkan solusinya.
Nada tunggu yang terdengar membuat Aiman geram ingin segera mendengar suara Kenari. Hatinya sungguh gelisah.
Tuuuttt … tuuuttt …. Terdengar panggilan tunggu di ponsel Aiman saat dia menghubungi ponsel Kenari.
***
Sementara itu di sisi kota yang lain, seorang perempuan sedang menerima panggilan telepon dari relasi usaha yang dibangunnya dalam beberapa bulan ini. Meskipun tidak besar, namun toko bunga yang diberinya label sesuai namanya itu saat ini memiliki cukup banyak pelanggan. Yang membuat toko bunga ini jadi memiliki perkembangan yang cukup pesat karena ini toko bunga segar satu-satunya yang ada di kota ini.
Memang ini bukan kota besar, akan tetapi potensi wisata alamnya yang indah dan sejuk, membuat Kenari —pemilik toko bunga segar itu— cepat mendapatkan pelanggan karena ini toko bunga satu-satunya di kota ini.
Panggilan dari relasinya baru saja terputus dan Kenari meletakkan di atas meja kerjanya.
“Ibu mau minum teh panas?” tanya seorang gadis mendekati Kenari.
Perempuan itu menatap si gadis dengan senyum lembut. Wajahnya kini terlihat sedikit gembil setelah beberapa waktu lalu terlihat cekung dan kurus karena selera makannya berubah hilang setelah menyadari bahwa dia hamil.
“Kamu nggak sibuk, kan, Lin?” tanya Kenari.
Lina, pembantu Kenari itu menggeleng.
“Memangnya Ibu mau saya buatkan apa?” tanya Lina.
“Boleh minta mie goreng, Lin? Dengan telur yang dicampur, ya?” pinta Kenari.
Lina tersenyum.
“Siap, Bu! Dalam sepuluh menit saya jamin ibu bisa segera menikmati mie goreng pedas dan lezat,” kata Lina kemudian bergegas ke belakang
Kenari tersenyum melihat bagaimana baiknya Lina terhadap dirinya. Sungguh, Kenari layak bersyukur di antara kerumitan hidupnya. Karena ketika dia mengalami masalah yang terjadi karena kecerobohannya sendiri, masih ada Lina yang baik yang mau membantu di ruko yang disewanya ini. Meskipun di awal membuka usaha, Kenari tak bisa menggaji Lina dengan layak. Tapi gadis itu sudah senang karena Kenari bersedia menerimanya belajar bekerja di toko bunga miliknya itu.
Kenari belum selesai mencatat pesanan pelanggan ketika ponselnya kembali berdering. Perempuan itu tersenyum melihat siapa yang menghubunginya. Aiman kini menghubunginya setelah tadi Kenari menelepon Aiman namun tidak dijawab oleh Aiman. Dia segera menerima panggilan itu.
“Halo, Man?” sapa Kenari ketika akhirnya perempuan itu menjawab panggilan Aiman.
“Hei, Ken? Kamu … kamu tadi menghubungi aku?” tanya Aiman.
“Iya. Tapi kamu nggak angkat panggilanku. Lagi ngapain tadi?” tanya Kenari.
“Sedang mandi baru pulang dari Venus.” Aiman menjawab polos.
Mendengar Aiman menyebut nama Venus, mendadak raut muka Kenari berubah berkabut. Sungguh, dia ingin melupakan nama Venus dengan segala suka dukanya ketika berada di sana. Karena setiap kali nama Venus terdengar ke telinganya, Kenari merasa dilempar ke kenangan tentang Adam, laki-laki yang ingin dia lupakan.
“Ken?” panggil Aiman dari seberang karena terasa hening.
“Ya, Man?” sahut Kenari setelah dia lepas dari lamunannya.
“Kamu masih di situ, Kan? Kamu sehat? Bagaimana dengan … dengan kehamilanmu? Dengan bayimu? Kalian … kalian baik-baik saja, kan?” Aiman bertanya dengan beruntun membuat Kenari tersenyum dengan hati menghangat karena Aiman begitu baik dan perhatian dengan dirinya.
“Man, kamu kenapa, sih? Kok nanya kayak orang panik begitu?” tanya Kenari heran. Tanpa sadar, tangannya mengusap perutnya yang sudah memasuki usia ke enam bulan. Hati Kenari menghangat setiap merasakan gerakan lembut dari dalam perutnya.
“Kamu ini, Ken. Siapa yang nggak panik kalau tiba-tiba kamu telepon kayak tadi? Aku telepon balik malah nggak kamu angkat?” jawab Aiman terdengar kesal.
Kenari tertawa.
“Terima kasih, ya, Man. Kamu teman terbaik yang pernah aku punya,” ujar Kenari dengan nada sendu.
“Sebenarnya banyak yang peduli sama kamu, Ken. Citra di antaranya,” kata Aiman.
“Ya. Aku tahu kalian orang-orang yang baik. Hanya saja aku belum siap menghadapi mereka setelah kebodohan yang aku lakukan ini, Man.” Kenari berkata sendu.
“Tak perlu berpikiran seperti itu. Sore ini tiba-tiba Citra datang ke kantor dengan alasan menjemput aku,” ujar Aiman memulai pembicaraan ini.
“Oh, ya? Bagaimana kabar Citra sekarang? Lalu … bagaimana kelanjutan hubungan kalian?” tanya Kenari dengan nada ceria.
“Citra sehat. Dan hubungan kami mengalami banyak kemajuan. Sore ini kami mencapai kata sepakat bahwa akhir tahun kemungkinan aku akan melamarnya. Bagaimanapun Citra gadis yang baik dan cantik, kan? Rasanya bodoh kalau aku menolak kehadirannya,” jawab Aiman dengan nada riang yang tak bisa disembunyikannya.
Kenari tersenyum mendengar penuturan Aiman yang bernada gembira.
“Aku senang kalian akhirnya melangkah ke jenjang yang lebih serius. Kalian serasi satu sama lain,” ujar Kenari memberi selamat.
“Dia juga bertanya mengenai kamu. Seharusnya aku tetap berbohong, kan? Dan aku tidak mengatakan apapun dan hanya bilang bahwa kamu memang resign karena ingin kuliah lagi. Tapi ketika kamu menelepon aku tadi, dia yang melihat panggilan itu karena aku mandi. Jadi … bagaimana jika kamu sekarang menghubunginya juga?” kata Aiman.
Kenari terdiam.
“Aku tidak ingin membuka masalah pribadimu, Ken. Bagaimanapun Citra juga teman kamu, kan? Dia merasa berhak untuk mengetahui bagaimana kabarmu saat ini. Aku juga tak ingin dia memiliki prasangka yang tidak baik terhadap pertemanan kita,” ujar Aiman dengan nada penuh penyesalan.
Seketika Kenari merasa bersalah karena merasa jadi ganjalan bagi kelangsungan hubungan Aiman dengan Citra. Sehingga dengan cepat Kenari mengambil keputusan.
“Aku minta maaf jika menjadi ganjalan dalam hubungan kalian, Man. Tapi kamu tenang saja. Aku akan menghubungi Citra malam ini. Aku akan menjelaskan semua mengenai persahabatan kita agar dia tidak salah memahami dan berakibat cemburu sama aku,” ujar Kenari mencoba bijak.
“Benarkah kamu akan melakukannya?” tanya Adam dengan senyum lebar.
“Ya, tentu saja. Aku tak ingin hubungan kalian menjadi canggung dan penuh prasangka hanya karena masalahku. Benar, kan?” kata Citra.
“Ya, Kamu benar. Lalu … apakah kamu juga akan mengatakan kehamilan kamu itu?” tanya Aiman dengan hati-hati karena mungkin dia tak ingin menyinggung Kenari.
Mendengar pertanyaan Aiman, Kenari tersenyum meski dia tahu hatinya perih.
“Mungkin tidak. Biarlah ini menjadi rahasiaku dan juga kamu. Baiklah, aku akan menghubungi Citra sekarang, ya?” pungkas Kenari.
“Oke, terima kasih, Ken,” ujar Aiman di ujung obrolan mereka kali ini.
Usai menutup sambungan teleponnya, Kenari termenung memikirkan kabar apa yang akan dia berikan jika nanti menghubungi Citra.
“Mie gorengnya, Bu,” kata Lina ketika menyuguhkan sepiring mie goreng yang belakangan menjadi makanan kesukaan Kenari. Padahal biasanya dia paling malas makan mie goreng. Tapi bayi Adam ini sepertinya melawan selera ibunya.
“Terima kasih, ya, Lin. Kamu nggak bikin mie goreng juga?” tanya Citra.
“Bikin, dong, Bu,” jawab Lina dengan senyum lebar.
“Ya, sudah. Sini, makan bareng kita,” ajak Kenari yang disambut Lina dengan senang.
Keduanya makan mie goreng bersama. Namun pikiran Kenari berkelana entah kemana.
***