“Kalau gitu beri aku waktu, Kak,” tawar Deska.
Radit tampak berpikir sejenak, “Hmm … gimana, ya? Aku nggak suka sih buang-buang waktu. Tapi, kalau itu yang kamu mau, mungkin bisa kupertimbangkan lagi.”
Deska menghela napas lega. Dia tak menyangka Radit menyetujui permintaannya. Deska berencana mengulur waktu sembari menyusun rencana agar Radit tidak mengganggunya dan Dinda lagi.
“Tapi, ingat! Semakin lama kamu menunda jawabanmu, Dinda akan semakin menderita di tanganku.” Kali ini ucapan Radit benar-benar membuat Deska bergidik ngeri.
‘Kali ini kamu nggak akan bisa menang, Deska. Semua siasatmu sudah terbaca. Jadi, lebih baik segera akhiri permainan ini. Karena hasilnya sudah terlihat jelas sekarang,’ batin Radit senang dengan situasi saat ini.
***
Hati Dinda belum tenang. Dia masih memikirkan nasib sahabatnya yang tadi ditinggalkannya dengan Radit. Jika Deska tidak datang, maka Radit akan mengganggunya lebih lama lagi. Hingga semua yang dia inginkan terpenuhi.
Radit sengaja menghampiri Dinda. Karena dia ingin mendapatkan semua informasi yang berhubungan dengan Deska melalui Dinda. Hanya saja, timingnya tidak tepat. Radit tidak tahu jika saat ini hubungan Dinda dan Deska sedang tidak baik.
Di sisi lain, Dinda masih enggan berbaikan lagi dengan Deska. Lantaran dia masih merasa kecewa. Sahabatnya itu sudah membohonginya selama ini, tentang identitas asli yang selama ini disembunyikannya. Meski begitu, dia juga masih mengingat dengan jelas kebersamaan yang telah dilaluinya selama ini dengan Deska.
Hal itulah yang kini mengganggu pikirannya dan terus merasa khawatir pada Deska yang sering diganggu mahasiswa abadi nan reseh bernama Radit.
“Ah, sialan! Bagaimana bisa gue nginggalin sahabat gue sendirian sama Radit?” Dinda bimbang. Dia mondar-mandir nggak jelas di depan papan mading di gedung fakultas. Dahinya mengerut.
“Tunggu! Gue ini kenapa? Kenapa gue masih repot-repot mengkhawatirkan Deska? Bahkan, dia sendiri bodo amat sama gue,” tanya Dinda pada dirinya sendiri. Sembari menatap dirinya di depan kaca mading.
Dinda benar-benar dilema. Dia dihadapkan dua pilihan yang sulit. Pilihan pertama, jika dia ingin mempertahankan hubungan yang sudah terjalin lama dengan Deska, maka dia harus mengesampingkan semua rasa sakit hati dan kecewanya.
Pilihan kedua, jika Dinda memilih untuk melepaskan hubungan itu, maka dia harus mengabaikan semua kepedulian dan memori kebersamaannya selama ini dengan Deska. Ah, terlalu berat bagi Dinda dalam menentukan sebuah pilihan.
Menurut Dinda, pilihan kedua terlalu ekstrim. Dia tidak akan sanggup melakukannya. Deska begitu berarti baginya, melebihi apapun. Dinda tidak bisa tidak peduli kepada sahabatnya itu. Meski Deska telah menorehkan luka di hatinya.
‘Mungkin pilihan pertama jauh lebih baik ketimbang yang kedua. Gue nggak tahu apa yang lagi dipikirin Deska saat ini ke gue. Bisa jadi, dia pun merasa bersalah sama gue,’ batin Dinda.
“Terserah. Bodo amatlah!” Dinda memutuskan untuk tidak memikirkannya lagi.
Dinda tidak ingin lagi peduli pada Deska. Semenjak sahabatnya itu mendadak viral dan populer di kampus. Bahkan untuk mengintip sosial medianya pun mulai ogah-ogahan. Itu urusan dan masalahnya Deska, ngapain juga repot-repot mikirin, gerutu Dinda sambil berlalu dan mendengus kesal.
Mau secuek apa pun sekarang, Dinda tetap saja penasaran. Kepo. Bagaimana pun juga dia tetap ingin tahu kabar Deska sekarang ini.
Dinda mulai memberanikan diri untuk membuka sosial media Deska. Dia ingin tahu lebih banyak tentang Deska. Siapa tahu, dia menemukan sesuatu di akun sosial medianya. Dinda mulai melihat-lihat lagi, satu per satu postingannya.
Benar dugaan Dinda. Banyak berita miring tentang Deska di pemberitaan online maupun sosial media. Bahkan berita kepopuleran dan kekayaan Deska sebagai pewaris tunggal dari Leon Group pun tidak sanggup menutupi berita-berita miring tersebut.
Sebagian sudah ditangani oleh Tuan Leo dengan baik. Sisanya masih diurus pihak Leon Group agar bisa secepatnya terselesaikan. Dinda geram sekali dengan komentar pedas yang terlontar dari mulut usil netizen dan tulisan nyeleneh para blogger yang sengaja ingin menjatuhkan dan merusak citra Deska di depan publik.
“Itik buruk rupa yang berubah jadi angsa. Kini menjadi incaran para CEO muda kelas dunia,” Dinda tersenyum menanggapinya. “Menang banyak dia,” pikir Dinda.
“Siapa Deska sebenarnya? Kenapa Tuan Leo menyembunyikan putri semata wayangnya? Apa Deska itu anak haram dari hubungan Tuan Leo dengan wanita lain?” Dinda membaca salah satu komentar netizen bermulut julid.
“Apa-apaan ini? Deska bukan orang kayak gitu,” Dinda protes. Usai membaca sebuah postingan di akun lambe nyinyir. Dia yakin sekali jika Deska tidak seperti yang diberitakan.
Dinda tidak tahan lagi dan mulai membalas komentar-komentar pedas para netizen tersebut. Semakin lama makin banyak komentar pembelaan Dinda pada Deska di sosial media. Ketika dia selesai membalas semua komentar tentang berita miring itu, dia menyadari ternyata rasa pedulinya lebih besar ketimbang rasa kecewanya.
“Kasihan sekali. Ternyata Deska lebih menderita dari gue. Selain bermasalah sama gue dan Radit, dia juga harus menahan semua cercaan dan cibiran dari orang-orang julid itu. Bajingan-bajingan tengik seperti mereka ini udah sakit jiwa semua. Nggak punya hati! Gue nggak boleh kayak gini terus sama Deska.” Dinda berubah pikiran.
Dinda akan mengalah. Dia berencana menemui Deska besok pagi. Dia akan memberikan kesempatan pada Deska untuk menjelaskan semua yang terjadi. Semua hal tentang dirinya yang belum sempat diketahui Dinda. Dia juga penasaran, apakah persahabatannya yang selama ini terjalin benar-benar tulus? Ataukah itu hanya permainan orang kaya belaka.
“Ya, gue bakalan cari tahu semuanya besok. Semoga Deska bisa menjelaskan semuanya tanpa ada lagi yang dia tutup-tutupi,” harap Dinda.
***
Sementara itu, Radit senang sekali hari ini. Sebentar lagi Deska akan menjadi miliknya. Tentu saja dia harus mempersiapkan segala kemungkinan yang ada. Bila Deska tidak menjadi miliknya. Dia harus mengantisipasi dan mencari jalan lain. Agar Deska jatuh ke pelukannya. Itu harus, tekadnya.
Sebenarnya, dahulu Radit tidak suka memanfaatkan masalah pribadi orang lain demi mendapatkan sesuatu yang diinginkannya. Rasanya seperti bukan dari hasil kerja kerasnya sendiri. Tetapi, itu dulu. Sekarang beda lagi.
Jika tidak melakukan hal itu, Radit tidak akan bisa hidup nyaman seperti sekarang ini. Persetan dengan gengsi! Radit akan mengesampingkan harga dirinya di depan wanita kaya raya. Itu prinsipnya sejak harga dirinya sebagai pria miskin diinjak-injak orang lain.
Ponsel Radit berdering panjang. Panggilan masuk dari Serafina. Radit hanya meliriknya sebentar. Lalu, dia sengaja mengalihkan perhatiannya dengan fokus ke hal lain. Stalker akun sosial media Deska.
“Ish! Berisik banget sih!” Radit kesal karena ponselnya terus berbunyi. “Ngapain dia nelponin gue lagi?”
Radit sudah berpaling ke wanita lain. Dia tidak ingin lagi berhubungan dengan Serafina. Tetapi, wanita cantik itu sepertinya tidak akan menyerah. Dia punya seribu akal untuk membuat Radit takluk lagi kepadanya.
“Sayang, aku punya sesuatu buat kamu. Aku akan membelikanmu mobil sport baru kalau kamu mau kembali padaku.” Suara Serafina terdengar memelas ketika Radit membuka pesan suara.
“Mobil baru?” Radit langsung goyah usai mendengarnya. Dia segera membalas pesan suara pada Serafina.
“Beneran nih, kamu mau beliin aku mobil baru?” Radit memastikannya sendiri. Apa Serafina benar-benar ingin membelikannya atau itu hanya triknya saja? Karena Serafina begitu kesepian dan ingin ‘bermain’ lagi dengan Radit.
“Tentu, Sayang. Aku akan menjemputmu besok. Kita bisa lihat-lihat dulu di showroom mobilnya. Gimana? Kamu mau, kan, balik lagi sama aku?” tawar Serafina dengan nada manja.
“Oke. Kita jalan lagi besok,” kata Radit sambil tersenyum licik.