BAB 3
Tebakan terbaiknya adalah, uang ini milik seseorang yang dicuri atau ditemukan oleh Arman.
“Iya, Mir. Aku menemukannya..!!” Seru Arman seolah membenarkan anggapan Mira.
“Bang, Abang harus segera menghubungi Pak RW untuk mengatur pengembaliannya. Siapa tau si pemilik akan memberi abang hadiah” kata Mira kuatir.
“Nggak bisa, Mir. Uang ini milikku. Aku yang menemukannya” Arman bersikeras.
“Lagian, aku juga nggak percaya pada gerombolan RW “
“Tapi, aku nggak bisa membiarkan Abang menyimpan uang itu” Mira tampak bingung.
“Mungkin yang punya lagi membutuhkannya “
“Nggak ada yang tau kalau aku yang menemukannya” Arman berkilah.
Mira tau bagaimana perangai Arman. Lelaki itu tidak akan dapat menyimpan rahasia lama-lama. Arman terlalu bersemangat, terlalu blak-blakan, dan sangat ceroboh.
Dalam dua hari saja kabar penemuan uang itu akan tersebar luas di seantero kampung, sukar untuk dicegah lagi.
“Bang Arman jangan bertindak nekad, siapa tau ada yang melihat” kata Mira lagi.
Sejenak Arman merasa panik. Tidak terpikir olehnya bahwa seseorang telah melihat perbuatannya ketika mengambil uang tersebut.
“Emm, karena itulah aku datang ke sini. Aku harus menemui suamimu untuk meminta bantuan” keluh Arman pada akhirnya.
Ia menjelaskan bahwa dirinya berniat menitipkan sebagian uang itu kepada Asrul, karena ia tau Asrul adalah pria yang jujur dan bisa dipercaya. Arman juga membutuhkan Asrul untuk menolongnya menukarkan uang pecahan seratus ribuan itu, menjadi pecahan yang lebih kecil, agar bisa dibelanjakan dan tidak dicurigai.
Arman bahkan rela berbagi beberapa persen kalau memang perlu.
“Bisakah suamimu menolongku..?” Desaknya.
Mira tampak berpikir keras. Apa pun rencana yang akan mereka lakukan, Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menghilangkan jejak, dengan menghancurkan tas uang itu.
Arman menurut, ia segera mengambil dua kantung kresek berisi uang, kemudian menyerahkan tas kulit yang sudah kosong kepada Mira.
…
…
…
Istri Asrul itu segera membawanya ke belakang dan membakarnya di atas tungku.
Arman menahan nafas, pandangan matanya tidak pernah berhenti melihat ke sekeliling, karena dapur rumah Mira memang sangat terbuka. Ia ingin memastikan situasi benar-benar aman.
Dalam hati, Arman merasa bangga dan seolah berkuasa, inilah untuk kali pertama dalam sejarah hidupnya ia punya uang banyak..!
Arman bangga akan dirinya yang baru saja melenyapkan barang bukti. Kerja bagus. Ia akan memberi Mira sebagian uangnya untuk imbalan.
Selanjutnya kedua orang itu balik lagi ke dalam.
Asrul masih belum pulang, sementara anak-anak Mira terlihat pergi main ke rumah tetangga.
Sekarang cuma ada Mira dan Arman yang duduk bersama di ruang tamu rumah Asrul yang sempit, sembari mendiskusikan pendapat atas apa yang akan mereka lakukan selanjutnya.
“Sekarang uang itu sudah jadi milik abang sepenuhnya” kata Mira dengan nada suara tinggi.
“Lalu, apa yang akan Bang Arman lakukan..?”
“Kita tenang saja, nggak perlu ribut” sahut Arman tegas, “Rencananya, uang ini akan kubagi empat. Selain ke Asrul, dua bagian yang lain akan kutitipkan kepada Udin dan Ustad Ferry. Dengan begitu, kalau ada yang berniat mencurinya, uang itu nggak akan hilang seluruhnya. Nanti kita bagi rata. Si pemilik uang nggak akan pernah tau uangnya ada pada kita”
Mira hanya bisa mengangguk muram. Dan apa yang terjadi selanjutnya di pagi itu, Adalah sebuah bagian cerita yang sangat kontras sekali.
Kesulitan keuangan, membuat perempuan berparas cantik itu setuju saja ketika Arman menawarinya imbalan 10 juta.
“Selain ini, aku juga akan memberimu modal. Bukankah kamu sudah sejak dulu pingin berdagang soto?” Tawar Arman. Sekali lagi Mira hanya bisa mengangguk.
Parasnya yang pucat perlahan mulai mendapatkan sinarnya, begitu membayangkan kehidupan layak yang bisa ia gapai dengan bantuan uang dari Arman. Anak-anaknya tidak lagi kelaparan. Mereka bisa sekolah dan belajar dengan tenang.
Selain itu, ia juga bisa membelikan baju baru untuk mereka.
Semuanya sangat indah dan menggiurkan hingga Mira hanya bisa menurut saja, ketika Arman menawarkan sesuatu yang lain.
“Kutambah lagi 10 juta kalau kamu mau menemaniku seperti minggu kemarin…” Goda Arman, merujuk saat ia meniduri istri Asrul itu dengan imbalan uang 100 ribu buat beli beras.
Bersambung Bab 4