loader image

Novel kita

LUCETTE Pembawa Lentera Arwah_Part 10

LUCETTE Pembawa Lentera Arwah_Part 10

I Can Help You
81 User Views

Aku harus bersabar dan memberikan senyum pada pria di depanku ini. Ia memandangku tajam atau lebih tepatnya ingin menelanku hidup-hidup. Entah takdir apa di masa lalu mengharuskan aku berjumpa dengannya.

“Sedang apa kau ke sini?” tanyanya menuruni anak tangga. Aku pun mengikutinya.

“Aku hanya ingin memberi anda informasi kalau Hans ada di—-”

“Kami sudah tahu ia ada di mana. Lebih baik pulanglah,” usirnya tanpa sekalipun memberiku kesempatan untuk bicara.

“Memangnya anda tahu di mana tepatnya Hans berada, Sir?”
Aku balik bertanya seraya mengikutinya dari arah belakang, ia menuju tempat parkir.

“Kami bisa mencarinya tanpa bantuan cenayang,” ujarnya ketus.

“Gedung di sana luas dan kalian tak mungkin cepat mencarinya. Jadi aku mohon biarkan aku ikut, Sir,” pintaku memohon. Padahal selama ini tak ada dalam kamusku untuk meminta sesuatu pada manusia jika aku bisa mengerjakan sendiri.

“Miss, dengarkan aku. Jangan pernah ikut campur dalam urusan polisi. Kami bisa menangani sendiri dan satu hal aku tak pernah suka kau turut campur dalam masalah ini. Kau hanya tetangga dari si korban bukan siapa-siapa,” katanya berbalik menghadap diriku.

“Ah … satu lagi, Miss. Aku tidak percaya pada cenayang tanpa bantuan mereka pun, kami sebagai polisi bisa mencari dan menuntaskan masalah ini,” lanjutnya dengan menyindirku.

“Tapi setidaknya anda harus percaya meski sedikit saja,” sanggahku tak mau kalah.

Inilah yang tak aku suka pada manusia, mereka terkadang tak percaya dengan sesuatu di luar logika padahal hal tersebut ada. Ada kalanya mereka tak mau mendengar dari satu sisi dan memutuskan sendiri setiap masalah.

“Hei … kita bertemu lagi, Miss.”

Aku mengucapkan salam saat rekannya yang lebih ramah menyapaku sedangkan pria itu sudah masuk ke mobilnya dengan tergesa-gesa.

“Maaf ya aku tidak bisa berlama-lama. Hans sudah ditemukan,” katanya menatapku merasa bersalah karena tak bisa mengajakku. Itu yang kubaca dari pikirannya.

“Sam, jika kau masih tak naik. Aku tinggalkan dirimu!” Ia meninggikan suaranya ketika Sam tak juga membuka pintu mobil yang kebetulan sedang menelepon.

“Aku boleh ikut dengan ada, Sir?” Aku mencoba untuk ikut ikut meski nantinya akan kena marah pria cuek itu.

“Heh? Aduh … maaf miss sepertinya tidak bisa. Sudah ya aku harus pergi.”

Aku menghela napas dengan perasaan kesal ketika mendengar suara mobil yang hendak dijalankan. Aku melihat wajah Artemio dengan tatapan datar tertuju padaku. Samuel menundukkan kepalanya sebelum masuk ke mobil dan mereka meninggalkan aku di tempat parkir.

[“Cepat pergi ke sana, Luc! Kau tak ingin aku mengantarkan arwah anak itu ke alam baka, bukan?”]

Bukannya menolongku, Aleandro malah muncul tiba-tiba memberi kabar jika keadaan Hans kritis. Jika dalam satu jam tak ditemukan anak itu akan meninggalkan raganya menuju alam lain.

“Tidak bisakah kau membantuku sekali ini saja, Leandro? Bagaimana jika aku terlambat menolongnya? Apakah aku harus yang mengantarkan arwahnya ke atas?”

[“Kau terlalu banyak bicara, Luc. Jadi kau tak menyadari jika kita sudah berpindah tempat.”]

Tunggu … apa katanya? Berpindah tempat ke mana? Kutatap Aleandro dan melihat ke sekeliling, ada banyak kendaraan berlalu lalang. Lalu lintas yang padat dan aku tak mengenali area ini sama sekali.

“Kita di mana, Aleandro?”

[“Maaf aku hanya bisa mengantarkanmu sampai sini saja. Sebentar lagi akan ada orang yang membawamu ke sana.”]

Dan seenaknya Aleandro meninggalkanku sendirian di tepi jalan yang tak aku kenal. Aku pun bertanya pada seseorang dan ternyata aku berada di kota lain.

“Kalau sudah begini, mau tak mau aku harus naik taksi menuju gedung itu dan menemukan Hans secepatnya.”

Aku mengulurkan tangan untuk memanggil taksi, tetapi semua kendaraan itu selalu penuh dengan penumpang. Di sini hanya taksi dan bus tak terlihat sama sekali. Di saat seperti ini terkadang aku jengkel karena tak memiliki kemampuan menghilang.

Aku menggerutu merasa sebal. Masa tak satupun taksi yang kosong? Padahal ini sudah lewat dari jam kerja. Aku menengadahkan kepala ini dan meminta tolong pada mereka yang ada di atas agar segera membantuku menemukan tumpangan.

Aku mencoba sekali lagi mengulurkan tangan memanggil taksi atau mobil siapa saja yang mau mengantarkanku ke gedung tersebut.

“Sepertinya mobil itu melihatku.”

Dari jarak yang tak sebegitu jauh, aku dapat melihat sebuah jeep melaju lambat. Apakah sang pengemudi melihatku? Aku harap ia mau menolongku.

“Miss Lucette?”

Kami sama-sama terkejut, ternyata jeep yang berhenti tepat di depanku adalah milik detektif ketus itu. Ia pun menatapku dengan bingung.

“Kenapa anda bisa sampai di sini? Bukannya tadi—” Samuel bertanya dalam keheranannya. Aku dapat melihat raut wajah kedua pria itu berubah penuh tanda tanya.

“Aku diantar naik sepeda motor oleh teman. Ia memacu kecepatannya,” jawabku bertampang serius.

“Tapi jarak antara—”

Aku terpaksa memotong ucapan Samuel dan memaksa masuk ke jeep hitam. Tak peduli dengan ekspresi yang diperlihatkan Artemio saat aku sudah duduk di belakang kemudinya.

“Jangan melihatku sepertiku. Cepat kemudikan mobil anda, Sir. Waktu kita tak banyak,” kataku cepat agar ia tak menyuruhku turun.

Inilah yang dikatakan bibi Brigith juga Aleandro tadi jika akan ada seseorang yang menolongku dan aku tak menyangka seseorang itu adalah dua detektif dengan sifat yang berbeda.

Masa bodoh dengan tatapan heran mereka dan ocehan Samuel. Aku berharap jeep ini berjalan cepat dan sampai sesuai waktunya.

*****

Kami sudah sampai di gedung pencakar langit yang memiliki dua puluh empat lantai dan hanya beberapa bagian saja yang sudah terbentuk. Setiap lantai memiliki banyak ruang dan itu menyulitkan kami untuk menemukan Hans. Di dalam penglihatanku yang semakin jelas jika mendekati target, anak itu ada di lantai atas.

“Katanya kau bisa menemukannya. Jadi silakan kau mencari sendiri, Miss.”

Artemio menyuruhku tak mengikutinya lagi. Ia dan rekan-rekannya akan mencari dari lantai dasar dulu. Sebagian lainnya berpencar sedangkan aku tetap pada pendirianku jika aku bisa menemukannya lebih cepat dari polisi.

Aku melangkah langsung menuju lantai empat belas, karena bangunan ini belum sepenuhnya terbentuk jadi tak ada lift ataupun tangga berjalan yang memudahkan kami menuju atas. Satu demi satu tangga aku susuri, kaki terasa lelah meski napas ini tak tersengal-sengal.

“Oh Tuhan, terima kasih jantungku masih berdegup normal.”

Pada akhirnya aku sampai di lantai atas. Kulihat beberapa polisi sudah ada di sini sembari memanggil nama Hans, tetapi mereka belum menemukan anak itu. Aku berhenti sejenak memastikan lagi di mana ia disembunyikan, lantai yang ini memiliki sepuluh ruangan dan setiap ruangan belum rapi masih menyisakan alat-alat bangunan.

[“Aku belum menemukannya. Apa informan itu salah memberi kita petunjuk?”]

Aku mendengar keluhan polisi yang belum kunjung menemukan Hans, mereka sudah mencari di setiap ruangan tapi keberadaan anak itu tetap tak bisa ditemukan.

“Miss, sedang apa anda di sini? Maaf jangan menganggu kerja kita,” usir polisi bertubuh kekar dengan menyuruhku menuruni anak tangga.

“Biarkan gadis itu di sini, Mike. Mungkin saja bisa membantu kita karena ia mengaku cenayang.”

Artemio muncul dari arah belakang, senyumannya seperti mengejek dan kurasakan ia tak percaya dengan ucapanku. Rekan-rekannya menggelengkan kepala seraya memberikan senyum sinis padaku.

“Kalian kira aku tak bisa menemukan? Aku akan membuktikan ucapanku ini.”

Aku tak meladeni perkataan mereka lagi, sekarang yang paling penting bagiku menemukan Hans dan aku tahu anak itu di mana saat ini. Aku berjalan lebar menuju ruangan nomer empat. Di sana memang ada karung pasir, semen dan juga alat berat lainnya.

Namun kukira mereka tak memerhatikan hal yang mencurigakan, untuk apa ada lemari bekas diletakkan di sini? Untuk apa kegunaan benda itu jika ruangan ini belum jadi sepenuhnya?”

“Kalian sudah melihat isi lemari itu?” tanyaku pada polisi yang bertubuh kekar tersebut.

“Sebelum anda bertanya, kami sudah memeriksanya, Miss. Tidak ada siapa-siapa di sana,” ujarnya penuh keyakinan.

“Maksudku, kalian itu harus mendorong lemari itu menjauh dari dinding, Sir. Di sana anak itu berada,” kataku berusaha sabar.

“Kalian tak percaya padaku?” Artemio, Samuel bahkan beberapa polisi lainnya memandangku bingung. Bukannya segera bertindak mereka malah berdiam sejenak lalu tertawa kecil.

“Terserah kalian. Akan kudorong sendiri lemari itu!”

Saat aku menyentuh lemarinya dapat kurasakan napas Hans yang semakin menipis dan ia hampir kehilangan nyawa jika kami tak segera menemukan saat ini juga. Kupandangi Mathilda yang tampak gelisah dan tak sabar melihat sang anak.

“Sini aku bantu,” kata Artemio bersama Samuel di sisi kananku. Mereka sama-sama membantuku mendorong lemari ini agar menjauh dari dinding.

“Kau membuat kami kerepotan dengan ulahmu, Miss. Mana ada anak itu di—”

Benar dengan penglihatanku tadi, ternyata di balik lemari itu ada sebuah dinding yang berlubang menyerupai kotak.

“Hans ditemukan!” teriak petugas polisi lainnya.

“Kenapa kita tak melihat ada sesuatu di balik lemari itu?”

Tentu saja mereka tak dapat menemukannya karena polesan dinding ini begitu rapi dan dapat menyatu dengan lemari.

“Cepat panggil pihak medis!” teriak Artemio.

Samuel dan Artemio menghampiri Hans yang meringkuk , ia tampak pucat dan matanya yang tertutup. Artemio segera menggendongnya, meletakkan Hans di lantai lalu memberi pertolongan pertama.

Aku penasaran dengan celah kecil itu kemudian aku mendekati dan menengok ke arah atas, akhirnya aku paham. Tak satupun manusia yang dikurung di celah sempit ini bisa bertahan jika tak ada udara.

Bangunan yang aneh sekali. Untuk apa membangun sebuah celah di antara dinding lalu di bagian atasnya terbuka seperti cerebong asap? Sebab itulah Hans setidaknya masih bisa bernapas.

“Terima kasih bantuan anda, Miss.”

Aku menyunggingkan senyum kala Samuel yang mengucapkan kalimat itu dan tidak mengharapkan apapun atas ditemukannya Hans. Hari ini aku bersyukur tak dua orang yang kubawa alam baka.

=Bersambung=

GADIS PEMBAWA LENTERA ARWAH

GADIS PEMBAWA LENTERA ARWAH

Score 10
Status: Ongoing Type: Author: Released: 2023
Nina Lucette Theodora bukan manusia biasa. Gadis periang itu sudah hidup di dunia selama lima ratus tahun, ia dibangkitkan dari kematian oleh Sang Tuan demi menjalankan dua misi yaitu sebagai pembawa cahaya. Tugasnya membawa para arwah yang sudah meninggal ke alam baka dan tugas satunya mencari sosok iblis yang merasuki tubuh manusia. Suatu hari ia dipertemukan dengan pria berprofesi sebagai detektif bernama Artemio yang sedang mencari pembunuh berantai. Ada seorang pria dirasuki tubuhnya oleh sosok iblis yang kabur dari neraka dan melakukan serangkaian pembunuhan terhadap para wanita. Di dunia manusia Lucette bekerja sebagai asisten tim forensik. Tanpa Lucette dan Artemio sadari, ada sebuah kisah yang terjalin di antara mereka ratusan tahun lalu. Dapatkah Lucette menyelesaikan tugas yang diembannya?  Mampukah Lucette dan Detektif itu bekerjasama menemukan pelaku pembunuhan tersebut? Lalu siapa sebenarnya sosok iblis yang merasuki tubuh manusia tersebut? Mari ikuti terus cerita ini dan menemukan iblisnya.

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!

Options

not work with dark mode
Reset