loader image

Novel kita

Pilihan Hati Anjani – Bab 9

Pilihan Hati Anjani – Bab 9

Malaikat Suruhan
62 User Views

Romi merasakan begitu gelisah, bahkan saat dirinya sedang berada dalam masa sulit sekalipun yang datang sepertinya malah memperkeruh situasinya.

“Aku tahu apa masalah yang sedang kamu hadapi. Jadi, aku rasa mau tak mau kamu harus setuju dengan tawaran yang akan kuberikan padamu,” ucap pria itu dengan nada serius.

Romi tertegun memandang, ia merasa kebingungan dalam mencerna setiap ucapan yang diberikan pria itu. Sambil mengembus napas Romi mengusap wajahnya frustrasi.

Ia terduduk limbung di kursi. Wajahnya menengadah ke arah pria yang masih memandangnya dingin dan tegas. Romi belum bisa memutuskan.

“Anak bernama Anjani akan segera dijual mengingat betapa cantiknya anak itu,” ucap pria itu mengejutkan Romi.

Romi sampai berdiri saking kagetnya lalu mencengkeram krah kemeja pria tinggi besar di hadapannya itu dengan perasaan geram. Baginya pria misterius itu sama saja sudah mengancamnya secara tidak langsung.

“Sudah saatnya kamu mengembalikan Anjani kepada Joni Diasta. Sudah terlalu lama keluarga itu terpisah dari putrinya,” ungkap pria itu membuat Romi melepaskan cengkeraman tangannya lalu mundur beberapa langkah dengan jantung berdebar kencang. Dia langsung memahami apa maksud dan tujuan pria itu datang menemuinya.

“Bawa aku ke tempat anak itu disekap. Aku akan membebaskan gadis itu sekaligus membebaskan kesalahanmu,” ucap pria itu lagi, masih memasang wajah datar dan tenang.

“Apa maksud kamu dengan—akan membebaskanku juga?” tanya Romi bingung dengan maksud ucapan pria di hadapannya itu.

Pria tinggi besar itu tersenyum sekilas, ekspresi misterius yang jujur membuat Romi dilanda kecemasan.

“Kamu pikir dengan membawa lari bayi itu tanpa memberi kabar, bukan berarti kamu menculiknya?” desis pria tegap itu dengan senyuman miring.

“Aku merawatnya dengan baik, menyayanginya seperti anakku sendiri. Jangan sembarangan bicara kamu, ya!” hardik Romi kesal dengan tuduhan pria tidak dikenalnya itu. Napasnya memburu penuh emosi.

Pria di hadapan Romi masih bersikap tenang tidak terpancing sama sekali. Dia diberi tugas membawa anak berusia lima tahun dengan baik tanpa menimbulkan masalah apa pun di masa sekarang atau pun masa depan nanti. Sambil melangkah maju pria itu menekan pangkal hidungnya, melangkah pelan yang sanggup membuat Romi sangat terintimidasi.

“Semua uang yang ada di kartu itu akan menjamin hidupmu hingga putri kandungmu akan kembali pulang. Jangan mempersulit kami. Lepaskan anak itu bersama kami dan semua akan kembali pada keadaan semula. Bekerja samalah demi kebaikan anakmu sendiri dan anak majikan kami,” tawar pria itu membuat Romi bingung sendiri.

Romi yakin bila hidupnya selama membawa Anjani pasti sudah diendus setiap saat. Dia sendiri tidak menyangka telah merawat anak yang bukan berasal dari keluarga sembarangan. Dalam hati ia merasa bersyukur sekaligus khawatir dengan keselamatan Anjani jika masih bersamanya. Jujur saja, ia merasa sedih bila harus kehilangan gadis cilik yang sudah dianggap sebagai putri kandungnya.

“Waktu kita semakin sempit,” ucap pria itu membuyarkan lamunan Romi.

***

Anjani mengedarkan pandangannya ke arah coretan dinding dan beberapa anak yang duduk berkerumun di pojok ruang. Pakaian kumal dan tubuh tidak terawat membuatnya sesaat merasa kasihan. Apa yang sebenarnya sedang menimpanya? Anjani berharap ayahnya akan segera datang untuk membawanya pulang.

Hari tampak semakin sore, terlihat dari sela kaca-kaca usang menampakkan cahaya di luar semakin gelap. Anjani masih terpaku duduk bosan menatap satu-satunya tempat bisa melihat suasana luar, harapannya semakin tipis akan datangnya sang ayah. Dalam kesendirian ia menangis.

“Bapak, Anjani takut,” keluh anak itu dengan kepala tertunduk.

Hingga suara ramai dari arah luar membuat beberapa anak juga Anjani mengalihkan perhatiannya ke arah pintu. Beberapa pria berpostur tegap datang mendorong pintu dengan keras. Anjani menatap cemas situasi yang kembali menakutkan baginya, apalagi dari dalam ruangan juga tampak pria tak kalah menakutkan datang. Anjani semakin kebingungan menatap urusan orang dewasa itu.

“Anjani,” panggil seorang pria yang Anjani kenali sebagai ayahnya. Wajahnya semringah saat menatap.

“Bapak!” teriaknya merasa sangat senang. Ia segera berlari dan memeluk rindu sang ayah. Semua hanya bisa menatap dalam diam adegan pertemuan seorang anak dan ayah penuh haru.

“Kamu sudah datang?” sapa Bos Besar pemilik lokasi itu dengan langkah yang tegas pada Romi.

“Kami sudah membawa uang sebanyak yang menjadi tanggungan Romi. Kami memastikan bahwa anak itu aman, bahkan setelah uang itu berada ditanganmu.” Pengawal suruhan Pandhu menjawab tegas.

Bos Besar itu langsung terbahak-bahak. Dalam hati ia tidak menyangka kalau bakal terjadi hal seperti ini. Dalam sejarahnya bertransaksi, ia tidak pernah melihat seorang anak dilindungi seorang pengawal begitu banyaknya. Ia merasa heran, siapa sebenarnya anak itu.

“Cepat lakukan transaksi sekarang, tuan kami sudah menunggu nona kecil ini,” pinta pengawal itu lagi sambil mendekati Romi, memandang pria itu seakan mengisyaratkan apa yang sudah mereka sepakati sebelum datang ke tempat ini.

Romi mengangguk lalu melepaskan pelukan Anjani. Ia menghela napas sebelum menarik koper dari tangan pengawal lain yang disodorkan kepadanya. Dengan langkah pelan ia mendekati Bos Besar kemudian meletakkan koper itu ke atas meja usang.

“Berapa ini?” tanya Bos Besar meraih koper lalu segera membukanya.

“Tiga ratus juta, sesuai apa yang aku janjikan. Setelah itu, urusan kita selesai. Karena meskipun kamu membunuhku sekalipun, aku tidak akan melawan,” jawab Romi dengan guratan kemarahan.

Bos Besar itu segera tergelak sambil kembali menatap Romi. Dia merasa Romi sangat berani sekaligus lucu. Mendadak sikap pria lugu penakut bernama Romi bisa menjadi tegas. Apa karena banyak sekali pengawal berada di belakangnya? Bos Besar itu begitu penasaran.

“Kami pergi,” pamit pengawal itu sambil menggendong Anjani ke atas pundaknya.

Romi hanya memandang dan mengangguk. Dia mengikuti langkah pengawal itu meninggalkan tempat Bos Besar tanpa sepatah kata pun terucap dari bibirnya.

“Maafkan aku, Anakku. Aku harap kamu akan berbahagia berada di rumah keluargamu. Aku harap kita bertemu dalam suasana yang baru. Terima kasih sudah memberi warna dalam kehidupan bapak dan Ibu,” batin Romi menangis sedih dalam kebisuan.

Anjani menatap sang ayah. Dia merasa heran, kenapa bukan ayahnya yang menggendong, tapi orang lain. Ada apa? Dan kenapa? Hanya pertanyaan sederhana yang ada di dalam pikirannya. Siapa para laki-laki yang ikut serta? Apa teman-teman bapak?

“Anjani, ikut mereka, ya? Bapak sudah menyerahkan Anjani kepada mereka. Bapak minta kamu nurut dengan semua perintah saat berada di rumah barumu,” ucap Romi ketika mereka semua sudah berada di depan deretan mobil terparkir.

“Anjani minta turun! Turunkan!” teriak Anjani.

Anjani meronta ingin dilepaskan. Beberapa kali ia menendang tubuh pengawal itu dengan kaki kecilnya. Ia berteriak dan menangis histeris masih di atas gendongan pengawal itu.

“Anjani! Jangan menangis dan ikut mereka. Hidupmu akan jauh lebih baik saat kamu bersama mereka!” teriak emosi Romi membuat Anjani terhenyak, gadis kecil itu menatap bingung ayahnya yang membentak. Ia belum mengerti apa-apa.

“Kami pamit, Pak Romi,” ucap pengawal segera memasukkan Anjani ke dalam mobil, ia mengabaikan Anjani yang terus menangis dan histeris memanggil ayah dan ibunya.

Romi hanya mengangguk dan membalik badannya melangkah meninggalkan Anjani.

“Bapak jahat! Bapak jahat! Ampuni Anjani, Bapak … Anjani mau pulang sama Bapak!” teriak histeris Anjani mengetuk-ngetuk pintu kaca mobil saat pengawal itu ikut masuk dan menutup pintu.

Mobil pun bergerak meninggalkan lokasi kumuh itu menuju kota besar. Kota di mana kehidupan baru Anjani sedang menanti. Entah bahagia seperti apa yang dikatakan ayahnya, atau malah terpuruk dengan tanpa ada yang mengenalinya kecuali kakeknya, Tuan Pandhu Kusuma.

Lama ia berhenti menangis dan membisu.

“Om, mau … bawa Anjani ke mana?” tanyanya saat sudah mulai tenang, menatap wajah pria bertubuh tinggi besar itu dengan kepala mendongak.

“Kita akan ke istana. Rumah teraman untukmu,” jawab pria itu sambil mengusap pipi memerah penuh air mata dan hidung mungil berair Anjani.

“Istana?” tanyanya bingung sendiri. “Aku pilih pulang ke rumah bapak dan ibuku sendiri,” jawabnya menunduk sedih.

“Kamu sudah ditukar dengan uang untuk membayar utang kepada preman tadi. Jadi, sekarang tugasmu adalah membalas kebaikan keluarga yang menolong ayah dan ibumu dari jerat hutang. Apa kamu mengerti, gadis pintar?” terang pengawal itu pelan, tapi tentu saja Anjani tidak sepenuhnya mengerti. Ia hanya mengangguk saja.

“Kalau kamu sampai bertindak nakal, berusaha menyusahkan penghuni rumah, dan berusaha kabur keluar dari rumah barumu, jangan salahkan kami kalau bapak dan ibumu celaka. Semua ada di tanganmu, ada di sikapmu. Kamu paham, gadis kecil?” jelas pria itu tadi menakut-nakuti Anjani.

Anjani mengerjapkan kedua matanya, terkejut dengan ucapan yang diberikan pria yang duduk di sampingnya itu. Dalam hati ia ketakutan. Anjani hanya bisa menurut dan mengangguk saja.

“Kalau aku nakal, bapak dan ibu akan celaka?” gumamnya lirih, gadis itu mencerna ucapan pria di sampingnya dengan wajah sendu.

Pilihan Hati Anjani

Pilihan Hati Anjani

Score 10
Status: Ongoing Type: Author: Released: 2023
Anjani tumbuh besar di lingkungan keluarga Kusuma yang kaya raya dan terisolir. Sejak berusia lima tahun ia sudah menjadi pelayan termuda dalam keluarga tersebut setelah ditebus dari sekelompok rentenir. Anjani tidak pernah tahu mengenai asal usulnya. Selama ini ia hanya mengetahui sekelumit kisah cerita bahwa orang tuanya dikejar rentenir hingga hidupnya harus dihabiskan di rumah keluarga Kusuma sebagai jaminan utang. Namun, kedatangan putra kedua keluarga Kusuma bernama Arjuna yang hidup sejak kecil di luar negeri membuka babak baru kehidupan Anjani. Masalah pun muncul dalam tugas keseharian, selain harus berurusan dengan putra tertua dari keluarga itu bernama Ambara. Rahasia besar yang disembunyikan keluarga sempurna nan kaya raya itu pun terkuak perlahan hingga masa depan Anjani turut dipertaruhkan. Sebuah jalinan cinta segi tiga yang membuat mereka harus belajar untuk merelakan sekaligus memaafkan. Ikuti kisah perjalanan hidup Anjani dalam memaknai cinta dalam judul Pilihan Hati Anjani selengkapnya.

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!

Options

not work with dark mode
Reset