loader image

Novel kita

Pesona Wanita – Bagian 1

Pesona Wanita – Bagian 1

Chapter 1
176 User Views

Bagian 1

Sebuah sepeda motor Yamaha bebek keluaran tahun 2014 memasuki gang sempit di sebuah pemukiman padat di barat jakarta, beberapa kali motor itu harus berhenti karena berpapasan dengan motor atau gerobak pedagang keliling, setelah beberapa gang dilewati, motor itu masuk ke sebuah komplek kecil rumah petak yang berjajar dengan bentuk dan warna dinding yang sama, motor itu kemudian berhenti di depan sebuah rumah yang berada di tengah-tengah, sang pengemudi merapatkan motornya ke tembok rumah itu, tentu saja harus dirapatkan sedemikian rupa agar tak menganggu arus bolak balik penghuni lain.

Seorang anak perempuan kecil berusia sekitar 5 tahun menyambut sang pengendara motor, bocah itu terlihat gembira menyambutnya, sang pengendara motor menggendong anak itu, sang bocah tertawa sambil mengelus helm yang masih dikenakan sang pengendara motor, mereka berdua masuk kedalam rumah, sang pengendara motor yang merupakan ayah bocah itu, membuka jaket ojol kebanggaannya, dibukanya helm hijau yang dikenakannya dan diletakkan di lantai dekat lemari plastik berwarna pink, seorang perempuan mengenakan daster panjang dan berhijab keluar dari dapur sambil membawakan segelas air, perempuan itu menyerahkan minuman itu pada suaminya yang baru pulang sambil mengambil jaket suaminya dan digantung di belakang pintu.

“Abi mau makan sekarang?” Tanya perempuan yang bernama Ratna itu.

“Nanti aja Mi, Abi mau mandi dulu.” Jawab Pengendara motor itu yang merupakan suami dari perempuan itu.

“Umi panaskan sayurnya dulu ya.” Ujar Ratna, Suaminya mengangguk sambil tersenyum dan kembali bercanda dengan anak perempuannya yang terlihat begitu lengket dengan ayahnya.

Muklis sang pengendara motor tadi merupakan driver ojek online dari sebuah perusahaan ojek online, dia tinggal disebuah rumah kontrakan dengan istrinya Ratna dan anak perempuannya Tiara, kontrakan sepetak yang disewanya seharga 600 ribu perbulan, walau kecil namun cukuplah untuk mereka bertiga, interior rumah petak itu hanyalah sebuah ruang tamu, kamar, dan dapur yang berbagi dengan kamar mandi, ruang tamu jika malam akan merangkap menjadi garasi motornya, Muklis tak berani menaruh motornya di luar, dia tak ingin alat mencari nafkah satu-satunya hilang.

Muklis adalah pria berusia 35 tahun, dia adalah pekerja keras yang tak kenal lelah, setiap pagi dia punya langganan tetap mengantar anak sekolah dan setelah itu mengantar tetangganya pergi bekerja, mereka membayar muklis bulanan. Dan uang itu digunakan muklis untuk membayar kontrakan, setelah mengantar langganan tetap, muklis baru menjalankan tugasnya sebagai ojol, putri semata wayangnya Tiara telah sekolah di sebuah paud yang tak jauh dari rumah, apapun akan dikerjakan oleh muklis, terkadang dia diminta untuk memperbaiki genteng bocor, atau di suruh mengecat rumah, semua dilakukan muklis tanpa sungkan, sedangkan Ratna istrinya adalah seorang wanita yang baik, dia juga rajin membuat gorengan atau kue-kue, lalu diantarkan ke warung tetangganya, hasilnya juga lumayan untuk membantu kebutuhan hidup mereka bertiga.

Belakangan ini hasil dari ojol agak berkurang, memasuki musim penghujan banyak orang yang beralih menggunakan angkutan umum berjenis mobil, terkadang pagi saja sudah hujan, sehingga langganan tetap Muklis terpaksa tidak menggunakan jasanya, contohnya hari ini, sejak siang hingga malam Muklis hanya bisa mendapatkan 5 trip saja, hujan turun sejak sore hingga malam, sehingga Muklis lebih banyak diam daripada mengambil penumpang, Muklis melihat saldo di aplikasinya tertera angka 70 ribu sekian untuk hasil kerjanya sepanjang hari ini, Muklis menghela napas, di lihatnya putrinya yang sedang bermain didekatnya, senyum Muklis tersungging, penat dan lelahnya seolah menguap setiap melihat kelucuan putrinya ini, “Abi kok belum mandi juga.” Suara Ratna istrinya mengejutkannya, Muklis tersenyum dan bangkit, “Iya mi, ini mau mandi.” Jawab Muklis sambil mengambil handuk dari tangan istrinya, Muklis mencubit pelan pipi istrinya, Muklis merasa sangat beruntung memiliki istri seperti Ratna, dia adalah perempuan baik yang selalu tegar dalam segala kondisi.

———————–

 

“Alhamdulillah..” Muklis mengambil minuman dan meneguknya, sepiring nasi dengan lauk sayur bayam, dua buah tempe dan sambal telah berpindah ke perutnya, Ratna membereskan piring bekas makan suaminya dan membawanya ke dapur, tak lama Ratna membawa sebuah cangkir berisi teh hangat tawar untuk suaminya, “umi bikin susu dulu buat Tiara ya bi, kayaknya dia udah ngantuk.” Pamit Ratna, Muklis mengangguk, dia membawa cangkir tehnya ke luar, Muklis duduk di sebuah bangku kayu di teras, Muklis bertegur sapa dengan beberapa tetangganya yang baru pulang.

Setelah beberapa saat duduk di teras, Muklis mengambil kunci motornya dan memasukkan motornya ke dalam rumah, Muklis mengunci pintu dan menyetel televisi, istrinya keluar dari kamar dan duduk menemaninya nonton televisi.

“Bi, Tiara minggu depan sekolahnya ada latihan manasik di Istiqlal.” Ujar Istrinya.

“Ohh kapan mi?” Jawab Muklis.

“Hari sabtu kayaknya, biayanya 125 ribu bi, Abi ada uangnya?” Tanya istrinya lembut.

“Kapan musti bayarnya Mi?” Muklis malah balik bertanya.

“Paling lambat Rabu bi.” Jawab Ratna.

“Rabu ya..berarti 4 hari lagi, Insya Allah ada mi.” Ujar Muklis meyakinkan istrinya.

“Ya udah bi, umi tidur duluan ya, abi juga jangan malam-malam tidurnya.” Ucap Ratna sambil mencium tangan suaminya, tak lama Ratna sudah menghilang di balik kamar.

Muklis menatap layar televisi ukuran 14 inch didepannya, pikirannya melayang memikirkan ucapan istrinya tadi, Muklis mengambil dompetnya, di carinya selipan uang di kisi-kisi dompetnya, ada sekitar 130 ribu disana, rencananya uang itu akan digunakan untuk servis rutin di bengkel, sudah hampir dua bulan Oli motornya belum juga diganti, belum lagi ban motor belakangnya minta segera diganti, beberapa kali ban motornya bocor, kata tukang tambal, bocornya karena ban luarnya sudah tipis. Muklis menghela napas, jika dia menggunakan uang ini untuk biaya manasik haji putrinya, maka motornya gagal lagi di servis, dan Muklis khawatir oli mesinnya akan habis dan akan membuat mesin motornya bermasalah hingga akhirnya malah besar biayanya nanti untuk memperbaiki.

Hasil jualan gorengan dan kue istrinya sudah digunakan untuk menambah kekurangan biaya sewa kontrakan bulan ini, langganan ojeknya hanya memberi separuh karena memang jarang menggunakan jasanya akibat seringnya hujan, dan uang hasil ojeknya sudah habis untuk membeli kebutuhan dapur, hanya 70 ribu di deposit aplikasinya, rencananya untuk beli beras dan lain-lain, kembali terdengar helaan napasnya yang begitu berat, begitu banyak beban pikiran bagi para lelaki kaum marjinal seperti Muklis ini, pencari nafkah utama di keluarga, yang berjuang demi memenuhi kebutuhan keluarganya, bekerja keras mengukur aspal setiap hari hanya untuk sekedar bertahan hidup.

Keesokan malam setelah pulang dari bekerja, Muklis memberikan uang sejumlah dua ratus ribu kepada Ratna untuk membayar biaya manasik putrinya, sisa uang akan digunakan untuk kebutuhan belanja dapur, “Umi gak nyangka Abi udah ada uangnya, Alhamdulillah ya bi, mudah-mudahan orderannya semakin ramai.” Muklis hanya mengangguk mengamini sambil tersenyum, istrinya tak perlu tahu tentang kekuatiran hatinya, sebagai lelaki, semua ini adalah tanggung jawabnya untuk memastikan kebutuhan keluarganya terpenuhi, sekarang tinggal bagaimana caranya mencari dana untuk servis motornya, Muklis hanya bisa pasrah dengan apa yang akan diterimanya esok, namun dia akan berusaha keras mencari setiap hari rezeki yang telah ditetapkan untuknya.

————————

 

Dua Hari kemudian, apa yang dikuatirkan rupanya terjadi, saat hendak menuju tempat mangkalnya, motornya tiba-tiba mati, berkali-kali dicoba dinyalakan namun motornya tak jua mau menyala, Muklis mendorong motornya menuju tempat mangkalnya yang tak terlalu jauh lagi, melihat Muklis mendorong motor Ale rekannya sesama ojol mendekatinya, Ale adalah teman akrab muklis, “Lho kenapa mas, mogok?” Tanya Ale sambil membantu Muklis memarkirkan motornya.

“Tau nih le, tadi sekitar 200 meter didepan sono, motor saya tiba-tiba mati.” Jawab Muklis sambil melepaskan jaket ojolnya yang panas.

Ale melihat-lihat motor Muklis, dia mencoba menyalakan motor temannya itu, Ale memang punya bakat sebagai mekanik, dia telah berencana untuk membuat bengkel motor suatu saat nanti, tangan Ale merogoh bagian mesin motor muklis, dia juga terlihat membuka tutup oli mesin motor itu, saat melihat indikator oli yang tersisa, keningnya berkerut, dia kemudian mencoba menghidupkan motor temannya itu, berkali-kali kick starter ditendangnya, akhirnya motor temannya itu menyala, namun suara mesin motor muklis terdengar kasar seperti suara mesin jahit lama, asap putih menggumpal keluar dari knalpot, “Waduh persis kaya motor ogud nih mas..”Ucap Agus rekan ojol lain yang baru datang.

Wajah Muklis terlihat tegang, keningnya berkerut, bukan karena suara mesin motor yang kasar yang membuatnya seperti itu, tapi dia kuatir apa yang menjadi ketakutannya terjadi, Ale mematikan mesin motor temannya itu, diserahkannya kunci motor pada muklis, “Stang sehernya kena nih mas…musti turun mesin.” Ujar Ale.

“Nah ya bener tuh le, punya ogud mirip kaya gini, karena terlambat ganti oli, ogud betulin abis 1,5 juta mas.” Ujar Agus, Muklis hanya memandang Agus tanpa bicara.

“Di pake sih masih bisa jalan mas, cuman lama-lama nanti pistonnya lengket dan bahaya juga kalau pas jalan.” Ujar Ale.

“Waduh ada-ada aja..” Ucap Muklis pelan, Ale hanya memandang Muklis, dia tau apa yang di rasakan oleh temannya itu, Ale sangat respect dengan temannya itu, Muklis baginya adalah seorang ayah yang hebat, rajin dan ulet, sosok ayah yang tak pernah dimiliki oleh Ale.

Tiba-tiba terdengar bunyi orderan masuk di hp Muklis, “Ya ampun lupa matikan lagi.”Ujar Muklis yang terlihat bingung, Dilihatnya orderan berupa mengantar orang ke tempat yang lumayan jaraknya, “Dah anter aja mas, pakai motor saya aja.” Ujar Ale, tak lama hp Agus juga terdengar masuk orderan, “Tinggal dulu ya..” Ujar Agus yang segera menjemput customernya.

“Udah mas anter sana, gpp pakai aja motor saya dulu.” Ujar Ale lagi.

“Lah kamu gimana le..” Tanya Muklis bingung.

“Santai aja..” Ujar Ale enteng, akhirnya muklis menggunakan motor Ale untuk mengantarkan customernya, 45 menit kemudian Muklis kembal ke pangkalan, “Makasih ya le, sudah aku matikan aplikasinya dulu le.” Ucap Muklis sambil menyerahkan kunci motor kepada Ale.

Muklis duduk menyender di bangku halte yang menjadi pangkalannya. Muklis merasa hatinya benar-benar tercabik, apa yang ditakutkannya akhirnya terjadi, kini motornya rusak akibat telat ganti oli, Muklis benar-benar bingung bagaimana mencari nafkah kelak, apalagi tadi Agus bilang biaya perbaikannya mencapai jutaan, kemana dia harus mencari biaya itu, kalau dia tak bisa bekerja, lalu bagaimana bayar kontrakan, teringat keceriaan putrinya dan ketegaran istrinya, hampir saja Muklis menangis, bayangan mereka diusir dari kontrakan merupakan mimpi terburuknya, “Ya Tuhan apa yang harus kulakukan..”

“Mas, gak usah sedih, pakai aja motorku untuk narik sampai siang, kan mas punya pelanggan tetap, sayang kalau gak diambil. Sambil kumpulin uang untuk perbaikan motor, gpp aku pakai siang saja, aku kan belum ada tanggungan , sedangkan mas masih ada anak istri yang perlu dipikirkan.” Ujar Alex mencoba menenangkan temannya yang sedang kalut.
“Kalau uangnya sudah ada mas beli onderdilnya saja, nanti biar aku bantu.” Lanjut Ale.

Muklis memandang wajah Ale, apa yang dikatakan Ale ada benarnya, dia harus melanjutkan mencari nafkah, memikirkan cara memperbaiki motor saja tak akan bisa membuat kebutuhan hidupnya tercukupi, sementara ini hanya itu pilihan yang paling masuk akal. ”Serius le?” Tanya Muklis lagi, Ale hanya mengangguk sambil memberikan jempol. Muklis merasa haru dengan sikap temannya itu, orang yang tak punya hubungan darah dengannya mau membantunya seperti itu, sedangkan orang-orang yang lahirnya dari orang yang sama malah terkadang bagai musuh dan menganggapnya sampah yang jijik untuk didekati.

——————————————

Hari ini adalah hari ke empat Muklis menggunakan sepeda motor Ale sebagai alat untuk bekerja, Hari ini Ale bilang pada muklis untuk menggunakan motornya sampai sore, karena Ale ada urusan. Ratna Istrinya selalu menyemangatinya untuk terus bersabar, dia juga membuat gorengan dan kue lebih banyak dari sebelumnya, Muklis terkadang merasa iba melihat istrinya yang harus bangun jam 3 pagi untuk mulai membuat gorengan dan kue-kue, namun dia tak bisa berbuat apa-apa selain ikut membantu.

Siang itu setelah mengantar customernya, Muklis berhenti sejenak di sebuah warteg untuk makan siang, saat sedang makan siang, tak sengaja telinganya menangkap pembicaraan salah seorang pengunjung dan pengunjung lainnya, pembicaraan itu rupanya mengenai pinjaman online, salah seorang diantara mereka bercerita betapa mudahnya meminjam online melalui HP, “Beneran nih jon, gua dapat 1 juta limitnya, tapi ya itu bunganya gede, Cuma mau gimana lagi, gue butuh, minjem ama siapa, ke sudara mana dikasih…” Ujar orang itu, “Bener lu mad, tuh caranya gimana..” Tanya temannya yang diajak bicara, Muklis semakin menajamkan telinganya, kemudian orang yang dipanggil mad itu bercerita mengenai prosesnya.

Di pangkalan, Muklis tengiang-ngiang dengan pembicaraan di warteg tadi, dia mulai browsing mengenai pinjaman online, Muklis kemudian mendapatkan satu nama aplikasi yang dia yakini cukup aman berdasarkan review dari goggle, setelah download aplikasi tersebut, muklis mulai mengikuti langkah demi langkah yang diminta oleh aplikasi tersebut antara lain foto KTP, selfie dengan KTP, dan setelah semua dirasakan cukup, muklis menekan tombol pengajuan, terlihat layar hpnya loading dan semenit kemudian muncul pemberitahuan kalau limit pinjaman yang didapat sebesar 1 juta. Mata muklis melotot, dia tak percaya dengan apa yang dilihatnya, “Segampang ini, apa ini beneran?” Muklis merasa ragu, dia kemudian menekan tombol simulasi pinjaman, tertera cicilan yang harus dibayarnya adalah 4 kali per 15 hari sebesar 350 ribu rupiah, “jadi total pengembalian 1, 4 juta? Minjam 1 juta, bayar 1,4, wah gila 400 ribu bunganya.” Gumam Muklis.

Tubuh Muklis mulai menghangat, dua sisi hatinya tengah berperang, satu sisi dia merasa bunga pinjaman itu sangat mencekik leher, sisi lain hatinya berkata hanya itu jalan satu-satunya motornya bisa diperbaiki, “Apa lu tega biarin binilu sampai begadang bikin gorengan dan kue, sekarang Ale masih bisa bantu minjemin motor, trus sampai kapan, sampai lebaran monyet juga gak bakal bisa kekumpul 1 juta buat betulin motor.”

“Kalo pinjaman itu diambil, trus gimana lu bayarnya, emang lu sanggup ngumpulin duit 350 ribu selama dua minggu untuk nyicil, kalau gak kebayar lu sanggup ngadepin debt colektornya, pikirin dulu cuy.” Suara hatinya yang lain.

Pada akhirnya Muklis harus memutuskan pilhan yang diambil, dan pilihannya adalah meminjam dari pinjol tersebut, Muklis merasa dia tak akan mungkin mengumpulkan uang untuk memperbaiki motornya kalau seperti ini, Muklis menekan tombol tulisan meminjam, tak lama setelah proses tanda tangan elektronik, uang sebesar 1 juta rupiah mendarat di rekeningnya, dengan gemetar Muklis membuka m-bankingnya, dan melotot melihat rekeningnya bertambah 1 juta.

Muklis tak pernah bercerita pada istrinya soal pinjaman itu, dia tak ingin menambah beban pikiran istrinya, Muklis tau benar sifat Ratna, sungguh muklis tak ingin membuat Ratna menjadi khawatir dan akhirnya ujung-ujungnya mereka akan bertengkar. Muklis mengambil uang itu keesokan harinya, dan meminta bantuan Ale untuk memperbaiki motornya, Ale sendiri heran darimana Muklis bisa mendapatkan uang secepat itu, muklis hanya berkata kalau ada saudaranya yang membantu.

Muklis dan Ale belanja onderdil di sebuah toko grosir, total belanjaan mereka sebesar 700 ribu, Ale langsung mengerjakan perbaikan motor temannya, Muklis yang menjadi asisten sangat kagum dengan kecekatan Ale, seolah Ale tau benar dimana posisi onderdil dipasang, dan benar saja setelah hampir 6 jam, motor Muklis kembali menyala dengan suara normal, Muklis begitu terkagum-kagum dengan kemampuan Ale.

“Kamu musti buka bengkel le..pasti laku keras.” Ujar Muklis.

“Rencana sih begitu mas, tuh aku sudah ngumpulin alat-alat bengkelnya.” Ucap Alex menunjuk pada peralatan miliknya, “pelan-pelan mas, segini aja lebih dari 4 juta mas, nah motornya sudah normal lagi mas, inget jangan sampai olinya abis, matic kaya gini rawan kering olinya.” Lanjut Ale sambil memainkan tuas gas motor Muklis, suara mesin menderu-deru terdengar memekakan telinga.

“Le, makasih banyak udah bantu le, kamu itu orang baik Le, udah minjemi motor, sekarang bantu perbaiki motorku ini, sisa uangku cuma 300 le, apa cukup buat bayar jasanya le?” Tanya Muklis.

“Ra sah mas..aku ikhlas bantu sampeyan.” Jawab Ale.

“ini 300 kamu pegang dulu le, nanti aku tambahi kalau sudah narik..” Ucap Muklis sambil memasukan uang di saku ale.

Ale mengambil uang yang dimasukkan muklis tadi, Ale mengambil selembar, “Aku ini aja untuk beli rokok, sisanya buat Tiara ya.” Ujar Ale gantian memasukkan uang ke dalam saku Muklis.

“itu uang sampeyan aku terima, dan uang dua ratus itu adalah pemberianku untuk Tiara mas, bukan aku gak terima loh..” Ujar Ale melihat Muklis yang merasa canggung.
Muklis tak kuasa menahan harunya, dia terduduk tersedu-sedu, “Kamu yang hanya teman, begitu tulus membantuku, aku terima kasih banyak sama kamu le..” Ucap Muklis sambil menyeka matanya yang basah.

“Gak apa mas, aku iklas, mungkin suatu saat gantian aku yang butuh bantuan sampeyan, sudah pulang sana istirahat sudah malam, biar besok bisa fit cari nafkah, aku juga mau mandi dan tidur mas.” Ujar Ale.

“Iya le, sekali lagi makasih banyak ya le..” Ucap Muklis sambil menuntun motornya keluar, “Siap…inget mas jangan sampai lupa ganti oli ya..” Ujar Ale yang membantu Muklis mengeluarkan motor. Muklis kemudian pamit sekali lagi pada Ale, lalu kemudian melajukan motornya dengan perasaan senang dan lega, Ale menatap kawannya hingga menghilang di balik tikungan.

 

 

Bersambung ke Bagian Kedua

Pesona Wanita

Pesona Wanita

Score 10
Status: Ongoing Type: Author: Artist: Released: 2024
Cerita ini adalah kisah tentang sepasang suami istri yang harus menjalani kerasnya kota Megapolitan, Ketika semua usaha dan ketekunan hanya demi sekedar bertahan hidup, dan saat angin kecil datang menggoyang nasib mereka, angin kecil itu bagaikan tornado bagi mereka, membuat hidup mereka terpontang panting tak tentu arah, semua hancur dan berantakan. Dunia yang tak adil, Dimana yang tak pernah taat pada moral dan agama selalu menjadi pemenang, sedangkan yang tekun selalu menjadi pecundang, Dimana yang munafik selalu bergelimang keberuntungan, sedangkan yang jujur harus tercampakkan, itulah fakta yang terjadi.. Kisah ini tentang seorang Wanita yang baik, yang berusaha mati-matian menjaga keluarganya setelah suaminya mengalami kecelakaan dan lumpuh, seorang Wanita yang tadinya hanya diam dirumah mengurus anak dan rumah, kini harus bertarung mencari nafkah demi keluarga kecilnya. Ketika dia mulai merasa didikan moral dan etika yang selama ini tertanam di dirinya ternyata hanyalah sebuah fabel dalam kehidupan nyata, Wanita itu berada di persimpangan jalan, apakah dia akan menerima takdirnya atau mengubah takdirnya dengan memanfaatkan semua pesona yang dimilikinya. Ikuti  kisah ini sampai tamat, dan semoga kita bisa mengambil hikmahnya

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!

Options

not work with dark mode
Reset