loader image

Novel kita

Maafkan Saya Ibu Dian – Chapter 4

Maafkan Saya Ibu Dian – Chapter 4

Mencari ASI buat Lila kecil
165 User Views

“Rud… tadi Lila rewel banget… bahkan beberapa kali ia tak mau meminum susu nya di dot” ujar kak Ratih, ibu Mitha saat kami lagi makan bareng. Bukan di meja makan, karena aku tak memiliki meja makan, hanya makan di bawah beralaskan karpet, kawan.

“Trus kak” tanyaku sembari menoleh, melihat ke arah putriku yang masih bermain-main dengan Mitha tak jauh dari kami.

“Hmm, bahkan tadi badannya sempat panas, Rud… jadinya kakak bawa ke puskesmas.”

“Astaga kok gak nelfon kak?”

“Gak apa-apa kok, toh juga sudah di tangani sama dokter di puskesmas tadi”

“Terus apa kata dokter kak?”

“Kata dokter Lila alergi susu kemasan…”

“Apa?”

“Iya makanya harus di kurang-kurangi susu kemasannya…. dan kata dokter ada baiknya di beri Asi langsung buat anak seumurannya”

“Tapi…”

“Iya kakak juga sudah bilang ke dokternya, kalo ibu anak ini menghilang entah kemana, alhasil dari kecil anak ini tidak merasakan ASI”

Aku merasa begitu menyesal, tidak sempat menahan kepergian ibunya kala itu. Gimana mau di tahan, wong si Dea, ibu Lila ini sungguh amat sangat memalukan bagiku. Amat sangat membuatku murka kala itu.

Sudahlah nanti juga kalian akan paham mengapa kami berpisah.

“Trus gimana kak?”

“Tadi kakak udah nanya sih ke temen kakak, katanya di jaman sekarang, ada tuh jasa pemberi ASI. Kakak sih belum pernah liat sih, cuma ada baiknya kamu coba cari-cari informasi deh, kali aja memang ada….”

“Tapi kak, apa biayanya gak mahal?”

“Setidaknya, seminggu sekali Lila harus di kasih ASI dek… jadi kalo seminggu sekali kakak rasa kamu masih mampu, bukan?”

Aku merenung.

Mulai memikirkan apakah aku harus mengambil tindakan untuk mencari tahu tentang yang di katakan kak Ratih? Atau hanya tetap diam saja, dan menjalani rutinitas dan kebiasaanku dan Lila selama ini?

Tapi, kalo kesehatan putriku kembali terganggu?

Arghhhh…. pusing jadinya.

“Udah… kamu gak usah mikirin, ada kakak sama Mitha kok yang akan bantuin kamu buat merawat Lila”

Aku berfikir sejenak, kemudian menatap kak Ratih. Ahhh, lebih tepatnya menatap ke arah dadanya.

Gubrak!

Rupanya kak Ratih menyadari arah pandanganku ini.

“Apa? Kakak mu ini sudah tidak punya ASI. Habis di sedot tiap malam ama bapaknya Mitha”

“Hahahaha, apaan sih kak… dasar”

“Habisnya, matamu langsung liatin dada kakak”

“Hush kak, gak baik, di dengar ama Mitha loh”

“Iya…”

….

….

….

 

Setelah kami makan malam bareng…

Setelah kami mengobrol sebentar, akhirnya kak Ratih dan Mitha pamitan untuk pulang, menyisakan aku berdua dengan Lila, yang juga sebelumnya sudah di tidurkan oleh Mitha di kamarku.

Dan kini, aku sudah di kamar, hanya menatap wajah bidadari kecilku yang tak berdosa ini, yang harus menerima kenyataan jika ibunya yang biadab itu pergi meninggalkannya.

Membiarkanku dengan tangan kasarku ini, untuk merawat putri kami sendirian saja.

Kenapa dia biarkan dirinya hamil, kalo hanya ingin menyia-nyiakannya seperti ini?

Sialan emang lo, Dea….

Sialan….

Begitu teganya engkau pergi begitu saja, serta meninggalkan Lila bersamaku?

Padahal, lo lebih bisa membuatnya bahagia daripada aku yang hanyalah seorang pria yang tak berguna ini.

Aku sebetulnya ingin menghubungi nomor ponselnya untuk menyuruhnya menggantikan posisiku merawat putriku ini, tapi, semakin aku ingin menghubunginya, hati kecilku malah melarangku. Aku takut, justru kelakuan ibunya tidak berubah malah dampaknya amat sangat negatif buat Lila di kemudian hari.

Lantas….

Apa yang mesti ku lakukan, ya Tuhan?

Apalagi mendengar ucapan kak Ratih tadi, aku semakin kepikiran dengan kondisi putriku ini. Aku ingin tinggal bersamanya saja setiap saat, tapi kami mau makan apa nantinya kalo aku tidak bekerja? Terus, susu Lila bagaimana dan kebutuhannya juga bagaimana?

Aku merasa kepalaku langsung nyut-nyutan memikirkan ini semua.

Sepertinya….

Apa yang di katakan kak Ratih tadi padaku, ada benarnya.

Maka dari itu, sambil rebahan di samping putriku yang baru saja ku pakaikan pempers, biar ngompolnya gak nembus ke kasur, aku pun membuka-buka informasi jasa pemberi ASI dari layar smartphoneku.

 

Beberapa jenak, hal ini ku lakukan.

Aku mencari dari berbagai sumber dan juga tak sedikit rupanya jasa ASI ini di promosikan di berbagai media social.

Hingga satu lapak di salah satu social media berwarna biru, membuat perhatianku pada akhirnya terpaku. Bukan karena sebuah informasi melainkan, letak alamat yang tertera di situ, adalah alamat yang bukan biasa-biasa saja.

Tidak seperti alamat-alamat lapak lainnya yang beralamatkan di daerah-daerah pemukiman. Alamat lapak kali ini, beralamatkan di perumahan elit, bro. Busyet, emang wanita mana sih yang mau menjual ASInya demi sesuap nasi, padahal udah jelas-jelas penghuni yang tinggal di perumahan ini tidak kekurangan duit, mungkin malah udah gak ada tempat buat menampungnya?

Atau jangan-jangan pembantu di salah satu rumah gede di sana yang ingin menjual ASInya buat nambah-nambah pemasukan kali ya?

Ahh mending di coba aja kali ya….

Daripada aku penasaran, bener bukan?

Apalagi di lapak tersebut, tertera nomor ponsel sang pemilik lapak.

Ya sudahlah, aku pun mencoba untuk menghubungi nomor ponsel tersebut.

 

Sambil menahan nafas, aku pun menghubunginya.

Satu detik….

Dua detik….

Akhirnya, telfonku terjawab di seberang.

“Halo….” busyet, suaranya merdu sekali, bro.

Masa iya, ini suara pembantu sih? Batinku bertanya-tanya setelah mendengar suara sapaan di seberang yang baru saja menjawab panggilan telfonku.

“Halo… ini dengan siapa?” sekali lagi, suara merdu nan indah itu terdengar di telingaku.

“I… iya halo”

“Ini siapa ya malam-malam nelfon saya?” begitu tanyanya.

“Eh I… ini mbak, apa benar, mbak adalah pemilik lapak ASI super segar itu ya?”

“Ohh iya mas, kenapa emang? Ada yang bisa saya bantu?”

“Ini mbak…. saya rencananya mau mencoba buat putri saya, kebetulan tadi habis dari dokter, dokter malah menyarankan untuk di beri ASI, karena ibunya sudah lama pergi” balasku pada pemilik suara merdu di telfon.

“Oh baik mas… kapan rencananya mas mau datang membawa anaknya?”

“Hmm…” aku mulai berfikir sesaat. Apa aku pagi aja kali ya membawa putriku kesana, karena kan besok, aku mendapat shift jaga part middle, alias di mulai di jam 11 siang hingga pukul 7 malam. Takutnya, jika menunggu aku pulang, putriku malahan sudah tertidur seperti hari biasanya. “Kalo pagi boleh gak mbak?”

“Besok pagi saya harus kerja mas… kecuali…. hmm”

“Kecuali apa mbak?”

“Kecuali mas bisa datang ke rumah saya, jam 7 pagi… saya masih sempat memberi ASI untuk anak masnya”

“Wah… boleh deh mbak…. nanti sebelum jam 7 aku langsung ke alamat yang tertera di lapak.”

“Baik mas. Saya tunggu” begitu balasnya.

“Siap mbak… terima kasih ya.”

“Sama-sama… selamat malam”

Dan yah, kami pun menyudahi obrolan singkat kami melalui sambungan telfon.

Setelahnya, ku kecup kening putriku sembari membisikkan padanya, “Sayang… akhirnya, untuk kali pertama, kamu bisa merasakan ASI sesungguhnya…. besok, ya besok ayah janji, akan membawamu ke sana, meski ayah harus puasa buat ngirit nantinya”

Setelahnya, ku putuskan untuk cepat tidur malam ini, karena besok aku harus bangun pagi-pagi sekali tentu bukan hanya mengurus diriku saja, melainkan harus mengurus putriku ini di pagi hari.

 

Bersambung Chapter 5

Maafkan Saya Ibu Dian

Maafkan Saya Ibu Dian

Score 10
Status: Ongoing Author: Released: 2023 Native Language: Indonesia
Wanita itu sangatlah sempurna, dan berbanding terbalik denganku yang hanya seorang pria berprofiesi sebagai security di perusahaan milik wanita itu.   Namun mengapa dia malah memilihku?   Ahh, tapi sungguh, itu tak mudah kawan.

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!

Options

not work with dark mode
Reset