“Itulah sebabnya aku ingin meminta tolong kepada Bara agar mau membantu menghamili istriku”
…
…
…
Kata-kata itu, sebagaimana yang diucapkan oleh suami Dania, Ageng, menggantung di udara selama beberapa detik.
Kupikir aku baru menyadari artinya tak lama sebelum Icha, karena aku bisa melihat perubahan ekspresi di wajahnya yang cantik.
Istriku itu tampak syok saat aku menatapnya.
Di seberang meja, duduk di sebelah kanan Icha, adalah istri Ageng sekaligus sahabat Icha, Dania, Saat kulihat Icha masih menatap terkejut, aku juga melirik Dania yang menatap meja karena malu, tidak ingin membuat kontak mata dengan siapa pun.
Aku adalah orang pertama yang berbicara. “J-jangan bercanda” kataku pada Ageng. “Pasti bukan itu kan maksudmu”
“Aku serius..!” Ageng membungkuk untuk menaruh sikunya di atas meja, lalu berhenti dan menatap Dania.
“Istriku akan bisa hamil secara alami bila ia berhubungan seks dengan pria lain dan , maafkan kalau aku berbicara terus terang, tapi Dania dan aku telah membicarakan hal ini panjang lebar dan kami memutuskan, orang yang tepat itu adalah kamu, Bara”
Aku duduk kembali dan mendengar Icha menghela napas berat, lalu kemudian berkata, “Hmm”
Kata pendek itu sudah cukup menyimpulkan bagaimana ia bereaksi.
Ketika Ageng mengundangku untuk makan malam, aku tidak pernah mengharapkan akan terjadi hal seperti ini.
Aku dan Ageng telah berteman lama, begitu juga dengan istri-istri kami. Kami sudah sering makan bareng, karena itulah aku sama sekali tidak curiga ketika sore kemarin ia menelepon, mengajakku untuk makan malam di rumahnya.
Tidak ingin menolak, akupun menitipkan anak-anak kepada pengasuh dan berangkat berdua bersama Icha, perempuan cantik yang sudah kunikahi selama tujuh tahun dan sudah memberiku tiga orang anak yang lucu-lucu.
Putra pertama kami, Keanu Al Faritsi, lahir 6 bulan setelah pernikahan kami.
Banyak yang mengatakan kalau Icha sudah hamil duluan saat kami menikah.
Dengan tegas aku membantah, menyatakan kalau Keanu sudah cukup umur untuk dilahirkan. Padahal dalam hati membenarkan hal tersebut. Hehe..– Khahlil Al Valimbani, lahir dua tahun kemudian. Berita yang disambut dengan sukacita oleh semua orang yang kita kenal, termasuk Dania dan Ageng, karena bertepatan di tahun itu juga mereka menikah.
Di pesta pernikahan, Icha membawa Khahlil dan menyatakan kepada Dania, “2 – 0, ayo susul kalau bisa”
Dania hanya tertawa saja menanggapi.
…
…
…
9 bulan lalu, istriku melahirkan lagi. Kali ini perempuan, kuberi nama Khailillah Gadisa. Dania datang berkunjung ke rumah sakit dan menyatakan kalau sudah mencoba segala cara untuk hamil, tapi tidak berhasil.
Di usia pernikahan mereka yang menginjak 3 tahun, sepertinya itu sangat sulit.
Dan seiring berjalannya waktu itu, mulai jelas bagi kami bahwa Dania mulai merasa frustasi. Ia terlihat marah-marah, entah kepada siapa.
“Ceritakan masalahmu” kata Icha pada suatu hari sambil menyusui Khailillah.
Dengan terbuka Dania lantas mencurahkan pikirannya.
Mereka sudah pergi ke dokter, dari hasil uji lab, tampaknya masalah ada di Ageng, yang ternyata memiliki jumlah sperma rendah, sehingga membuat pembuahan secara normal sangat mustahil untuk dilakukan.
Sedangkan Dania sendiri dinyatakan subur sempurna, mungkin itulah yang membuatnya marah-marah;
Ageng tidak bisa bertindak sebagai lelaki yang sebenarnya..! Setelah diagnosis tersebut, langkah mereka berikutnya adalah mencoba donor sperma melalui program bayi tabung.
Dalam dua tahun terakhir mereka telah melalui proses itu duakali, tapi tidak ada hasil sama sekali.
“Kenapa tidak mencoba lagi? Siapa tau kali ini lebih beruntung” saran Icha.
“Prosesnya yang melelahkan membuat Dania stress, hasilnya tidak akan maksimal. Karena itulah dokter menyarankan agar kami bersabar menempuh jalan normal, ya sambil banyak berdoa tentunya” kali ini Ageng yang menjawab, “Aku hanya ingin hamil, tapi kenapa sangat sulit sekali?” Lirih Dania bersedih.
Icha segera mencondongkan tubuh ke depan untuk meremas tangan perempuan itu. “Jangan berputus asa, terus berusahalah”
“Mbak bisa dengan mudah memiliki bayi, sedangkan aku ” pandangan Dania menerawang.
“Bagaimana kalau adopsi saja?” Usulku sembari menyulut rokok yang sedari tadi hanya kupermainkan di jariku.
Ageng menggeleng, “Tidak..! Kami ingin bayi kami sendiri. Sebenarnya istriku bisa saja hamil, tapi ” ucapnya tertahan.
“Kenapa?” Kejar Icha.
“Masalahnya ada padaku” Ageng meringis karena malu.
“Kalau merujuk apa kata dokter Dania pasti bisa hamil kalau berhubungan seks dengan seorang pria jantan yang memiliki jumlah sperma sempurna. Kami berdua telah membicarakan hal ini panjang lebar dan memang sepertinya hanya itulah satu-satunya jalan”
“Jangan ngawur” Icha memotong. “Kamu yakin mau memberikan istrimu pada laki-laki lain?”
Ageng menatap Icha dan kemudian padaku, menilai reaksi kami berdua. Tapi setelah Icha berucap demikian ia pun lekas menggeleng.
“Tentu saja tidak..! Itu sangat berbahaya”
“Ya, siapa tau pria itu membawa suatu penyakit, AIDS misalnya” dukungku sambil menatap Ageng penuh harap.
Dania yang sepertinya tau apa yang ada di dalam kepalaku, segera pergi ke depan karena malu. Bias jilbab coklatnya tak mampu menutupi wajahnya yang cantik, yang perlahan berubah menjadi merah merona seperti semangka.
Ageng mengangguk, “Tapi aku sudah memutuskan Dania bisa saja berhubungan dengan orang yang aku kenal, yang aku percaya kepadanya, yang sehat dan yang terpenting; kejantanannya tidak diragukan lagi”
Dia berhenti sejenak, kemudian menyampaikan kata-kata itu,
“Itulah sebabnya aku ingin kamu agar membantu menghamili Dania” Ageng menunjuk padaku.
Bersambung Chapter 2