Bab 3 Pekerjaan Baru
Setelah membuatkan makanan untuk tante Sinta, Jelita bergegas mengajak tantenya menuju ruang makan. Tante Erna pun mengiyakan ajakan keponakannya dan segera menyantap makanan yang sudah disajikan. Namun tiba-tiba insiden baru telah terjadi.
“Cuih, ini makanan apa, Jelita ? Kamu bisa masak nggak sih?” protes tante Erna.
“Memang kenapa dengan makanannya, Tan?” Jelita yang tidak tahu menahu bingung dengan sikap tantenya.
Tante Erna yang tengah emosi akhirnya menyuruh keponakannya merasakan makanan yang terhidang. Jelita pun langsung merasa keasinan setelah menyantap makanan tersebut.
“Maaf, Tan, aku tidak sengaja, nanti aku buatkan makanan lagi ya, Tan?” ucap Jelita merasa bersalah.
“Nggak usah, udah nggak mood lagi aku untuk makan, mendingan sekarang kamu kerjain aja kerjaan lainnya, buat masakan gitu aja nggak becus,” ucap tante Erna ketus.
Jelita yang merasa dipojokkan oleh tantenya berusaha sabar sekuat hatinya sembari mengerjakan tugas yang diberi oleh tantenya. Sementara om Heru yang melihat dari kejauhan perlakuan istrinya pada keponakannya tersebut hanya diam saja.
“Maafkan Om karena tidak bisa membelamu, Jelita, andai saja kalau Papamu bisa membantu keluarga Om saat itu, mungkin Om tidak akan bersikap setega itu sama kamu dan keluargamu,” batin om Heru.
Om Heru pun meninggalkan Jelita yang masih berkutat pada pekerjaannya. Setelah pekerjaan yang dilakukan Jelita selesai, Jelita bergegas membersihkan diri agar badan dan pikirannya bisa sedikit lebih segar.
Keesokan harinya, sebelum berangkat sekolah Jelita menyelesaikan semua pekerjaan rumah mulai dari menyiapkan sarapan hingga mengepel lantai rumah dan bergegas menemui tante Erna dan om Heru yang tengah sarapan.
“Om, Tante, aku berangkat sekolah dulu ya, semua pekerjaan juga sudah aku bereskan, maaf aku boleh minta uang saku buat sekolah, Tan ?” pinta Jelita.
“Kamu nggak sarapan dulu?” tanya om Heru.
Jelita menjawab kalau dia masih kenyang. Sementara tante Erna yang masih begitu kesal dengan keponakannya memberikan selembar uang lima ribuan.
“Nih, uang saku buat kamu, Tante lagi nggak ada uang, jadi kamu harus bisa sedikit hemat dengan pengeluaran kamu, syukur-syukur kamu bisa kerja sepulang sekolah buat tambahan biaya sekolah kamu, kamu ngerti kan?” ujar tante Erna memperingatkan Jelita.
Jelita yang tidak bisa protes dengan ucapan tantenya hanya menganggukkan kepala. Jelita akhirnya memilih berpamitan untuk berangkat sekolah.
*
Sesampainya di sekolah, Nina, teman dekat Jelita menemui Jelita dan mengucapkan bela sungkawa padanya.
“Kamu yang sabar ya, Jelita, kamu pasti kuat menjalaninya,” ujar Nina.
“Makasih ya, kamu sudah kasih dukungan sama aku, ya udah kita masuk kelas yuk!” ajak Jelita sembari berusaha tersenyum agar terlihat baik-baik saja.
Saat berjalan melewati lorong kelas, Jelita menanyakan sesuatu pada Nina.
“Eh, Nin, ada info lowongan kerja nggak buat anak sekolah?” tanya Jelita.
Nina yang mendengar pertanyaan Jelita langsung kaget dan tidak menyangka Jelita menanyakan hal ini. Nina pun mengajak Jelita ngobrol di taman sekolah.
“Lho, Beb, kamu ngapain tanya lowongan kerja, siapa yang mau kerja?” tanya Nina penasaran.
“Aku, ya buat tambah-tambah biaya sekolahku,” jawab Jelita singkat.
“Bukannya mendiang Ayahmu itu pengusaha sukses, kok kamu malah mau nyari kerja sih?” Nina yang masih bingung langsung melontarkan banyak pertanyaan pada teman dekatnya itu.
“Aku sudah tidak seperti dulu, Nin, sebelum kedua orang tuaku meninggal, orang tuaku ternyata mempunyai banyak hutang dan semua usaha yang dijalankan orang tuaku semuanya bangkrut, ditambah rumah yang aku tempati ternyata sudah dijual pada tanteku, makanya aku sekarang ingin cari kerja sambilan buat tambah biaya,” papar Jelita.
Nina yang mendengar penuturan Jelita pun miris dibuatnya. Akhirnya Nina memberi solusi jika tempat penjualan air minum orang tuanya tengah membutuhkan karyawan baru. Nina menjelaskan pada Jelita kalau tugasnya mengantarkan air galon ke salah satu perusahaan ternama. Jelita yang mendengar perkataan temannya langsung mengiyakan tawaran Nina.
“Lalu kapan aku mulai kerja, kalau misalkan aku mulai kerja hari ini bisa nggak?” tanya Jelita antusias.
“Kamu yakin mau kerja hari ini?” tanya Nina sedikit tersentak.
“Iya, kamu tenang aja, aku udah dapat izin dari Om sama Tanteku kok,” jawab Jelita sembari tersenyum.
“Ya udah, kalau begitu nanti pulang sekolah kamu ikut ke rumahku ya, kita ketemu sama orang tuaku dulu,” tutur Nina.
Bel akhirnya berbunyi dan pertanda kegiatan belajar mengajar akan segera dimulai. Nina dan Jelita langsung beranjak dari taman sekolah menuju kelas mereka.
Setelah semua pelajaran mereka ikuti, mereka pulang menuju kediaman Nina untuk membahas pekerjaan yang akan Jelita geluti. Nina langsung memanggil kedua orang tuanya untuk menemui Jelita.
“Assalamualaikum, Om, Tante, gimana kabar kalian?” tanya Jelita ramah.
“Waalaikumsalam, alhamdulillah kami baik, kata Nina kamu mau kerja di tempat Tante, itu benar?” tanya Bu Nurul, ibu Nina.
“Iya, Tan,” jawab Jelita.
“Tapi pekerjaan disini lumayan berat lho, Nak, dan biasa dikerjakan oleh laki-laki, pekerjaan disini harus mengangkat galon yang biasanya rutin diantarkan ke kantor-kantor setiap harinya, kamu sanggup?” ujar bu Nurul ragu.
“Insha Allah saya sanggup, Tan, saya juga lagi membutuhkan pekerjaan, Tante mau menerima saya jadi karyawan disini, kan?” pinta Jelita.
“Ya sudah, Tante terima, karena Tante tahu kamu anak yang seperti apa, kapan kamu mulai kerja, Nak?” tanya bu Nurul.
“Alhamdulillah, terima kasih banyak ya, Tan, saya akan bekerja sebaik mungkin nanti disini, kalau saya mulai kerja hari ini apa boleh, Tan?” ujar Jelita memohon.
“Baiklah,” jawab bu Nurul.
Bu Nurul pun memanggil Nina dan meminta Nina mengajak Jelita makan siang serta berganti pakaian. Nina langsung mengiyakan perintah ibunya dan mengajak Jelita masuk ke dalam kamarnya.
“Maaf ya, Beb, kamarku sedikit berantakan,” kata Nina sambil mencari baju yang pas untuk dikenakan oleh sahabatnya itu.
“Iya, nggak apa-apa santai aja, oh ya nanti kira-kira aku nganterin air galonnya ke kantor mana aja?” tanya Jelita.
“Soal itu nanti bakal diarahin sama Ayah, terus kamu juga nganter kesananya nggak sendirian, ada sopir yang juga nanti bantu kamu angkat galon sama nunjukin arahnya, pokoknya kamu tenang aja deh, semuanya pasti gampang,” jawab Nina sambil cengengesan.
“Sopirnya cowok?” tanya Jelita sedikit cemas.
“Iyalah, tapi kamu tenang aja, semua karyawan cowok disini semuanya baik-baik kok, Ibu sama Ayah teliti banget soalnya kalau sama urusan rekrut karyawan, jadi nggak sembarangan orang, mereka cari karyawan yang benar-benar berkelakuan baik, jadi kamu tenang aja, kamu nggak bakalan diapa-apain kok, paling cuma diledekin aja ntar kalau kamu udah kenal betul sama mereka, hehe, nih bajunya kamu pakai ya, kayaknya ini pas deh buat kamu, habis itu kita makan siang, aku udah lapar banget nih,” ledek Nina.
Jelita yang mendengarnya langsung menimpuk lengan Nina dan bersiap mengenakan baju yang diberikan oleh sahabatnya itu. Setelah selesai mereka langsung menuju ruang makan.
Jelita yang sudah selesai terlebih dulu menuntaskan makan siangnya langsung berpamitan pada Nina dan orang tuanya untuk memulai pekerjaan. Sementara ayah Nina mengarahkan Jelita dan karyawan lain untuk mengantarkan air galon ke perusahaan mana saja. Jelita dan karyawan tersebut mengangguk dan bergegas menjalankan perintah.
Saat di tengah perjalanan, salah satu karyawan bu Nurul bernama Amir memulai obrolan.
“Siapa namamu?” tanya Amir.
“Aku Jelita, Kak,” jawabnya.
“Panggil Bang aja, kamu kenapa mau kerja berat kayak gini, memang orang tuamu kemana?” ucap Amir ingin tahu.
“Eh, iya, Bang, orang tuaku baru saja meninggal, sekarang aku tinggal bersama Om dan Tanteku, tapi karena penghasilan mereka pas-pasan, makanya aku nggak mau ngerepotin mereka, jadinya aku pilih cari kerja buat bantu mereka, Bang,” jawab Jelita.
“Wah, salut aku sama kamu, zaman sekarang jarang ada anak muda sepertimu, kebanyakan dari mereka cuma bisanya buang-buang duit dan menyusahkan orang tuanya, tapi kamu masih usia segini sudah mau membantu keluarga,” puji Amir.
“Makasih, Bang, oh ya nanti kita nganter kemana dulu ini?” ujar Jelita.
“Kita antar ke kantor yang dekat dulu ya, setelah itu ke kantor yang jaraknya agak jauh, biasanya kantor yang agak jauh itu kantor ternama disini.” Amir menjelaskan pada Jelita.
Jelita pun mengangguk dan mengikuti arahan dari Amir. Mereka menuju kantor yang jaraknya dekat terlebih dahulu, setelah sampai mereka langsung menurunkan sebagian galon yang akan diberikan.
Hingga pada akhirnya setelah semua galon diantar ke kantor berjarak dekat, mereka langsung menuju kantor yang cukup terkenal di kota tempat Jelita tinggal. Amir menjelaskan kalau pemilik perusahaan kantor tersebut merupakan anak seorang konglomerat yang usianya masih terbilang cukup muda.
Jelita yang tak tahu menahu seluk beluk perusahaan tersebut hanya menganggukkan kepala. Mobil yang dikendarai Amir akhirnya sampai di tempat tujuan. Jelita dan Amir bergegas memasukkan sisa galon ke pintu belakang perusahaan tersebut yang langsung terhubung ke pantry.
Saat Amir dan Jelita selesai memasukkan galon air minum dan menuju mobil, tiba-tiba Jelita tertabrak oleh sosok pemuda yang tengah terburu-buru. Jelita langsung terkesiap dan menatap pria yang ditabraknya.
“Kak Ahsan?” ujar Jelita kaget.
“Lho Jelita, kamu kok bisa ada disini, kamu ngapain, bukannya seharusnya kamu sudah pulang sekolah?” tanya Ahsan.
“Iya, Kak, aku kerja disini, aku sekarang kerja jadi pengantar galon, Kakak ngapain disini?” tanya Jelita balik.
“Aku pemilik perusahaan disini, jadi sekarang kamu kerja mengantar galon di perusahaanku?” Ahsan begitu kaget mendengar perkataan Jelita.
Jelita mengiyakan pertanyaan Ahsan. Namun karena pekerjaan Jelita sudah selesai, Jelita pun pamit karena Jelita sudah harus pulang.
Ahsan yang berniat mengantarkan Jelita pulang menawarkan Jelita agar bisa pulang dengannya. Jelita akhirnya menerima tawaran Ahsan dan mereka masuk ke mobil milik Ahsan. Sementara Amir yang sedari tadi mendengar percakapan mereka bersikap tenang dan menyetujui jika Jelita ikut pulang bersama Ahsan. Setelah mengucapkan rasa terima kasih pada Amir, Jelita dan Ahsan langsung pergi menjauh dari pandangan Amir.