loader image

Novel kita

Persimpangan Jalan – Bab3

Persimpangan Jalan – Bab3

Kenapa tidak Berhijab?
81 User Views

“Ngomong-Ngomong … kenapa kamu tidak mengenakan kerudung? Bukankah itu identitas seorang wanita yang beragama Islam, ya?”

Pertanyaan yang terlontar santai dari mulut Imanuel di sela-sela kegiatan mengunyah itu, lagi-lagi menusuk hati Maryati.

“Belum ingin. Yang penting hatinya dulu aja.” Benar-Benar jawaban klise yang biasanya membungkam mulut orang-orang sok alim.

Namun, kali ini berbeda. Imanuel yang sedari tadi tidak menyadari bahwa setiap tanya dan ucapan yang keluar dari mulutnya tentang Islam, rupanya telah berhasil membuat hati Maryati terguncang, pun masih terus melanjutkan ocehannya.

“Hati? Maksudnya mengkerudungi hati? Bagaimana kau melakukannya? Bukankah hatimu sudah tertutup oleh tulang, daging, bahkan pakaian yang kau kenakan? Sampai-Sampai orang lain pun tidak tahu apa isi hatimu. Bukankah ….”

Menyadari bahwa Maryati kini membisu dan tampak tidak nyaman, Imanuel pun menghentikan ucapannya. Dia lupa bahwa Maryati adalah seorang muslimah yang sebenarnya tidak terlalu mengenal agamanya.

“Ah, maaf. Malah membahas yang aneh-aneh. Di dunia ini ada berbagai macam orang dalam beragama. Ada yang benar-benar taat, ada yang hanya menggunakan agama sebagai formalitas, pelengkap identitas. Aku lupa itu. Jadi maaf, ya ….”

Alih-Alih menenangkan keadaan yang muram, ucapan Imanuel kali ini justru mengubah suasana semakin suram.

“Ya … Tuhan! Apa yang sudah kukatakan? Kenapa aku tidak bisa mengendalikan mulutku?” batin Imanuel yang kini menyesali ucapannya.

Pada akhirnya, pertemuan mereka harus berakhir dengan kebisuan, dan suasana muram. Saat berpisah untuk pulang pun, Maryati bahkan tak mengucapkan selamat tinggal atau sampai jumpa. Wajahnya terus bermuram durja.

“Hati-Hati di jalan, ya, Marya ….”

Ucapan perpisahan Imanuel pun tak digubrisnya.

“Marya … entah kenapa aku merasa kesal saat orang lain juga memanggil dia dengan nama itu. ‘Marya’ … padahal itu panggilan kesayanganku untukmu ….”

Imanuel masih menatap sedih punggung Maryati yang perlahan menjauh di telan kegelapan malam.

***

Waktu menunjukkan pukul 01:00 dini hari. Baik Maryati maupun Imanuel masih terjaga di kamarnya masing-masing dengan kegelisahan yang berbeda.

Jika Imanuel masih kepikiran dengan ucapannya tadi, yang membuat Maryati bermuram durja. Lain halnya dengan Maryati yang sibuk memikirkan ucapan-ucapan Imanuel yang memang benar adanya.

Kebenaran tentang jilbab, tentang pacaran yang terlontar dari pemuda Nasrani, begitu berdampak.

“Bahkan dia yang seorang Nasrani saja tahu secuil tentang Islam, bagaimana aku bisa tidak tahu? Hanya do’a-do’a sholat beserta tata caranya yang kutahu. Lalu, apa kewajiban muslim hanya itu?” Belum selesai bergelut dengan pikirannya, tiba-tiba notifikasi pesan masuk di ponsel Maryati berbunyi.

“Makhluk nokturnal mana yang mengirim pesan jam segini?” gumam Maryati sambil meraih ponselnya yang ada di meja kecil, samping tempat tidurnya.

“Hah … makhluk kampret ini rupanya. Bagaimana dia bisa tahu, kalau aku belum tidur?” Maryati menghela napas, sambil menatap sendu layar ponsel yang muncul tulisan ‘Pesan Masuk Dari Nue’.

[Marya, aku sungguh minta maaf atas kelancanganku, karena telah menyinggung keyakinanmu. Terlepas dari itu, bolehkah besok pagi aku meminta tolong padamu?]

Maryati mengerutkan keningnya. Perhatiannya lebih fokus pada kalimat terakhir dari pesan singkat Imanuel tersebut.

[Minta tolong apa?]

balas Maryati singkat.

[Temani aku ke Gramedia, Semarang kota. Ada sebuah buku yang harus ku beli. Di dekat sini kurang lengkap, dan sepertinya tidak ada.]

Tidak seperti sebelumnya yang langsung dibalas oleh Maryati, kali ini sudah 3 menit berlalu, tapi Maryati bahkan belum membuka pesan singkatnya.

“Barusan dia membalas pesanku dengan cepat, tapi kenapa sekarang bahkan belum membukanya? Apa dia ketiduran? Mana mungkin secepat itu?”

Pemuda berkulit kuning langsat itu tampak gelisah. Ia bahkan beranjak dari tempat tidurnya, dan berjalan mondar-mandir sambil menimang-nimang ponselnya.

“Apa mungkin jaringan sinyalnya hilang? Tidak mungkin terbawa hujan, kan?” Imanuel menoleh pada jendela kamar yang belum ia tutup.

Ya! Hujan malam itu turun secara tiba-tiba dan langsung deras. Anginnya bahkan begitu kencang berembus.

“Ah, sebaiknya aku tidur saja. Sepertinya gadis itu benar-benar tertidur. Semoga besok pagi dia menerima ajakanku.”

Baru saja Imanuel merebahkan badan di atas tempat tidurnya, tiba-tiba notifikasi pesan masuk pada ponselnya berbunyi. Segera ia membuka pesan tersebut.

[Baiklah. Aku akan menemanimu. Kita ketemu saja di tempat parkiran pasar. Sekarang tidurlah. Aku sudah tidak marah padamu. Jangan balas lagi pesan ini.]

Imanuel tersenyum riang setelah membaca pesan singkat dari Maryati tersebut.

“Dasar gadis ribet. Kenapa kau tidak memintaku untuk menjemputmu saja?” gumam Imanuel sambil memejamkan matanya.

Paginya saat Maryati tengah bersiap-siap untuk pergi, tiba-tiba ponselnya berdering. Kali ini tanda panggilan masuk.

Seperti biasa, setiap kali ada panggilan masuk di ponselnya tanpa memberitahu dulu melalui pesan singkat, Maryati pasti akan mengabaikan telepon tersebut, sekalipun si pemanggil adalah orang yang dia kenal.

Begitu dering ponselnya berhenti, Maryati mengambil ponselnya dan melihat, siapa yang tadi meneleponnya.

“Agus? Kenapa tiba-tiba menelepon?”

Sejurus kemudian, Maryati mengirimkan pesan singkat pada Agus.

[Ada apa? Kenapa menelponku?]

Alih-Alih membalas pesan singkat Maryati tersebut, Agus malah kembali melakukan panggilan telepon. Tentu saja hal itu membuat Maryati merasa kesal, sekalipun itu adalah pria yang dia taksir.

Ya! Pada dasarnya Maryati memang tidak suka ditelepon. Ia lebih nyaman dengan komunikasi melalui pesan singkat.

Dalam sejarahnya selama memegang ponsel, Maryati tak sekalipun bertelepon, kecuali dengan ibunya yang memang tak mengerti caranya mengirim pesan singkat, dan Imanuel. Itu pun hanya sekali selama perpisahan itu.

“Ah, sial! Tak bisakah kau mengirim pesan singkat saja?” gerutu Maryati yang lebih memilih sibuk merapikan rambutnya, ketimbang menjawab panggilan telepon dari Agus.

Namun, di tengah dering panggilan yang tak kunjung berhenti tiba-tiba dering itu terjeda sekejap karena adanya pesan masuk. Tentu saja hal tersebut disasari oleh Maryati, sehingga ia reflek mengangkat teleponnya karena buru-buru membuka pesan singkat yang masuk.

Pada akhirnya mau tidak mau Maryati harus berbicara dengan Agus melalui telepon.

“Ya, Gus. Ada apa? Maaf, tadi aku sedang sibuk.” Maryati tampak terpaksa membuka mulutnya untuk menyapa orang di balik telepon itu.

“Begini, aku sedang main di daerah kecamatan Pringapus. Aku ingin mampir ke rumahmu. Kalau boleh, bisakah kau mengirim alamat rumahmu?”

Maryati terdiam. Untuk sesaat ia lupa dengan janjinya karena terkejut dengan niatan Agus, sehingga ia bingung untuk menjawab apa. Satu sisi ia senang dengan niat Agus, tapi di sisi lain, dia juga tidak mau menyambut tamu dadakan.

“Halo, Maryati? Kau sedang ada di rumah, ‘kan?”

Pertanyaan itu membuat Maryati langsung ingat lagi dengan janjinya pada Imanuel.

“Ah, maaf sekali ya, Gus … hari ini aku sudah ada janji untuk menemani temanku ke Gramedia—Semarang. Jadi ….”

Agus langsung menyahut ucapan Maryati yang belum selesai. Pria yang kini mulai merasa cemas itu sedikit kecewa, tapi ia mulai bertekad untuk segera mengambil tindakan.

Persimpangan Jalan

Persimpangan Jalan

Score 10
Status: Ongoing Type: Author: Released: 2023
Bagimu, Agamamu. Bagiku, Agamaku. Ketika bayi yang berkalung keyakinan beranjak dewasa, lalu dia dihadapkan pada pilihan tak terbayangkan antara harus menggenggam atau menghempaskan keyakinan yang sudah dikalungkan padanya sejak dalam kandungan. Berikut kisah Imanuel—pemuda yang taat pada Injil dan Kristusnya, dengan Maryati—seorang muslimah yang bahkan tak mengenal agamanya sendiri, karena ia tumbuh dalam lingkup keluarga yang hanya patuh pada adatnya, tapi tidak dengan Islamnya. Remaja yang berbeda keyakinan itu menjalin persahabatan, hingga sebuah perasaan yang tak seharusnya mulai tumbuh.

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!

Options

not work with dark mode
Reset