Tangan Clarabelle terkepal di sisi tubuhnya. Matanya menyala memandang Jordan yang terperangah melihat ke arahnya.
“Lala!?” Jordan sama sekali tidak menduga jika Clarabelle bisa menemukan dia berada di tempat itu. Di apartemennya!
“You are great!” Suara Clarabelle bergetar. “Jadi di sini kamu melakukan bisnismu? Oke. Kamu benar-benar hebat, Hayden!”
“Lala, aku bisa menjelaskan semua ini!” Jordan maju tiga langkah. Kacau! Semua kacau dan berantakan. Bagaimana bisa Clarabelle mengetahui dia ada di apartemen?
“Apa yang perlu kamu jelaskan, Tuan Hayden?!” Clarabelle melotot lebar dengan hati mendidih. Dadanya naik turun karena marah yang hampir meledak.
Lalu Clarabelle kembali memandang Karen yang mengenakan gaun tidur begitu minim dan seksi.
“Aku tidak tahu apa yang ada di kepalamu. Seharusnya kamu malu kamu tidur dengan suami orang. Apa kamu tidak percaya diri mencari pria baik-baik dan bebas? Kurasa ada yang salah dengan otakmu, Karen!”
“Apa kamu bilang?” Karen sangat terkejut. Wanita sederhana, wanita pinggiran, yang dinikahi Jordan itu berani memakinya?
“Aku tidak tahu kalau telinga kamu juga bermasalah. Tapi aku tidak akan mengulang perkataanku,” tegas Clarabelle.
“Lala, apa yang kamu lakukan?” Jordan sangat terkejut dengan perkataan Clarabelle. Selama ini Jordan tahu istrinya wanita yang lembut. Clarabelle selalu bersikap manis, berkata manis, tidak pernah mengucapkan kata-kata kasar.
Tatapan Clarabelle pindah kembali pada Jordan. “Kamu bertanya apa yang aku lakukan? Tidakkah pertanyaan itu lebih tepat aku yang mengucapkannya? Terima kasih untuk hari ini, Jordan! Aku benci padamu!!”
Clarabelle maju dua langkah, dia menonjok lengan Jordan dengan keras, lalu dengan cepat dia berbalik badan dan meninggalkan tempat itu!
Jordan sedikit oleng. Lengannya terasa ngilu seketika. Dia tidak menduga Clarabelle bisa bertingkah kasar jika sedang marah besar.
“Lala!” Jordan segera mengejar Clarabelle yang menuju ke lift.
Tepat Clarabelle masuk ke lift. Mereka berhadapan. Clarabelle melihat pada Jordan dengan wajah merah dan mata berkaca-kaca. Dari tatapannya jelas Clarabelle menunjukkan kekecewaan dan kebencian sangat dalam.
Pintu lift tertutup. Jordan masih berdiri mematung, sekalipun Clarabelle sudah tidak tampak lagi di depannya.
“Sial! Kenapa makin kacau seperti ini?!” Jordan menendang dinding di sebelah lift.
Karen dari pintu apartemen melihat Jordan sangat gusar dengan kejutan yang dia dapatkan dari istrinya. Jordan bergegas masuk ke dalam apartemen dan membereskan barang-barangnya.
“Jordan, apa yang kamu lakukan?” Karen kaget Jordan bersiap-siap pergi.
“Aku pulang.” Jordan tidak menghentikan tangannya. Dia menutup tas dan mengeratkan resletingnya.
“Joy! Hanya karena dia marah kamu mau pergi? Apa perjanjian kita?” Karen menarik keras lengan Jordan.
Jordan terpaksa menghentikan gerakannya dan memandang Karen dengan wajah makin kesal. Dia tidak tahu mau berkata apa.
“Kamu pergi, urusan kita akan berbeda, Jordan. Kuanggap kamu mengkhianati perjanjian kita. Dan kamu tahu apa itu artinya.” Karen merasa dadanya bergejolak karena gusar. Sekalipun Jordan mau bersamanya, ternyata hati pria itu sama sekali tidak menoleh padanya sedikitpun.
Jordan tidak menjawab. Tapi terasa genggaman tangan Karen melonggar. Jordan menyentakkan agak keras hingga tangan Karen terlepas. Segera dia mengambil jasnya dan melangkah keluar apartemen.
Karen berhenti di tempatnya. Dia tahu tidak ada gunanya menahan Jordan. Dia hanya menatap saja hingga Jordan tak terlihat setelah pintu tertutup.
*****
Mobil Clarabelle meluncur dengan cepat keluar kota. Dengan air mata berderai Clarabelle terus menyusuri jalanan. Dia bahkan tidak berpikir ke mana dia akan pergi. Pikirannya kacau, sangat kacau. Semua yang Jordan katakan hanya bohong belaka. Semua yang Jordan janjikan hanya omong kosong.
“Apa aku memang hanya pantas disakiti? Kenapa aku tidak bisa menemukan kasih yang tulus? Kenapa?” Hati Clarabelle bergelut.
Bayangan masa-masa manis bersama Jordan muncul. Senyum dan tawa. Semua memenuhi kepala Clarabelle. Namun dengan cepat berganti dia membayangkan Jordan sedang memeluk wanita lain. Dia ingat wanita yang dia temui di pesta pernikahan Jack. Lalu Karen. Mereka wanita modis, seksi, berkelas, dan aduhai.
“Aku bukan wanita yang kamu idamkan, Jordan. Dan tidak akan pernah menjadi wanita yang kamu inginkan. Mengapa aku begitu bodoh!? Mengapa?!” Clarabelle berteriak dengan keras melepas semua marah dan sedih yang makin bergulung di dadanya.
Entah berapa lama, setelah lelah menyetir, Clarabelle menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Dia ada di jalan sedikit menanjak, dengan pemandangan pantai luar biasa cantik di kejauhan. Clarabelle terdiam. Matanya melihat pada cantiknya laut kebiruan dengan langit biru terang dan awan-awan yang bergerak perlahan berubah bentuk.
“Huukkhhuuukk … hhuukkhhuuukk …” Tangis Clarbelle kembali pecah. Dia menunduk dalam-dalam, membiarkan air mata banjir dari kedua matanya. Baju dan celana yang dia pakai sampai basah karena deraian air mata yang tidak bisa berhenti.
“Aku benci kamu, Jordan. aku benci kamu! Uhhuukk … uuhukkk …” Clarabelle hanya bisa menangis dengan rasa pilu yang meluap.
“Papa … aku hanya ingin Papa bahagia karena aku punya pendamping. Aku ingin Papa senang karena bisa melihat aku menemukan pria yang baik … Ternyata semua itu kebodohanku …” Terbata-bata Clarabelle bicara.
Terus saja Clarabelle meratapi yang dia alami. Jack sudah mengingatkan dia. Susan pun awalnya tidak setuju. Papanya, Adriano dengan berat hati mengijinkan dia maju masuk dalam reality show, menikah dengan pria yang baru pertama kali dia temui.
“Bodoh … aku bodoh … sangat bodoh …” Berulang kali Clarabelle mengatakan itu. Hingga suaranya makin serak, dadanya masih sedikit sesak. Dia letakkan kepala di atas setir mobil.
Tuk tuk tuk!!
Ada ketukan di jendela mobil. Clarabelle tidak memperhatikannya. Pikirannya masih bergulat dengan semua pedih yang dia rasa.
Tuk tuk tuk!!
Kembali terdengar suara di jendela. Clarabelle mengangkat mukanya, menoleh ke pintu. Seorang pria berdiri di sebelah mobil, dengan jaket hitam dan topi.
Dada Clarabelle seketika berdegup kencang. Siapa pria itu? Clarabelle rasanya tak pernah mengenalnya.
Tuk tuk tuk!!
Ketukan lagi dan pria itu merendahkan badannya. Clarabelle terkejut siapa yang ada di sana.
“James?” ucap Clarabelle tak percaya. James menemuinya di pinggir jalan yang bahkan Clarabelle tidak tahu dia ada di mana.
Clarabelle menurunkan kaca mobil dan memandang pada pria itu.
“Are you okay?” James menatap Clarabelle.
Clarabelle tidak bereaksi. Dia merasa aneh dengan James. Kenapa pria itu menguntitnya? Cara James melihat padanya juga begitu berbeda, tidak seperti biasa James saat berhadapan dengan Clarabelle.
Clarabelle memungut tisu dan membersihkan wajahnya dari air mata yang masih tersisa di sana.
“Lala?” James memanggil, meminta Clarabelle menjawab pertanyaan yang dia ajukan.
“Kenapa kamu mengikutiku?” tanya Clarabelle. Debaran di dada Clarabelle masih belum benar-benar reda, tapi dia sudah merasa lebih tenang.
“I worry about you.” James meneliti wajah Clarabelle.
“Aku mau pulang.” Clarabelle bersiap menyalakan kendaraannya.
“Can we talk?” James mencegah Clarabelle.
Clarabelle mengurungkan tangannya menyalakan mesin. Dia kembali melihat pada James.