“Tidak perlu buru-buru mengambil keputusan.”
Kata seorang dokter wanita yang melayani mereka saat itu, wajah Amsal bingung, entahlah perkataan itu seolah menyindir mereka berdua yang sekarang sudah menunduk seperti orang bodoh.
“Malam sudah larut, pulang lah dan jangan lupa untuk berdoa, minta petunjuk Tuhan atas apa yang sudah kalian lakukan.”
Amsal hanya diam, dia tidak ingin mengubris perkataan dari dokter itu, setelah mereka keluar dan masuk mobil kini Amsal malah membentak wanita itu.
“Bagaimanapun Janin itu harus digugurkan.”
“Hahahaha.”
“Kenapa?”
“Lucu saja, kenapa waktu membuat ini kamu tidak memikirkan sampai ke sini? Kenapa hanya mengikuti nafsu saja?”
Jujur, sekarang ini Jasmin sudah bingung sekali sehingga dia hanya bisa tertawa melihat apa yang terjadi sekarang.
Amsal semakin bingung saat dia melihat tingkah wanita itu.
“Lebih baik kita pulang dan jujur kepada kedua orang tua kita, bukankah itu pilihan yang bagus?”
Amsal tertawa mendengarkan ucapan Jasmin yang sepasrah itu, dia mencekik leher Jasmin tanpa melihat wajah wanita itu.
“Lepaskan, apakah kamu bodoh?” Jasmin mencoba untuk menghempaskan tangan Amsal.
“Maafkan aku, aku sudah tidak bisa lagi berbuat apa-apa, pikiran ku sudah amburadul.”
Jasmin tahu itu, maka dari itu Jasmin memaafkannya.
Tetapi salah, jangan berikan kesempatan kedua kepada lelaki yang sudah berani main tangan kepadamu, karena itu akan menjadi sebuah boomerang di hari-hari yang akan datang.
***
Untuk apa bersembunyi? Yah kini sudah satu bulan berjalan perut Jasmin semakin terlihat saja, bahkan untuk saat ini dia mencoba memakai alat perekat perut supaya terhindar dari rasa curiga.
“Nak, apakah sudah siap? Amsal ada di depan itu.”
Nurlela memanggil jasmin dari pintu kamarnya, sedikit heran kenapa akhir-akhir ini dia selalu menutup pintu kamarnya? Tidak seperti biasanya, rasa curiga memang ada tetapi Nurlela tidak mau membuat itu nyata.
“Sebentar, saya akan keluar.”
Jasmin sudah selesai memakai segalanya, dia langsung keluar menyalimi tangan Nurlela dan Usmar. Tanpa lama lagi dia langsung keluar dan menemui Amsal yang sudah berada di depan rumahnya.
“Ayok.
Jasmin segera memasuki mobil hitam itu, sesampainya di dalam mobil dia menangis dan melepaskan alat perekat itu.
“Kenapa sayang?”
“Cukup, aku tidak mau lagi seperti ini, sangat sakit rasanya.”
“Kenapa?”
“Aku mau kita jujur saja, apakah kamu tidak kasihan kepada aku? Perutku sudah mulai membuncit.”
Amsal diam matanya melirik perut Jasmin yang sudah mulai membesar itu, entahlah mungkin Amsal akan meminta kepada Jasmin untuk mengugurkan bayi itu.
Mobil berhenti di pinngir jalan tol itu, Jasmin hanya diam dan menangis, semenjak mala itu senyum Jasmin hanya senyum palsu saja dan dia bukan lagin keluarga yang bahagia.
“Ayok, kita gugurkan bayi itu.”
“Apakah kamu gila?” Jasmin menangis memukul lengan Amsal.
“Itu jalan satu-satunya sayang,” Amsal menatap mata Jasmin, sehimgga Jasmin diam tak berkutik.
“Baiklah.”
Mendengarkan kata baik membuat Amsal memeluk tubuh itu dan memberikan rasa hangat, kini Jasmin berusaha melepaskan pelukan itu dan membuat satu permintaan kepada Amsal.
“Sayang, tetapi sebelum kita melakukan penguguran ini aku memohon satu hal kepada kamu.”
“Apa itu sayang?”
Tangan mereka berdua saling mengengam, tatapan mata itu membuat hati mereka menjadi tenang.
“Ayok ke rumah ku sebentar, karena ponsel ku ketinggalan.”Amsal tersenyum dan mengecup kening Jasmin.
“Aku kira entah apa, sayang.”
“Huum.”
“Baiklah, nanti sore kita pulang ke rumah yah.”
Percaya atau tidak percaya, mungkin nanti sore semua akan berahkir.
Kini kelas mereka sudah bubar,satu kampus sudah tahu bahwa Jasmin dan juga Amsal pacaran, tidak mengherankan lagi kalau mereka berdua bersikap romantic di manapun itu. Tetapi masih ada saja wanita yang selalu centil melihat ketampanan Amsal.
Amsal yang lewat begitu saja membuat semua wanita itu terpesona, dia menjemput Jasmin ke kelasnya.
“Ayok sayang.”
Jasmin tersenyum dan berjalan di samping Amsal.
Sore telah datang dan kini sesuai dengan perjanjian bahwa mereka berdua akan pergi ke rumah Jasmin. Kedua orang tua Jasmin dan juga orang tua Amsal kini sudah berkumpul di ruang tengah, Yah ini adalah perintah dari Jasmin.
Mereka memasuki rumah dengan senyum yang palsu, Amsal terkejut sekali saat melihat mengapa mereka berkumpul di ruang tengah? Kaki Amsal sudah gemetar kuat wajahnya tampak pucat dan matanya mencoba melirik kea rah Jasmin.
“Maafkan aku sayang, perihal ponsel yang ketinggalan itu adalah siasatku supaya bisa mendapatkan kembali kebahagiaanku.”
Yah, Jasmin membohongi Amsal, dia sengaja menonaktifkan ponselnya dan beberapa menit setelah sampai di kampus tadinya dia kembali mengaktifkan ponselnya meminta kepada Ayah dan Ibu Amsal untuk datang ke rumahnya sore ini.
“Jangan sekarang sayang, jangan,” tatapan mata Amsal benar-benar memohon kepada Jasmin.
Jasmin melakukannya, Yah di depan kedua orang taunya dia melepaskan alat perekat perut itu dan Nampak sudah perut nya yang sudah mulai membuncit, Jasmin menangis sembari mengeluarkan hasil usg yang dia lakukan diam-diam tanpa sepengetahuan Amsal.
“Apa maksud nya ini?” tanya Umar saat dia melihat hasil USG itu.
‘Benar apa yang aku khawatirkan selama ini,’ batin Nurlela dia lemas seketika.
Jasmin bersujud di depan Ayah dan ibunya meminta maaf, namun Umar terlalu shock mendengarkan ini.
“Kenapa kamu berbuat ini?” tanya Luffman pada Amsal.
Plakk… Plak …
Tamparan itu membuat Amsal tidak bisa bergeming lagi, dia hanya diam dan meratapi Jasmin, dalam hati dia hanya bercakap kotor saja.
Keadaan sudah mulai membaik, dua jam telah berlalu dan kini Yeni mau tidak mau harus membuat keputusan.
“Aku tidak mau ini semua menjadi boomerang di antara karir kita semua, saya persis tahu bahwa kita semua adalah orang terpandang di sini, maka dari itu saya dan suami saya memikirkan untuk menjadikan mereka satu,” ucap Yeni dan kini Amsal menahan emosinya.
“Bagaimana ibu?” tanya Amsal berdiri dari duduknya.
Luffman berdiri dan memberikan tamparan lagi.
“Diam, anak tidak tahu diri.”
“Sudah merusak anak orang, masih membela diri?”
Luffman memiliki sikap yang tegas, dia hanya ingin Jasmin mendapatkan apa yang sudah dia relakan sebelumnya.
Umar membuka suara.
“Baiklah, mari kita nikahkan mereka dalam dua hari ke depan, supaya reputasi kita tidak hancur.”
Keputusan keluarga mereka sudah bulat dan kini Amsal tidak berbuat apa-apa, kecuali dia menyesali apa yang terjadi sore ini dan menyesali perkataan dari Jasmin.
Dua hari yang mereka tunggu kini datang, sungguh kabar yang sangat besar sekali saat mengetahui anak Pak ustad mereka akan menikah dengan pacar yang selama ini datang ke rumah Jasmin.
Semua telah di persiapkan dan kini Jasmin sudah berada di dalam kamarnya bersama lelaki yang baru saja datang itu.
“Aku ingin berbicara kepada Jasmin sebentar, Bu. Berikan kami waktu,” pintanya kepada Yeni.
“Baiklah.”
Setelah memastikan semua orang tidak ada lagi di dalam, Amsal memberikan pilihan yang berat kepada Jasmin.
“Sekarang jika kamu memilih pernikahan ini maka hidup kita berdua akan hancur, masa depan kita akan hancur, jadi bagaimana kalau kamu melarikan diri saja?” pinta lelaki itu dengan bola mata yang memelas.