loader image

Novel kita

Pesona Annisa, Istri Sahabatku (CHAPTER 1)

Pesona Annisa, Istri Sahabatku (CHAPTER 1)

Chapter 1
343 User Views

CHAPTER 1

 

“Ku mohon, menikahlah dengan, Nisa”

Wait… Wait!

Apa-apaan ini? Baru juga ingin memulai bercerita tentang bagaimana perjalanan hidupku ini, tiba-tiba sudah harus menghadapi kejadian yang benar-benar di luar nalar.

Jujur bukan kaget saja. Benar-benar kaget yang ku rasakan saat ini, berada pada kasta tertinggi dari segala kaget di alam semesta ini. Bahkan, ku rasakan seakan ada gledek yang menyambar tubuhku hingga menggosong.

Sungguh! Otak ini masih berusaha mencerna, apakah pendengaranku sedang tidak bermasalah, lalu mengirimkan signal ke otak buat ku olah menjadi sebuah kenyataan, yahh! Kenyataan dari ucapan yang berbentuk sebuah permohonan dari Hage Wiyoko.

Bahkan, aku masih saja seakan tak percaya. Mataku terbelalak dan mulutku menganga lebar.

Ahhhh….

Sudah gilakah sahabatku ini? Apakah dia terkena geger otak parah yang membuatnya tak bisa berpikir jernih?

Kalian pasti penasaran, siapa nama wanita yang ia maksudkan itu, bukan?

“Kamu ingin aku menikahi istrimu?”

Yes! Wanita itu, adalah…. ahhh sialan. Sungguh sialan. Bagaimana bisa dia mengucapkan pertanyaan itu dengan mudah? Bagaimana bisa dia memintaku menikah dengan istrinya yang sangat cantik? Apa ia sudah gila atau gimana?

Aku sampai mendengus, karena masih tak percaya atas apa yang tengah di pikirkan pria yang duduk di dekatku ini.

“Mantan… mantan istri, Den,” ucapnya sambil menunduk, “kamu tahu sendiri kami berdua sudah…”

Aku segera menyela ucapannya. “Ya tetap saja itu gemblung! Ga bisa lah! Memangnya kamu pikir aku ini apa!? Mana bisa aku menikahi seseorang yang sudah aku kenal dekat seperti keluarga sendiri! Kamu ini teman baikku, Ge! Mana mungkin aku bisa menikahi Nisa! Aneh-aneh aja!” Aku berkata sepanjang itu dengan satu tarikan nafas.

Sedangkan pria itu…. pria bernama Hage Wiyoko, atau yang biasa kupanggil Gege – adalah salah satu sahabat terbaik yang pernah aku miliki, hanya diam sambil berusaha untuk tak membalas tatapanku.

Bercerita tentang hubungan persahabatan tersebut, mungkin aku tak begitu mengingat jelasnya kapan dan bagaimana itu bisa tercipta. Intinya, persahabatan kami dimulai jauh saat kami masih SMA dulu. Kami pernah duduk bersebelahan, kami pernah bolos bareng demi merokok di warung Mbok Darmi, kami pernah pergi ke gunung atau ke pantai bareng, dan kami pernah mabuk bersama di tepian trotoar kota. Sesuatu yang berlanjut sampai kami kuliah di kampus yang sama.

Semua yang baik dan semua yang buruk, pernah kami lalui bersama. Sampai kemudian kami terpisah setelah dia bekerja dan menikahi Nisa.

Yah! Dia lebih dulu menikah. Salah satu yang selalu menjadi ejek-ejekan kawan lainya ketika adanya obrolan di sebuah grup WhatsApp yang kerap mengatakan, ‘Den, masa iya kamu kalah sama Ge…’ atau mungkin, ‘Payah lo Den, kebanyakan memilih sih lo, makanya sampai sekarang masih belum nikah-nikah juga.’

Tapi…. setiap membaca itu, aku sih hanya menanggapi dengan santai saja.

 

Kembali ke kejadian bersama Ge.

 

Ge menatapku dengan mata berkaca-kaca, “Aku tidak tahu lagi harus bagaimana, Den.” Aku rasa dia mulai bertemu dengan titik kebuntuan. Dia mulai putus asa.

Tapi, jujur aku masih saja seakan tak percaya dengan kalimat tersebut. Dengan tanpa beban sama sekali, malah terucap dari mulutnya begitu saja.

Aku menarik nafas dalam-dalam, kemudian mencoba untuk bertanya lagi. “Kamu tidak serius kan, Ge? Kamu memintaku untuk melakukan hal yang tidak mungkin aku lakukan. Bisa-bisanya kamu menanyakan itu padaku!”

“Kalau bukan kamu lantas siapa lagi, Den? Apa kamu pengen Nisa menikah lagi dengan orang yang tidak kukenal? Tidak bisa, Den. Aku tidak akan kuat menanggung perasaanku itu nantinya.”

 

Aku mendengus.

Kalau saja Gege tidak mudah emosi dan dungu, barangkali semua akan baik-baik saja dan kami tidak perlu melakukan percakapan ini. Gege memanggilku Den karena nama panjangku Denny Abisheka, tapi oleh teman-temanku, aku lebih sering dipanggil dengan panggilan Aden.

Saat ini aku dan Gege tengah duduk-duduk di salah satu spot kesayangan kami berdua, di lereng Gunung Mandiri di sebuah tempat yang biasa disebut Pager Jurang. Sebuah kawasan yang menjadi area wisata dadakan dengan view utama pemandangan kota kami tercinta. Kami berada di salah satu sudut sembari menikmati kopi hangat, jagung, dan roti bakar sambil menanti matahari terbit.

“Aku tahu apa yang kamu pikirkan, Den. Ini semua gara-gara aku! Aku tahu! Aku mengacaukan semuanya! Aku memang bodoh dan emosi saat mengucapkan semuanya itu ke Nisa – tapi itu karena pikiranku sangat pekat oleh rasa cemburu. Aku tidak berpikir panjang.”

Aku kembali mendengus. Tanpa melirik ke Gege, aku sudah tahu apa yang dia lakukan saat sedang stress hebat, dia akan duduk termenung, tercenung, dan menenggelamkan kepalanya di antara dua telapak tangan.

Aku tidak pernah tahu kenapa Gege sampai sebodoh itu menceraikan istri secantik dan semolek Nisa yang telah memberikan dia dua anak lucu. Sudah berulang kali aku mengucapkan kata-kata yang akan aku ucapkan ini, tapi rasa-rasanya dia harus selalu diingatkan supaya dia sadar betapa bodohnya, apa yang dia lakukan sebelumnya.

Andai saja….

Andai saja, aku punya pilihan, mungkin kan ku putar waktu dan hadir di tengah-tengah mereka sebagai satu-satunya orang yang mampu melerai dan menjadi penahan agar tragedi di hari itu tak kejadian.

“Hhh… kamu sendiri tahu Nisa itu kayak apa sayangnya sama kamu, sama Bella, sama Bian. Benar-benar kamu ini masih curiga aja. Apa kurangnya dia? Cantik, alim, sederhana, bersahaja, agamanya luar biasa, dan sangat mencintaimu. Apalagi sih yang kamu cari dari seorang wanita? Apa kamu pernah ingat itu semua saat mulutmu dengan mudah mengucapkan kata talak? Apakah sewaktu kamu marah dan menjatuhkan talak ke Nisa kamu sempat melihat tangisan Bella dan Bian? Apakah selama ini kamu meluangkan waktu untuk memikirkan anak-anakmu?”

Yah! Lelaki ini memang bodoh dan dungu. Jadi kalian sudah paham, kenapa Nisa sekarang telah berstatus janda? Meski status tersebut hanyalah secara agama saja yang masih ia yakini, keabsahannya. Sedangkan terhadap negara, mereka masih sah secara hukum negara NKRI.

Setelah mendengar kalimat dariku yang sepanjang itu, Gege hanya terdiam tanpa mengucapkan apa-apa. Aku tahu dia merasa sangat bersalah. Di antara semua orang di dunia ini, barangkali hanya ucapanku saja satu-satunya yang dia dengar setelah meninggalnya kedua orang tuanya. Aku melihat Ge bergetar saat kulempar kalimat yang akan mengantarkannya ke penyesalan yang semakin dalam.

Aku tahu dia sering bersikap bodoh, tapi aku mengenal Ge, biar bagaimanapun ada perasaan aneh saat melihat dia menderita.

“Maaf aku tidak bermaksud membuatmu mengulang semua kenangan ini lagi. Aku hanya geram kalau ingat nasib Bella dan Bian yang harus menderita gara-gara ulah kalian berdua yang tidak bisa menahan diri. Hanya menuruti emosi dan tidak pakai logika.” Aku mencoba menjelaskan ini semua semudah mungkin pada Bian yang mungkin masih emosi.

“Aku tahu, Den. Sebenar-benarnya aku masih mencintai Nisa, dan tentunya aku sangat merindukan anak-anakku. Aku tidak bisa hidup tanpa mereka berdua. Aku tidak bisa, Den… aku harus… aku harus mendapatkan mereka kembali… aku harus meminta Nisa untuk rujuk kembali dan satu-satunya cara adalah…”

“…ya ya… Nisa harus menikah terlebih dahulu dengan orang lain,” sekali lagi aku geleng kepala, “Oalah Ge… Ge… mbok ya lain waktu itu kalau ngomong dipikir dulu. Sekarang semuanya jadi serba repot kan?”

 

Fiuh!

Aku Cuma bisa menarik nafas kembali, kali ini tarikannya lumayan panjang dan dalam.

 

BERSAMBUNG CHAPTER 2

Pesona Annisa, Istri Sahabatku

Pesona Annisa, Istri Sahabatku

Score 10
Status: Ongoing Type: Author: Artist: , Released: 2024
Karya ini, adalah hasil dari collaboration saya bersama suhu Killer Tomato.   Cekidot....   Dialah Nisa... Wanita cantik berhijab itu, kini tengah tertawa dan aku semakin tenggelam dalam pesona. Tapi yang lebih membuat aku kaget sebenarnya karena bagaimana dia bisa memancingku bercakap-cakap, biasanya aku akan malas meladeni dan memilih kabur dari percakapan. Tapi Nisa berbeda. Auranya menjebak dan membuatku tak ingin beranjak. Edan bukan? Orang se-antisosial diriku bisa nyaman ngobrol dengan Nisa sebegini mudahnya. Siapa yang menduga kalau bertahun-tahun kemudian aku akan bertemu kembali dengan Nisa setelah ia menikah dengan Gege dan punya dua orang anak… dan kali ini aku punya kesempatan untuk menikahi bidadari ini. Aku akan menikahinya… dan aku akan membuatnya jatuh ke dalam pelukanku. Aku akan menyetubuhinya tanpa henti.   Wahhh! What a supprise, bradaaaa....

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!

Options

not work with dark mode
Reset