loader image

Novel kita

Pasangan Tak Berjodoh – Bab 3

Pasangan Tak Berjodoh – Bab 3

Tak Merestui Hubungan
70 User Views

Vania memperhatikan sosok Bima baik-baik. Baru saja ingin bertanya kepada resepsionis tentang maksud kedatangan pria tersebut, sang resepsionis lebih dulu angkat suara.

“Pria ini mau bertemu dengan anda, Bu Dok.”

“Saya?” Vania bertanya heran. Dia menoleh kembali kepada Bima, namun tangannya langsung ditarik kasar oleh Bima.

Berbagai spekulasi orang-orang mengira kalau Bima adalah pacarnya Vania, yang sedang dilanda cemburu berat.

Wanita berjas putih itu dibawa ke belakang klinik. Cahaya disana temaram karena tak ada lampu dan angin semilir juga berhembus kencang. Tepat disamping bangunan klinik adalah tanah tak bertuan yang ditumbuhi banyak pepohonan.

Vania mau memberontak. Tetapi begitu berhadapan dengan Bima, wajah lelaki itu mampu membuat Vania terpaku ditempat.

Sementara Bima, deru nafasnya mulai terdengar kasar. Dia tidak sabar ingin menampar Vania. Persetan jika Bima akan berurusan dengan pihak berwajib. Itu urusan belakang baginya.

“Kamu kenapa mirip sekali dengan Mar… Ih, ular! Ular!”

Vania menjerit panik. Dia refleks mendekap erat tubuhnya Bima. Namun Bima dengan cepat mendorong tubuh wanita itu dengan kuat.

Bima tidak tahu jika di bawah kakinya Vania adalah got. Wanita berjas putih itu kini tercebur jatuh ke dalam sana.

“Astaga, mamaku!”

Zena sejak tadi berada diatas pohon mangga. Kehadiran Zena jelas mengundang rasa penasaran bagi Bima. Sejak kapan wanita itu berada disana?

“Mama gak kenapa-napa?” tanya Zena cemas saat masuk ke dalam got dan bersiap menggendong mamanya naik ke atas.

“Kaki mama sakit banget, Zena. Sepertinya terkilir.”

Zena menghembuskan nafas kencang. Dia memusatkan perhatiannya ke Bima. Sebagai orang yang bersalah. Tapi malah berdiri tenang tanpa beban.

Zena mendorong tubuh Bima ke belakang. Tapi tidak mampu membuat postur tubuh idealnya Bima berpindah posisi.

“Dasar pria sialan! Berani-beraninya bersikap kasar sama mamaku! Apa kamu sedang marah karena baru saja diputuskan sama mamaku, hah?! Cuih! Aku tidak sudi punya calon ayah tiri sepertimu!” hardik Zena dengan sekelumit dugaan salahnya.

Bima menggelengkan kepalanya dengan cepat. Dia mau membantah tuduhan Zena. Tapi wanita itu langsung menggendong mamanya dan membawa kembali ke klinik.

“Enak saja kamu menganggapku sebagai calon ayah tirimu! Aku ini bukan pacarnya mamamu!” teriak Bima sembari berlari kencang mengejar Zena.

 

***

“Cedera kaki dialami Ibu Vania tidak terlalu parah, Nak. Besok Insya Allah kakinya sudah kembali membaik,” kata tukang pijit kepada Zena.

“Makasih, Pak Endang. Besok-besok Pak Endang akan saya hubungi lagi. Soalnya akan ada anggota tubuh orang lain yang akan terkilir.”

“Zena, kamu ngomong apa? Kamu mau bikin kaki mama terkilir? Kamu kesal sama mama atau gimana nih?” Vania angkat suara. Dia tahu kalau Zena saat ini sedang emosi.

“Pacarmu, Ma. Kakinya yang akan kubuat terkilir. Bukankah ini salah pacar mama yang sudah menjatuhkan mama ke got?”

Zena akui dia memang tipikal anak pembangkang dan tidak suka hidupnya diatur. Dia juga tipikal anak yang gampang berdebat dengan orangtua jika tak sesuai dengan pikirannya.

Tapi, jika ada orang yang berani menyakiti sang mama, maka Zena langsung maju melawan. Siapapun orang itu.

“Mana pria yang tadi? Mama mau bicara sama dia.” Vania mengalihkan pembicaraan. Dia penasaran ada urusan apa dengan pria asing tadi kepadanya.

Zena memutar bola matanya malas. Bukannya menjawab pertanyaan sang mama, Zena memilih mengantar tukang pijat langganan keluar dari klinik.

Saat ini, jam operasional klinik telah berakhir. Seluruh karyawan dan client tidak lagi berada disana. Tapi beda dengan pemilik klinik. Vania biasa menjadikan kliniknya sebagai tempat menginap bila malas pulang ke rumah.

Setelah mengantar tukang pijit keluar dari klinik, Zena kembali masuk ke dalam. Dia berjalan ke arah sofa terlebih dahulu.

Bugh!

 

“Bangun kau!” bentak Zena seraya menendang Bima yang tertidur di sofa. Pria itu berhenti mendengkur. Matanya langsung terbelalak.

“Kamu mungkin dianggap tampan oleh orang lain. Tapi bagiku hilang sudah ketampananmu. Percuma tampan jika tidurmu mengorok!”

Bima mengusap sudut bibirnya. Dia tercengang sekaligus menahan malu karena aib tidur diketahui orang lain.

“Aku mau bertemu dengan mamamu,” ujar Bima mengalihkan pembicaraan. “Apakah dia sudah dipijit?”

“Ya! Mamaku sudah dipijit. Kamu boleh masuk ke ruangannya sekarang!”

Saat pintu ruangan terbuka, Zena dan Bima mendapati Vania sedang menelfon. Volume telfon kebetulan dikeraskan oleh Vania sehingga terdengar suara lelaki disebrang sana.

Mendapati ada Bima dan Zena masuk, Vania secepat kilat memutuskan panggilan telfon.

“Pantas saja laki-laki disampingku ini kebakaran jenggot. Ternyata mama sedang menduakannya. Eh, gak kali, ya! Mungkin mama punya pacar lebih dari dua? Tiga? Atau empat? Atau tak terhingga?” sarkas Zena, tahu jika mamanya telah menelfon mesra.

“Zena, kamu ini bicara apa, sih? Pria ini bukan pacar mama.”

“Oh, bukan pacar?” Zena tertawa kecut mendengar bantahan mamanya. “Terus kenapa dia sampai membawa mama ketempat sunyi? Dan kenapa mama sampai memeluk dia juga?”

Zena melirik sinis kepada Bima. Sementara pria itu terus memasang wajah masam.

“Jangan tanya mama dong. Tanya orang ini kenapa dia membawa mama ketempat sunyi. Lagian mama gak bermaksud memeluk dia. Tadi ada di ular. Jangan bilang ….” Vania menyipitkan mata penuh selidik ke Zena.

“Jangan bilang tiba-tiba tadi ada ular karena kerjaanmu?” tebak Vania.

“Ya,” jawab Zena dongkol.

“Ish, kamu ini, Zena! Kenapa kamu keluyuran keluar rumah? Bukannya kamu dikurung sama Nara di kamar?” Vania ikutan dongkol. Dia baru menyadari kehadiran Zena keluyuran malam-malam.

“Dikurung untuk apa? Biar kesannya aku dipingit seperti orang yang akan menikah? Oke, aku to the point saja. Pokoknya aku gak mau menikah, Ma!

Kalau mama merasa terganggu dengan keputusanku ini karena telah menghalangi mama menikah, maka aku akan pergi jauh dari kehidupan mama. Silakan mama menikah dan semoga pernikahannya bisa bahagia dunia akhirat. Aamiin!”

“Tidak akan ada pernikahan yang terjadi!” timpal Bima membentak.

Bima sudah tidak bisa lagi menahan amarah mendengar Zena berargumen. Dia remas mulutnya wanita itu, kalau perlu sampai dower. Untungnya, Zena secepat kilat meloloskan cengkraman maut tersebut.

 

PLAK!

Zena menampar wajahnya Bima tanpa permisi. Dia tidak suka telah diperlakukan buruk.

“Aku masih memaklumi kalau kamu menghinaku. Tapi, aku tidak akan pernah memaklumi kalau kamu berani bermain fisik padaku. Camkan itu!” amarah Zena meletup-letup menatap Bima penuh kebencian.

“Sakit fisikmu belum seberapa dibanding penderitaani batin ibuku! Paham kamu, anak pelakor?” Bima tak mau kalah. Dia menatap Zena penuh kebencian.

“Maksudmu?” Zena bertanya serius. Dia paling tidak suka diajak berbicara tebak-tebakan. “Kenapa sejak awal kita bertemu, kamu selalu menyebutku anak pelakor? Jaga mulutmu, sialan! Kamu bukan hanya menghinaku. Tapi juga menghina mama-”

“Mamamu! Dia telah berselingkuh dengan ayahku! Aku tidak merestui hubungan ini!” sela Bima penuh ketegasan.

Pasangan Tak Berjodoh

Pasangan Tak Berjodoh

Score 10
Status: Completed Type: Author: Artist: Released: 2023
Alzena Sasmitra (25 tahun), wanita yang ingin menikmati kedamaian hidup, tiba-tiba dihadapkan pada situasi yang tak disukainya. Dia didesak oleh sang mama untuk segera menikah. Belum lagi, Zena berurusan dengan Bimantara (29 tahun), pria yang melabelinya sebagai 'Anak Pelakor'. Mengetahui Zena adalah anak dari selingkuhan ayahnya, Bima menggebu-gebu ingin mewujudkan dendamnya. Tapi bukannya dendam yang tercapai, Zena dan Bima malah terlibat konflik asmara yang berat. Lantas bagaimana kelanjutan hubungan mereka berdua? Akankah menjadi sebuah kesialan luar biasa? Atau justru sebuah anugrah terindah?

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!

Options

not work with dark mode
Reset