Jordan meraih tangan Clarabelle, dia merapatkan kembali tubuh mereka. Jordan bisa melihat tatapan Clarabelle yang sedikit bingung dengan perkataannya.
“Babe, selama bersama papa kamu, kamu bahagia. Dan kebahagiaan papa kamu adalah kamu.” Jordan mencari kata yang tepat, mengembalikan suasana hati Clarabelle. “Kalau memang tinggal bersama papa kamu itu lebih baik, aku akan berusaha menyesuaikan diri.”
Seketika senyum Clarabelle melebar. Sejauh itu Jordan memikirkan dia dan papanya. Pria ini makin membuat Clarabelle kagum saja.
“I am so lucky to have you here, Jordan. Really.” Tulus dari hatinya, Clarabelle mengucapkan itu. “Aku tidak sabar memulai semuanya bersama kamu.”
“Me too, Sweet heart.” Dan kecupan lembut Jordan kembali membuat hati Clarabelle membuncah dengan rasa cinta yang makin melebar. Clarabelle bahkan tidak bisa mengerti dirinya sendiri. Setelah sekian tahun menjauh dari semua bentuk cinta, Jordan hanya dalam delapan minggu, mampu meruntuhkan dinding kokoh dengan kawat duri yang dia pasang bagi kaum Adam itu.
Jordan lega Clarabelle kembali terkagum-kagum dengannya. Ini akan membuat mudah dia membuat Clarabelle percaya dengan semua yang dia akan katakan. Jordan sangat yakin telah merebut hati Clarabelle begitu rupa.
Keduanya akhirnya meninggalkan apartemen itu. Mereka diantar menuju ke rumah Jordan. Selama perjalanan Clarabelle merasa dadanya terus saja berdebaran. Tidak sabar dia melihat tempat tinggal yang dia dan Jordan akan tinggali bersama.
Seperti yang Jordan katakan, rumah Jordan dan tempat tinggal Clarabelle tidak begitu jauh. Jalan yang dilalui memang seakan-akan Clarabelle akan pulang saja. Kira-kira lima belas menit sebelum sampai di rumah Clarabelle, perjalanan berbelok ke jalur lain, menuju rumah Jordan.
Mata Clarabelle memperhatikan jalan menuju ke rumahnya. Tentu saja dia ingat Adriano. Clarabelle rindu sekali pada papanya. Ada sedikit rasa bersalah, sudah dekat rumah, Clarabelle justru beralih ke tempat lain.
“Babe ….” Jordan memegang lengan Clarabelle. Dia bisa menduga yang ada di pikiran Clarabelle, ingin segera bertemu ayahnya.
Clarabelle menoleh pada Jordan. Pria tampan dengan mata yang bagus itu memandang dalam-dalam padanya.
“We’ll see your father soon.” Jordan mengusap lembut pipi Clarabelle. Clarabelle tersenyum lega. Jordan benar-benar memahami dirinya.
*****
Rumah Jordan terasa sangat nyaman. Tidak begitu besar, tapi modern dan manis. Interiornya membuat Clarabelle terpesona. Sungguh rumah idaman. Dia bisa membayangkan kehidupan yang menyenangkan akan dia jalani bersama suaminya yang baru dia kenal dua bulan ini.
“Nyaman sekali. Aku suka rumah ini.” Clarabelle melebarkan bibirnya.
Kamar Jordan sudah diatur begitu rupa seolah memang disiapkan untuk mereka berdua, bukan kamar maskulin yang hanya cocok buat pria.
“Aku senang kamu menyukainya. Kita istirahat siang ini, nanti malam kita jalan-jalan. Oke?” Jordan meraih tangan Clarabelle, menariknya hingga mereka jatuh di atas ranjang besar itu.
Degupan kencang kembali menyerang Clarabelle. Apalagi Jordan seketika melepaskan kecupan kuat dan dalam. Clarabelle tidak bisa menolak. Dia mengikuti saja ke mana Jordan membawanya. Hasrat tak terbendung lagi. Semakin mengenal Jordan, semakin Clarabelle merasa pria itu begitu pandai bercinta. Clarabelle sedikit dipaksa berlari untuk mengimbangi permainan suaminya.
“Honey ….” Jordan menatap Clarabelle dengan nafas masih sedikit terengah setelah aktivitas mereka. “You are great ….”
Desiran halus kembali menyapa Clarabelle. Rasa bangga bisa memberi kepuasan pada suaminya. Clarabelle yakin, ini salah satu cara membuat pria itu makin cinta dan melekat.
“I … want more .…” Tatapan Jordan menghujam jantung Clarabelle yang makin beradu.
Jordan kembali merapat, tiba-tiba terdengar getaran ponsel Jordan yang tergeletak di meja. Sedikit kesal, Jordan meriah ponselnya dan menerima telpon.
“Come home, tonight. With your wife. No excuse.” Suara berat dan tegas terdengar di telinga Jordan.
Tuutt …. Sambungan telpon putus, sebelum Jordan mengucapkan satu kata pun.
“Ahh ….” Jordan terlihat kesal dengan telpon yang dia terima.
“Ada sesuatu?” Clarabelle memandang Jordan yang berubah gelisah.
Jordan kembali berbaring di sisi Clarabelle, dengan posisi miring menghadap istrinya. Papanya yang menelpon. Satu kalimat itu ultimatum buatnya. Jordan tidak bisa menolak. Mau tidak mau Jordan harus membawa Clarabelle. Jordan tahu situasi di rumah akan sangat tidak nyaman. Jordan harus menyiapkan Clarabelle untuk itu.
“Lala ….” Jordan mengelus lembut pipi Clarabelle. “Aku harus pulang, bertemu orang tuaku, kakak dan nenekku. Mereka ingin kamu juga ikut.”
“Sungguh?” Clarabelle melihat Jordan dengan pandangan tajam dengan kedua alis mengkerut. Keluarga Jordan tidak harmonis. Mereka tidak begitu peduli dengan Jordan. Akan seperti apa saat Clarabelle bertemu mereka? Apakah mereka akan menerima Clarabelle?
*****
Clarabelle memperhatikan dirinya, mencermati pakaian yang dia kenakan untuk berjumpa dengan keluarga Jordan. Terlalu sederhana. Di depan Clarabelle terpampang bangunan megah bak istana, Mansion orang bilang. Jordan membawanya ke tempat seindah itu. Apakah benar ini rumah orang tua Jordan? Jadi mereka keluarga kaya raya. Keluarga Hayden ….
“Hayden?” Seketika jantung Clarabelle berdetak makin cepat. Jangan-jangan … Jordan adalah Hayden ….
“Welcome home, Brother!”
Sapaan keras menyambut Jordan dan Clarabelle yang berjalan masuk ke ruang depan rumah besar itu. Indah, mewah, luar biasa, itu yang terlihat oleh Clarabelle. Dia merasa kecil dan tak berarti dengan semua yang terpampang di depannya.
“Kamu bicara apa pada papa?” Jordan tidak membalas sapaan pria di depannya.
Pria dengan kaos ketas warna hitam dan celana Jeans biru. Dia sedikit lebih pendek dari Jordan, tetapi tubuhnya cukup gempal. Mirip di bagian mata dan bibir dengan Jordan, hanya bentuk wajahnya lebih tegas.
“Aku tidak suka mengadu, Adikku. Media menayangkan wajahmu hampir setiap hari. Kamu tidak sadar makin terkenal hari ini?” Pria itu bicara dengan senyum sinis pada Jordan.
Clarabelle merasa tidak nyaman dengan yang dia saksikan. Dua pria itu seakan-akan akan berkelahi saja. Clarabelle berdiri beberapa Langkah di belakang Jordan.
“Jadi ini istrimu?” Pria itu melihat ke arah Clarabelle. Entah bagaimana mengartikan tatapan pria itu. Kaku, datar, tidak simpatik.
Jordan menoleh pada Clarabelle. “Ya, James, ini istriku. Clarabelle Aimee.”
Raut wajah James lebih tegang. “Dari keluarga mana dia?”
Pertanyaan itu membuat Clarabelle makin tidak nyaman. Dia sadar, keluarga ini pasti tidak mudah menerimanya. Jordan menarik napas dalam. James memang keterlaluan. Apa harus di depan Clarabelle, dia mengucapkan itu semua?
“Selamat malam. Aku Clarabelle Aimee Johan. Ayahku orang Indonesia.” Clarabelle memberanikan diri bicara.
“Ah, ya … tampak jelas.” Senyum tipis, tidak enak dipandang muncul di bibir James.
Clarabelle semakin tidak nyaman dengan itu.
“Indonesia?”
Kakak beradik itu menoleh pada suara sedikit gemetar yang bicara pada mereka. Clarabelle juga mengarahkan pandangan pada suara yang memanggil. Seorang wanita tua, dengan wajah cantik, rambut putih hampir di seluruh kepala, tersenyumnya ramah, menghampiri mereka.
“Grandma ….” Jordan melangkah mendekat pada wanita itu dan memeluknya dengan hangat.
Clarabelle ingat Jordan menyebut nenek, saat mengatakan akan membawa Clarabelle pulang. Wanita itu melepas pelukan Jordan, meneruskan langkahnya ke arah Clarabelle.
“Welcome to Hayden family, Dear. You are so pretty.” Senyum kembali menghiasi bibir wanita tua itu.
Mata Clarabelle melebar. Ya, Jordan adalah Hayden! Bukan sembarang Hayden ….