Clarabelle mengangguk. Dia cinta pada Jordan. Dan dia harus mencintai Jordan, karena Jordan adalah suaminya.
“Setelah mengetahui semua ini, apa kamu masih ingin menyayangi dia?” Adriano tidak tega melihat putrinya terluka seperti itu.
“Papa …” Clarabelle meraih tangan papanya dan menatap mata penuh kasih pria setengah baya itu. “Aku tidak akan lupa, teladan cinta tulus Papa dan Mama. Dalam semua keadaan tetap bertahan karena ingin memberi yang terbaik buat orang yang disayangi.”
Adriano tidak mengira ini yang Clarabelle ucapkan. Hatinya berdesir melihat ketulusan Clarabelle. Tapi situasi putrinya sangat berbeda dengan yang Adriano hadapi dulu. Berat, tidak mudah, tapi dia dan mama Clarabelle saling mencintai.
“Aku akan melakukan yang sama. Hanya saja, aku perlu menguatkan hatiku. Aku harus bagaimana? Aku masih memikirkannya.” Suara Clarabelle terdengar sedih.
“Jika Tuhan mengijinkan kamu bersama Jordan, Tuhan akan mampukan kamu.” Tangan Adriano terulur, mengusap kepala Clarabelle. “Kamu harus bahagia, Lala. Putriku yang paling kusayang, kamu harus bahagia.”
Butiran bening menitik di ujung mata Clarabelle. Tentu saja kebahagiaan yang dia inginkan ketika mendapatkan pasangan hidup, menjalin rumah tangga, dan menciptakan keluarga. Namun, dengan cara apa? Mungkinkah Jordan akan punya pikiran yang sama dengannya?
*****
Mobil mewah berwarna merah, tunggangan Jordan masuk halaman rumah yang tidak begitu besar itu. Jordan turun dan bergegas masuk ke dalam rumah. Dia harus segera bertemu Clarabelle dan mengurai situasi mereka. Bagaimanapun caranya, dia akan merayu Clarabelle agar mau tetap di sisinya. Sebelum urusannya dengan James dan kedua orang tuanya selesai, Clarabelle tidak akan dia biarkan pergi.
Di dalam rumah, Clarabelle baru selesai membereskan dapur. Dia bersiap melangkah ke arah kamar saat Jordan masuk ke dapur, berdiri memandang pada Clarabelle yang tampak terkejut dengan kedatangan Jordan.
“Lala …” panggil Jordan.
Clarabelle tidak menyahut. Perih datang bergulir lagi di dada Clarabelle. Setelah kejadian kemarin, Jordan bahkan tidak pulang. Sangat tidak masuk akal dia justru tidak peduli dengan perasaan Clarabelle. Dalam pikiran Clarabelle muncul bayangan Jordan tertawa lebar sambil memeluk wanita, mengecupnya mesra, tanpa ingat istri.
“I need to talk to you.” Jordan menatap lurus dan dalam ke arah dua bola mata Clarabelle. Kali ini tidak bersinar, tampak redup dan sayu.
Clarabelle menelan ludahnya, dia melangkah tanpa bicara apapun.
“Lala …” Jordan terlihat serius. Dia menarik tangan Clarabelle agar berhenti dan mau mendengarkannya.
“Kita bicara di kamar saja. Aku tidak mau Papa mendengar.” Clarabelle melepas tangan Jordan. Dengan sikap dingin, juga sedih, Clarabelle melanjutkan langkahnya menuju ke kamar. Jordan mengikutinya.
Masuk ke dalam kamar, Clarabelle mengambil tempat di kursi di dekat jendela. Jordan duduk di sisinya. Suasana kaku sangat terasa di antara mereka. Tidak ada senyum dan sapaan manis yang hari sebelumnya masih terdengar saat mereka berada di kamar itu.
“Maafkan aku, Lala … Maafkan aku …” Jordan mengucapkan itu dengan tegas. Dia berusaha mengatakan sepenuh hatinya. Dia harus bisa meyakinkan Clarabelle, dia memang bersalah, tetapi dia mau memulai semuanya lagi.
“Untuk apa? Apa perlu minta maaf?” Clarabelle menyahut tapi pandangannya tetap lurus, pada pigura besar di kamar itu, foto pernikahannya dengan Jordan. Sungguh drama luar biasa bagus yang Jordan mainkan.
“Babe …” Jordan meraih tangan Clarabelle,
Dengan cepat Clarabelle menarik kembali tangannya, dia tidak mau Jordan menyentuhnya.
“Honey …” ucap Jordan. “Aku memang salah. Apa yang aku lakukan itu sangat konyol. Awalnya hanya karena aku ingin membuktikan aku bukan pengecut, maka aku terima tantangan mereka.”
Clarabelle menarik napas dalam, dia pejamkan mata, menahan air mata agar tidak jatuh di pipinya. Dia tidak boleh tampak lemah di hadapan pria kurang ajar itu.
“Tapi bertemu denganmu, membuka satu pintu, masuk ke sebuah ruangan istimewa yang tidak pernah aku pikirkan akan aku temui.” Manis sekali kalimat itu. Jordan berharap bisa kembali membuai wanita cantik yang memenuhi hari-harinya itu.
Clarabelle tidak bergeming, tidak mau terpengaruh. Dia sudah mulai tahu Jordan yang sebenarnya, dia tidak mau mudah luluh.
“Lala, please, forgive me. Don’t leave me …” Jordan kembali memandang wajah Clarabelle dengan wajah memelas.
Akhirnya Clarabelle mengarahkan tatapannya pada Jordan. Tampan, sangat, tapi wajahnya juga terlihat lesu. Kedua matanya mengiba meminta Clarabelle mau mendengarkan dia.
“Aku mau kamu jujur, sejujurnya padaku, Jordan. Kita suami istri, tidak ada yang perlu disembunyikan.” Clarabelle bicara dengan tegas. Jordan menegakkan badan, mendengarkan serius. Dia mau Clarabelle melihat kesungguhannya.
“Apa yang kamu mau tahu, aku akan katakan semuanya.” Jordan dengan cepat menjawab. Dia bersiap meladeni apa yang Clarabelle akan tanyakan.
Clarabelle memandang Jordan, dia cermati baik-baik. Kenapa dia begitu mempesona? Kenapa Clarabelle bisa begini sayang padanya? Kenyataan sudah jelas, Jordan hanya mempermainkan dirinya.
“Apa yang ada dalam pikiranmu saat kamu memutuskan ikut At the First Time I Meet You?” Pertanyaan pertama yang Clarabelle ajukan.
Jordan berbisik di hati. “Shit. Dia tanyakan lagi soal ini.”
“Well …” Jordan berpikir, jawabannya harus sangat tepat atau Clarabelle tidak akan percaya padanya. “Aku akan jujur, tapi kamu janji jangan tinggalkan aku.”
Clarabelle ingin tertawa. Playboy ini memohon agar tidak ditinggalkan? Untuk apa? Bukannya dia punya deretan wanita yang menanti jika Clarabelle pergi?
“Awalnya aku tidak mau kalah dan terpaksa memberikan dua mobil sport kesayanganku pada mereka. Dan cara yang paling cepat aku bisa mendapat seorang pengantin adalah acara itu.” Jordan melanjutkan. “Setelah bersamamu, aku merasa semua berbeda. Kamu istimewa, Lala. Kamu berbeda dengan wanita yang aku …
“Jordan …” Clarabelle memutar sedikit badannya, kali ini berhadapan dengan suaminya. Jordan menunggu Clarabelle bicara lebih lagi. Apa dia salah bicara? Apa Clarabelle marah?
“Kamu pria yang terbiasa dengan banyak wanita tanpa ikatan. Kamu pandai merayu dan menakklukkan hati wanita. Aku tertipu. Kamu pasti makin bangga karena terbukti aku terpaksa terikat dengan kamu dalam pernikahan ini.” Clarabelle dengan tegas mengucapkan kalimat itu.
Jordan terperangah. Dia belum pernah melihat Clarabelle dengan sisi setegas ini. Dia tampak kuat dan berani. Lebih dari saat dia berhadapan dengan papa Jordan di rumah besar.
“Aku tidak akan tergoda rayuanmu. Aku tidak mau bertingkah bodoh lagi.” Clarabelle meneruskan. “Tujuanmu sudah kamu capai. Kamu berhasil menikahiku, dengan janji luar biasa indah yang kamu ucapkan. Akan sayang padaku, memberi aku kebahagiaan, terima kasih.”
Makin terasa ketus suara Clarabelle. Jordan memutar otak lagi, dia hampir yakin Clarabelle akan mengusirnya dari rumah itu. Pembelaan apa yang Jordan akan katakan nanti?
“Ternyata, benar, kamu hanya pria yang suka bermain dengan hidupmu. Aku tidak bisa dengan semua ini, Jordan. Pernikahan yang ada dalam pemahaman kamu dan aku sangat berbeda. Tidak mungkin disatukan, bukan? Apa gunanya lagi kamu bertahan dan minta aku tetap bersama kamu?”
Jordan mulai kacau. Clarabelle tidak akan memaafkannya kali ini. Berpikir, terus berpikir, jangan sampai Clarabelle makin membencinya!