“Habis di reject sekarang tidak aktif nomernya?” Jasmin melongo, ia benar-benar sangat kesal dengan suaminya. Setiap kali ada nama Melani yang suaminya sebut di tengah pertengkaran mereka, Amsal tidak pernah bisa dihubungi lagi begitu ia pergi meninggalkannya seperti ini.
Jasmin benar-benar ingin marah sampai rasanya ingin membanting ponselnya. “Arghhh!” Jasmin berteriak sambil menjambak rambutnya dengan frustasi, air matanya baru saja mengering dan kini keluar kembali sampai rasanya ia lelah dan berakhir tiduran lagi di atas ranjang. Ia membuka galeri dan menatap foto-fotonya bersama Amsal semasa kuliah. Saat itu seluruh perhatian Amsal hanya tertuju padanya, sehingga Jasmin menjadi manusia paling beruntung dan bahagia. Amsal terlihat tampan, senyumannya juga menawan. Rasanya tidak pernah bosan mengobrol dengan Amsal dan candaannya yang menciptakan tawa itu.
Tapi untuk saat ini, semuanya hilang. Amsal yang dulu sudah tidak ada. Entah ke mana perginya, Jasmin sangat merindukan sosoknya dulu.
Ponsel Jasmin tiba-tiba berdering, ia pikir notifikasi telepon dari Amsal. Tapi ternyata ibunya. Jasmin hendak mengangkatnya, namun tiba-tiba mengurungkan niat itu setelah ia berpikir keadaannya saat ini pasti akan membuat ibunya khawatir.
“Maaf Bu, Jasmin tidak mau Ibu tahu kalau Jasmin sedang menangis saat ini,” ucap Jasmin sambil menatap layar ponselnya sampai mati sendiri.
Kemudian ia memutuskan untuk meninggalkan pesan kepada ibunya agar tidak khawatir.
Jasmin : Bu, ada apa? Tadi Jasmin mau angkat tapi udah mati aja. Sekarang Jasmin lagi istirahat sama Mas Amsal, nanti malam baru kami akan pergi dinner romantis.
Tak lama kemudian Ibu membalas pesannya.
Ibu : Ah, baiklah. Ibu lega karena sejak tadi perasaan Ibu tidak enak. Kalau ada apa-apa tolong hubungi Ibu ya, Nak.
“Bahkan Ibu tahu apa yang aku rasakan. Aku tidak baik-baik saja, Bu. Tapi aku tidak mau Ibu tahu, aku tidak mau membuatmu khawatir dan ikut campur rumah tanggaku dengan Mas Amsal.”
Setelah membalas pesan ibunya, Jasmin meletakkan ponsel itu di atas nakas dan ia memutuskan untuk mengganti baju santai sebelum pergi tidur sambil menunggu Amsal balik ke hotel ini.
Sudah lewat dari jam tujuh malam, Amsal belum juga kembali ke hotel. Jasmin jadi tidak tenang. Ia baru saja selesai mandi dan sudah bersiap-siap menggunakan gaun cantik yang pas dengan bentuk tubuhnya ketika sudah hamil. Ia membeli baju-baju baru karena ukurannya bertambah besar dengan kehadiran adik bayi di dalam rahimnya itu.
“Kamu ke mana sih Mas? Aku udah menghubungi kamu dari tadi tapi ponsel kamu masih belum aktif? Kamu benar-benar membuatku gila, Mas!” kesal Jasmin sambil menghentakkan kakinya seperti anak kecil, asalkan ia tidak sampai mengacak-acak rambutnya yang telah ia tata dengan rapi.
“Lebih baik aku keluar dan cari keberadaannya,” putus Jasmin pada akhirnya. Ia menatap kembali penampilannya, ketika sudah memastikan dirinya cantik dan rapi, baru Jasmin keluar dari kamar hotel ini.
Di bawah Jasmin menemukan sopirnya tadi dan beliau adalah guide tour mereka selama liburan di Bali. Jasmin menghampirinya sambil tersenyum sopan.
“Maaf, permisi Pak. Apakah Bapak tidak pergi bersama Mas Amsal?” tanya Jasmin kepada beliau.
“Maaf Nyonya, Tuan tadi meminta untuk mengendarai mobilnya sendiri. Jadi saya tetap stay di sini sambil menunggu Tuan balik ke hotel. Apakah Nyonya membutuhkan sesuatu?”
Jasmin mengerutkan keningnya bingung, ia tidak mengerti mengapa perasaannya tidak tenang. “Kalau boleh tahu Mas Amsal bilang mau ke mana ya, Pak?” tanya Jasmin lagi, rasanya sedikit malu karena ia sebagai istrinya harusnya lebih tahu di mana keberadaan suaminya.
“Kalau itu Tuan tidak mengatakannya pada saya, Nyonya.”
Jasmin menghela napas berat, ia tampak bingung dan tidak tahu harus mencari Amsal di mana. Apalagi ini sudah malam, Jasmin takut nyasar dan karena ia juga hamil, ia tidak ingin mengambil risiko. Saat ini hubungannya dengan Amsal memang sudah terasa jauh. Pernikahannya dengan Amsal membuatnya muak dan lelah. Tetapi Jasmin sangat mencintai Amsal, ia ingin bertahan sampai bayinya keluar ke dunia ini. Ia yakin bahwa Amsal pasti akan mencintainya kembali setelah kelahiran anak mereka.
“Apakah Nyonya ingin saya antarkan ke suatu tempat? Saya bisa meminjamkan mobil lain untuk mengantarkan Nyonya.”
‘Apa aku minta bapaknya temani aku keliling nyari Mas Amsal, ya? Tapi kasian juga kalau tidak tahu Mas Amsal di mana,’ batin Jasmin tampak gelisah sendiri dan bingung.
“Uhm, tidak perlu Pak. Saya kembali ke atas saja. Terimakasih banyak ya, Pak.” Jasmin pamit pergi, kembali ke kamar hotel adalah pilihannya.
“Baik Nyonya.”
Udara terasa dingin, namun karena malam ini ia ditemani oleh lelaki tampan yang ia cintai, rasanya hatinya terus berdesir hangat. Ya, Melani sudah jatuh cinta sangat jauh dengan lelaki di depannya ini. Rasanya ia ingin mengambil posisi Jasmin, namun ia sadar di sini hanya dijadikan sebagai selingkuhan Amsal. Melani akan berusaha untuk mendapatkan Amsal sepenuhnya. Namun bukan dengan cara hamil, ia tidak akan melakukan itu. Ia harus membuat Amsal dan Jasmin bercerai, lalu Amsal bisa menikahinya. Amsal tidak menyukai anak, ia lebih menyukai berhubungan tanpa anak karena pasti Amsal belum siap memiliki seorang anak. Amsal juga lebih menyukai wanita cantik yang tinggi, kurus dengan body yang indah serta kaki mulus yang terlihat tinggi, begitulah Amsal sering memuji dirinya.
“Jasmin beruntung sekali ya, bisa memilikimu seutuhnya,” ucap Melani sambil berdiri dari duduknya, lalu menghadap ke arah pemandangan pantai di hadapannya ini.
Amsal berdiri, ia mendekati Melani dan memeluknya dari belakang. “Maaf,” ucap Amsal.
“Kenapa?” tanya Melani heran, ia melirik Amsal yang sudah meletakkan dagunya di bahunya.
“Karena aku menjadikanmu rumah kedua. Aku menginginkanmu, sangat-sangat menginginkanmu. Tapi aku tidak bisa meninggalkan Jasmin. Sebenarnya tempat ini Jasmin yang minta dan aku sudah memesan kamar yang sangat romantis di pulau ini. Tapi karena saat ini seluruh hatiku dan seluruh perhatianku hanya terpusat kepada kamu, aku akan membuatmu menjadi ratu pertamaku. Milik Jasmin adalah milikmu.”
“Berarti aku boleh masuk ke hotelmu dan Jasmin? Aku boleh tidur seranjang denganmu?”
Amsal tiba-tiba terkekeh pelan, ia menarik pinggang Melani untuk duduk di pangkuannya setelah ia duduk di kursi. “Aku sih tidak masalah, tapi kamu akan kalah kalau berdebat dengan Jasmin. Dia memiliki pembelaan dari Ayah Lukman. Dan kamu tahu kan kalau aku belum menjadi pewaris utama? Aku tidak bisa meninggalkan Jasmin sampai aku benar-benar mendapat kepercayaan Ayah Lukman sepenuhnya.”
“Aku akan menunggumu. Aku akan selalu mendukungmu agar kamu bisa menjadi pewaris utama perusahaan. Setelah itu, kamu harus janji denganku Mas. Kamu harus meninggalkan Jasmin. Tidak peduli jika anakmu lahir nanti, kamu tidak boleh luluh dan kamu harus benar-benar menepatinya.”
Amsal tidak langsung menjawab, ia masih terdiam sambil menatap lekat wajah Melani yang sangat cantik malam ini. Ditambah ia menggunakan gaun seksi yang ia belikan. Amsal tidak berhenti menatap bibir candu itu, serta belahan dadanya yang menyembul semakin besar. Melani benar-benar idamannya. “Aku janji.”
Lalu Amsal mencium bibir Melani dengan menarik tengkuknya agar kedua bibir mereka dapat bertemu.
“Mas, apakah Ayah Lukman tahu kalau aku ada di sini juga?”
“Tidak mungkin, memang lebih aman jika kita berada di luar kota. Aku harus sering-sering ajak Jasmin luar kota agar bisa menghabiskan waktu bersamamu lebih lama, Melani.”