“Are you sure, you wanna see Granny today?” Jordan memperhatikan Clarabelle yang berdiri di depan cermin besar di meja riasnya. Clarabelle menyisir rambutnya yang Panjang indah, berkilau.
Dari cermin itu Clarabelle menatap Jordan yang berdiri tak jauh dari ranjang sedang merapikan dasi yang dia kenakan.
“Ya, aku sudah janji. Kalau Papa sehat, aku akan mengunjungi Granny setidaknya seminggu sekali. Papa tidak keberatan, Jordan.” Clarabelle meletakkan sisir kembali ke tempatnya, lalu berbalik melihat pada Jordan.
“Baiklah, asal Papa baik-baik saja, aku terserah padamu.” Jordan tersenyum, meraih jas yang tersampir di pinggir kasur dan mengenakannya.
Clarabelle terus menatapnya. Tampan, gagah, baik hati, sabar, dan pengertian. Komplit sekali paket Jordan Gerald Hayden buat Clarabelle. Sudah hampir empat bulan sejak pernikahan mereka, Clarabelle semakin senang bisa menjadi istri Jordan.
“Kenapa menatapku seperti itu?” Jordan batal mengancingkan jas, dia memandang Clarabelle, melangkah tiga tapak, dan memegang kedua bahu Clarabelle.
Clarabelle mengangkat wajahnya, lebih jelas ketampanan pria yang membuat dia terpesona itu.
“Aku masih tak percaya, aku punya suami sebaik kamu. Tuhan melimpahi aku terlalu banyak kasih sayang. Terima kasih, Jordan,” ucap Clarabelle tulus dari hatinya.
Jordan tersenyum simpul. Dia mendekatkan wajahnya dan mengecup Clarabelle lembut, tetapi kecupan itu menguat, hingga beberapa lama.
“Aku harus pergi. Kuharap semua baik hari ini.” Jordan melepaskan pelukannya dan menggandeng Clarabelle keluar kamar.
“God bless you, Jordan.” Clarabelle tersenyum lebar, melepas suaminya berangkat. Clarabelle masih perlu menyiapkan beberapa hal sebelum akhirnya dia juga pergi menuju rumah besar keluarga Hayden.
Ayah Clarabelle sudah jauh lebih baik. Perawatan terus dilakukan untuk menjaga kondisinya. Jordan terus memantau juga perkembangan kesehatan Adriano. Clarabelle setidaknya tiga kali seminggu tinggal di rumah ayahnya, Jordan tidak keberatan. Kadang dia juga ikut menginap di rumah Adriano.
Buat Clarabelle, sikap Jordan itu menunjukkan dia berusaha membuktikan dia sayang pada Clarabelle, meskipun sampai hari ini belum pernah Jordan mengucapkan kata cinta. Clarabelle yang sebenarnya semakin yakin dengan hatinya buat Jordan, juga menyimpan saja kata cintanya. Sesekali dia akan ucapkan saat Jordan sudah lelap dalam tidur.
*****
“Lala! Sweet heart! Nice to see you again, Darling!” Dengan senyum cerah, Crystal menyambut Clarabelle. Dia peluk hangat Clarabelle dan mengajaknya masuk langsung menuju ke dapur. Crystal ingin mencoba resep baru dan mau Clarabelle menemaninya memasak.
“Menyenangkan sekali bisa membantu Granny.” Clarabelle tersenyum lebar.
Mengenal Crystal lebih dekat, membuat Clarabelle makin nyaman dengan keluarga Hayden. Crystal sangat terbuka menceritakan apa saja tentang keluarga itu. Termasuk juga tentang James. Dari Crystal, Clarabelle tahu James dingin dan ketus sejak kehilangan istrinya karena sakit kanker otak.
Tiga tahun menikah, belum sampai punya keturunan, istri James meninggal. James sangat terpuruk. Dia butuh waktu lama bisa memulai hidupnya lagi. Setelah kembali sibuk dengan pekerjaannya, James menjadi dingin dan terkesan ketus. Apalagi pada wanita. Dia seperti sengaja menutup diri karena tidak ingin Carol, mendiang istrinya, pergi dari hidupnya.
“Kuharap kamu bisa mengerti jika James tidak ramah padamu. Tapi dia pria yang baik. Pekerja keras dan cerdas. Jaren sangat percaya semua yang James lakukan pasti akan berhasil. Perhitungannya dalam bisnis selalu matang. James hebat dalam bisnis.” Crystal melanjutkan kisahnya tentang anak sulung Jaren dan Ann-Mary itu.
Ada rasa iba yang mulai muncul di hati Clarabelle pada James. Bukan lagi kesal atau marah seperti sebelumnya.
“Dia sangat berbeda dengan Jordan. Jordan ramah, suka tersenyum, dan manis. Apakah Jordan punya banyak teman?” Clarabelle bertanya sambil tangannya terus menyiapkan adonan.
Crystal tersenyum. Pertanyaan itu membuka pintu baru yang lebar. Crystal menuturkan Jordan memang ceria dan suka bergaul. Dia punya banyak teman sejak kecil. Selalu jadi pusat perhatian dan idola di antara temannya baik pria maupun wanita.
“Bisa dibilang Jordan selalu digandrungi para gadis. Begitulah. Tapi dia tidak pernah memilih teman. Dari kalangan mana saja dia akan bisa berteman baik. Aku lega, sekarang dia mulai mau serius dengan karirnya. Karena kamu, Lala.” Kalimat terakhir yang Crystal ucapkan terasa lebih serius.
Crystal memasukkan adonan dalam oven, lalu dia duduk dan memandang Clarabelle. Clarabelle yang juga selesai dengan adonan terakhir, membersihkan tangannya dan memilih duduk di sebelah Crystal.
“Jordan sempat tidak peduli dengan masa depannya. Dia terlalu asyik dengan teman-temannya, tidak berpikir untuk meraih hidup seperti apa di hari esok. Tapi bersama kamu, dia mulai berubah, La. Tolong bantu Jordan terus seperti ini. Kamu memang wanita yang tepat yang Tuhan antar buat Jordan,” tutur Crystal.
Clarabelle sedikit terkejut dengan kata-kata Crystal. Jordan hidup semaunya, tak peduli masa depan? Apa benar dia seperti itu? Sejak mengenal Jordan, yang Clarabelle lihat, Jordan pria mapan karena bekerja keras. Itu yang Jordan katakan, meski tidak detil apa pekerjaan yang dia lakukan.
“Granny tidak sekalian beritahu istri Jordan, kalau dia satu dari sekian banyak wanita yang ikut menikmati kemewahan Jordan karena dekat dengan dia?”
Entah dari mana James muncul dan ikut bicara. Crystal dan Clarabelle menoleh cepat pada James. Pria itu melangkah masuk ke dapur, dia membuka kulkas dan mengambil minuman dingin.
Clarabelle tidak nyaman seketika dengan kehadiran James. Dia pikir pria itu akan ada di kantor hingga sore atau malam seperti Jordan. Mengapa belum tengah hari dia sudah di rumah?
“Sudahlah, James. Semua sudah lewat. Jordan telah menata hidupnya. Harusnya kamu bersyukur untuk itu.” Crystal selalu tidak suka jika James selalu saja menyudutkan Jordan.
“Mana pernah Jordan salah di mata Granny? Cucu kesayangan Granny itu seperti pria kebal hukum dan dosa di mata Granny,” sindir James.
“Kamu tahu itu tidak benar, James,” sahut Crystal cepat.
“Sudahlah, aku pulang karena bersiap akan pergi ke luar kota, bukan berdebat.” James menggeleng keras lalu melangkah meninggalkan dapur dengan kesal.
Crystal mengembuskan nafasnya, memperhatikan James hingga hilang di balik dinding. Clarabelle memandang pada Crystal.
“Sorry, Lala. Kamu pasti tidak nyaman dengan James.” Crystal menoleh pada Clarabelle.
“It is okay, Granny.” Clarabelle tersenyum tipis.
Kedua wanita itu melanjutkan lagi kegiatan mereka. Selesai membuat kue, mereka membawa beberapa potong dan menuju ke taman samping. Crystal suka dengan bunga-bunga. Dia mengajak Clarabelle mengurus beberapa tanamannya.
“Ah, cantik-cantik bunga-bunga ini. Warnanya cerah dan segar,” ujar Clarabelle melihat taman cantik di depannya.
“Mengurus bunga salah satu hobiku. Jika kamu juga suka, menyenangkan sekali. Aku punya teman berbagi menikmati taman bungaku.” Crystal tersenyum lebar.
Mereka mulai merapikan, menata, dan menyirami bunga-bunga itu. Beberapa lama, Crystal merasa haus. Clarabelle berinisiatif mengambilkannya minum. Clarabelle kembali ke dalam rumah, menuju ke dapur.
Dia melintasi ruang besar. Saat dia lewat dia mendengar sesuatu yang membuat dia terpaksa menajamkan telinga. Jelas nama Jordan terdengar disebut seorang pria. Clarabelle menghentikan langkah, mendekat ke sumber suara.
“Mana aku percaya Jordan benar-benar serius dengan pernikahannya. Dia masih saja suka ke club dan bermain dengan para wanita itu. Kamu pikir aku bisa tertipu mulut manisnya?” Itu James.
Clarabelle melebarkan mata mendengar kata-kata itu. Benarkah yang dia dengar?