loader image

Novel kita

Pendekar Berwajah 2 – Bab 3

Pendekar Berwajah 2 – Bab 3

Kesadaran Si Kecil
99 User Views

Rasa iba terhadap si kecil yang kehilangan tangan membuat Yusa bertekad untuk melalukan sebuah pertarungan meski tenaga yang dimiliki masih sangat lemah. Tangan kiri langsung tertuju pada orang asing yang masuk ke dalam rumah tersebut. Serangan terhenti beberapa milimeter sebelum berhasil menyentuh wajah pria tersebut. Tangan telah tergenggam dengan erat. Kaki kanan pun melayang. Namun juga tertahan oleh lelaki tersebut. Kaki kiri Yusa terjegal dan terjatuh. Dia terbanting ke sebuah lantai yang terbuat dari batu alam. “Argh!” teriaknya merasakan sakit yang luar biasa.

Teriakan dari Yusa sampai di telinga Valen. Gadis yang baru berganti pakaian tersebut langsung menuju ke ruang depan. “Yusa!” teriaknya.

“Oh manisnya adik Draka. Sebaiknya aku nikmati dulu sebelum aku habisi. Eh, gak jadi. Buat bonek kesenangan lebih bagus. Jadi boneka yang unyu-unyu.” Orang asing telah menginjak perut Yusa mengeluarkan sebuah pisau besar. Sebuah tusukan hendak ditujukan ke bawah. Namun punggung terasa sangat sakit seperti terkena sebuah tusukan jarum besar. Nyeri terasa sampai ke tulang sumsum. Dia berbalik arah sambil menebaskan pisau. Wajah Draka terlihat di saat pisau berhenti bergerak. “Kau?”

“Ada apa. Lawanlah aku, jangan suka mengancam adikku.” Tangan Draka menekan lengan si pria asing dengan sangat kuat. Pisau pun terlepas.

Tangan kiri si pria asing melakukan sebuah tinjuan tertuju ke wajah Draka. Namun tangannya sendiri yang merasa kesakitan dan berdarah. Draka menahan serangan cepat tersebut dengan sebuah genggaman. Tekanan terjadi hingga kuku tertembus pada kulit si pria asing.

Tak hanya sampai di situ saja serangan dari Draka. Kaki segera mengarah ke pria asing tersebut. Sedikit geraka yang perlu dilakukan untuk membuat sebuah bantingan yang sangat kuat. Bunyi sangat keras terdengar di sana. Getaran pun dirasakan hingga ke tempat Dira berdiri. Sebuah bantingan mengantarkan pria asing tersebut keluar dari rumah Draka. Tembok yang terbuat dari bahan tertentu mengalami kerusakan.

“Aduh, ngapain aku tak bangun yang lebih kuat,” keluh Draka pada diri sendiri.

Dira langsung menghampiri Yusa. Sebuah bantuan diberikan dengan mengulurkan tangan yang terbalut kain. Gadis penggunaka rok setengah kaki bagian atas tersebut menarik tangan Yusa sekuat mungkin. Kedua orang itu mendekat ke si kecil yang belum sadarkan diri.

“Siapa dia?” tanya Draka.

“Aku gak tahu. Tadi kutemukan di tepi sungai. Siapa dia dan ngapain dia nyerang kami?” tanya balik Dira.

“Dia salah seorang komplotan pedagang yang menipu orang lain. Cepat bersihkan dirinya dan gunakan pakaianmu yang kekecilan untuk menyelimuti tubhnya,” perintah sang kakak.

“Aku?” Dira menunjuk pada dirinya sendiri.

“Iya, sebab kamu wanita.” Draka mendekat pada Yusa. Jari tangan kanan menyentuh kulit Yusa hingga dalam.

Di saat Dira sedang membawa si kecil ke belakang, Draka melakukan sedikit mengeobatan dengan cara tak biasa. Jari menari di atas kulit Yusa yang tertutup seragam sekolah. Aliran energi dialihkan, beberapa pembetulan posisi tulang bisa dilaksankan meski tanpa membuat sebuah operasi. Beberapa gerakan dilakukan Yusa untuk memastikan setiap anggota tubuh. Rasa sakit telah hilang dan kembali seperti semula.

“Kak Penakluk Naga, terima kasih banyak. Aku pamit pulang dahulu.” Yusa mengambil sebuah tas.

“Dirimu belum pulih total. Sebaiknya beristirahatlah sebentar lagi. Atau mau aku antar,” tawar Draka.

“Gak apa-apa. Aku kuat kok.” Yusa pergi meninggalkan kediaman Draka dan Dira.

Draka berjalan menuju ke kamar tidur. Sebuah lantai dibuka. Kotak diambil dan dibawa ke ruang depan. Dia membuka kotak tersebut tanpa mempedulikan teriakan kesakitan dari Yusa. Batu bening dikeluarkan. Dan diletakkan pada tubuh si kecil yang sudah berganti dengan pakaian bekas Dira. Cahaya hijau terpancarkan walaupun tak sempurna.

“Apa artinya ini?” tanya Dira.

“Dia beruntung masih bisa hidup. Anak ini bukan anak sembarangan. Elemen yang dimiliki bertipe tumbuhan. Kita selidki dulu sebelum dikembalikan ke keluarganya,” jawab Draka.

Kedua bersaudara itu bergantian setiap hari untuk menjaga si kecil. Tak hanya di pagi dan siang hari saja, bahkan malam pun mereka bergantian menjadi si kecil.

Beberapa hari telah berlalu. Si kecil mulai tersadar. Mata dibuka dan menoleh ke arah kanan. Bagian lengan baju yang panjang terlihat kembali. Tangan kanan tiada rasa. Tangan kiri meraba tubuh sebelah kanan. Baru disadari jika tangan kanan telah hilang. “Huhuhu!” tangisnya sekuat hati. Air mata membasahi baju pemberian Dira.

Suara anak yang menangis membuat Dira menghentikan aktifitas. Dia segera menuju ke sebuah ruang kosong. Batu bersinar secara berkesinambungan. Sebuah pertanda jika energi kehidupan sudah normal. Rasa bersyukur bercampur dengan rasa kasihan. Dekapan dilakukan, tangisan si kecil semakin kencang.

“Hu, jangan potong aku. Kembalikan tanganku,” tangis si kecil semakin deras. Air mata juga membasahi kaos putih yang dikenakan Dira.

“Siapa yang memotongmu? Nanti Kakak akan carikan.” Dira juga ikut menangis meratapi nasib yang dialami si kecil.

Satu jam waktu telah berlalu. Mereka masih saja berpelukan. Sebuah bau tercium. Dira lupa sedang memasak nasi. Pelukan pun dilepaskan. Dia kembali ke dapur. Sebuah kebakaran terjadi di sana. Nasi sudah gosong, bahkan mengeluarkan api. Rasa gelisah menggantikan kesedihan di dalam hati. Air digunakan untuk memadamkan api.

“Aduh, gimana nih?” katanya dengan penuh ketidak tenangan.

Sebuah angin dirasakan Dira. Kehadiran sang kakak sudah bisa diperdiksikan tapi sudah sangat terlambat. Draka telah memindahkan tempat memasak nasi yang telah terbakar. Sebuah batu datar menggantikan tempat tersebut.

“Dik, Kenapa gosong? Bukankah sudah kulatih?” tanya Draka.

“Gini, adik kecil tadi nangis. Aku coba nenangin tapi aku sendiri ikut nangis. Maafkan aku.” Dira merundukkan sedikit badan. Air mata dibersihkan dari pipi.

“Ya sudah, temani si kecil. Nanti aku yang masak aja.” Draka mengambil seekor ikan berukuran besar. Pisau dimainkan dengan kecepatan tinggi.

Sesuai dengan permintaan sang kakak, Dira langsung kembali ke tempat si kecil menangis. Pelukan kembali dilakukan. “Dik, aku Kak Dira. Namamu siapa?” tanyanya sambil mengelus rambut si kecil.

“Angel,” jawab si kecil di dalam tangisan.

Tak lama kemudian masakan yang diolah Draka telah matang. Memang hanya ikan panggang saja yang menjadi menu di malam itu. Namun bumbu yang digunakan terasa begitu menggoda selera. Makanan di bawa ke tempat Dira dan Angel berada. “Wah, kamu sudah bangun. Silahkan makan,” katanya.

Sesosok wajah lelaki yang berada di depan mata membuat Angel merasakan sebuah ketakutan luar biasa. Gadis kecil bertangan satu langsung menangis keras. Tubuh Dira digunakan sebagai tempat bersembunyi. “Tolong! Jangan potong aku!” teriaknya di dalam tangisan.

“Kakak!” Pandangan mata picik Dira tertuju kepada sang kakak. Tangan begitu erat memegang tubuh Angel.

Pendekar Berwajah 2

Pendekar Berwajah 2

Score 10
Status: Ongoing Type: Author: Released: 2023
Draka dan Dira merupakan kakak beradik yang tak memiliki orangtua. Keduanya memilih untuk menyembunyikan kemampuan bela diri guna menjauhi dari musuh. Draka bersifat sangat mesterius, sedangkan Dira terlalu manja. Seperti biasa, Dira bersekolah bersama dengan remaja yang lain. Di sana dia memiliki seseorang yang mencintainya walaupun dia sendiri selalu menolaknya. Teman yang mencintainya itu bernama Yusa. Suatu hari, Dira ikuti Yusa walaupun dia sendirii tak suka. ia melewati sebuah jembatan. Di saat itulah mereka menemukan anak kecil yang kehilangan tangan kanannya. Apa yang terjadi dengan anak itu?

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!

Options

not work with dark mode
Reset