“Iya, Pa. nanti aku tanyain sama Mama.” Deska mencoba mengulur waktu.
Deska tidak ingin papanya sampai tahu kalau Serafina tidak ada di dalam kamarnya. Dia juga tidak tahu apakah Serafina mau ke kantor atau tidak. Gimana mau nanyain, jejaknya saja tidak diketahui.
Serafina menghilang sejak sarapan pagi. Entah mau ke mana dia pergi pagi-pagi sekali. Tidak biasanya, Deska heran. Dihubungi pun ponselnya malah dinon-aktifkan.
Ah, sudahlah! Lupakan soal Serafina. Deska masa bodoh dengan mama sambungnya itu. Dia tidak peduli lagi. sekarang, tinggal melanjutkan rencana lain, pikirnya.
Deska mengambil ponselnya. Lalu, dia menghubungi Radit dan memintanya untuk menjemput ke rumah.
“Kok lama banget sih jawab teleponnya? Sepagi ini dia masih tidur, ya?” Deska agak kesal. Dia terus saja menghubungi Radit.
Tidak lama kemudian, ada jawaban dari seberang sana. Radit segera menjawab teleponnya. Setelah tahu Deska yang memanggilnya.
“Morning, Honey!” sapa Radit begitu akrab dan sok mesra.
“Pagi,” sahut Deska agak ketus. “Dari mana aja? Kok lama jawab teleponnya, Kak?” tanyanya penuh selidik.
“Aku … baru bangun. Ada apa, Sayang? Kangen, ya? Pagi-pagi udah nelepon,” gombal Radit.
Deska memutar bola matanya. Dia tidak suka mendengar gombalan Radit. Rasanya hampir mau muntah saja.
“Kak Radit bisa jemput aku ke rumah nggak? Aku mau Kak Radit antarin aku ke suatu tempat,” pinta Deska.
“Ke mana nih? Kamu nggak ada kuliah pagi ini?” Radit memastikannya terlebih dahulu.
“Kebetulan nggak ada. Aku mau ke toko buku. Ada buku-buku yang harus dibeli,” Deska beralasan.
“Ya udah, jam berapa jemputnya? Nanti aku ke rumahmu,” Radit mengiyakannya. Dia tidak akan menolak kalau Deska mengajaknya jalan duluan. Sekalian ngedate.
“Jam 11-an, ya. Aku tunggu di rumah,” Deska menjanjikan.
“Oke. Aku siap-siap dulu sekarang. Mau sarapan, mandi, terus jemput ayang deh.”
‘Ayang?’ Deska mengerutkan kening hingga berlipat-lipat. Dia agak geli mendengarnya. ‘Dasar buaya milineal!’ umpatnya dalam hati.
Sebelum Deska menutup teleponnya, dari seberang sana terdengar suara seorang wanita. Sayup-sayup terdengar di telinga Deska saat itu.
“Sarapan dulu, yuk! Aku udah buatin nih,” ajak Serafina.
Radit buru-buru menutup teleponnya. Deska jadi curiga. Kok ada suara wanita di apartemennya Radit? Apa wanita itu mama tirinya Deska?
Deska jadi berspekulasi dan berburuk sangka. Radit itu pantas dicurigai. Karena playboy kampret itu terlalu banyak kekasihnya. Entah kenapa Deska bisa terjebak begitu saja di antara circle Radit.
Sementara itu di apartemen Radit, Serafina sudah menyiapkan sarapan pagi untuk kekasih berondongnya. Katanya spesial buatannya sendiri pakai cinta. Halah!
Serafina tampak seksi menggunakan kemeja polos berwarna putih milik Radit. Ukurannya terlalu besar di tubuh Serafina yang mungil. Tante itu, meski sudah berumur masih terlihat imut dan menggemaskan. Kemeja transparannya membuat Radit terlena dan termanjakan.
“Telepon dari siapa barusan?” Serafina ingin tahu. Dia menghampiri Radit di tempat tidurnya. Karena Radit masih ogah-ogahan turun dari ranjangnya.
“Teman kampus,” sahut Radit.
Serafina memicingkan mata. “Kamu yakin? Bukan Deska?” tebaknya.
Radit hanya tersenyum menanggapinya. “Ya udah, yuk! Kita sarapan dulu. Aku udah lapar banget,” kata Radit mengalihkan.
Radit mengulurkan tangan dan Serafina menariknya. Mereka berjalan bersama sambil Radit merangkul pinggangnya dengan erat.
“Habisin, ya! Karena aku membuatkannya untukmu. Resepnya sangat spesial pakai cinta,” kata Serafina.
“Oh ya? Pasti enak,” puji Radit. Dia akan menghabiskan sarapannya. Biar ada tenaga mengejar cinta putri seorang Crazy Rich, Deska.
***
Tepat pukul 11 siang, Radit sudah menunggu di depan rumah Deska. Siang ini mereka janjian mau pergi ke toko buku. Deska segera datang menemui Radit. Setelah Radit mengirim pesan kalau dia sudah datang.
“Berangkat sekarang?” tanya Radit memastikan. Deska mengangguk mantap.
“Eh! Pakai motor?” Deska baru ngeh ketika Radit memberikan helm untuknya.
“Iya. Pakai motor aja, ya. Biar romantis,” kata Radit sambil senyum-senyum sendiri di depan Deska. “Kamu nggak apa-apa, kan, Sayang?”
Deska menghela napas panjang. “Ya udah, nggak apa-apa. Agak cepatan, ya!” desak Deska. Dia ngeburu-buru Radit.
“Iya sabar, dong! Harus safety di jalannya juga. Sini! Aku pakaikan helm-nya.” Radit memasangkan helm untuk Deska.
‘Cewek ini cantik dan manis. Gue beruntung bisa dapatin dia. Perlahan-lahan, namun pasti. Itu rencana gue, Des. Dapetin lu,’ gumam Radit dalam hati.
Keduanya bergegas pergi menuju toko buku. Deska terpaksa harus melingkarkan tangannya di pinggang Radit. Motornya agak tinggi dan nungging. Kata Radit, Deska harus pegangan. Khawatir jatuh nantinya.
Di tengah perjalanan, Deska memeluk Radit sangat erat. Karena sepertinya Radit sengaja mengebut di jalanan. Agar Deska mau memeluknya. Sialan! Modus kuno itu mah.
Tubuh cowok itu kekar sekali sampai Deska merasa nyaman berada di boncengan. Tak terasa, mereka menghabiskan perjalanan sambil mengobrol di motor. Sesekali, Radit memegang tangan Deska. Sekarang, ada kemajuan.
Tiba di toko buku, Deska berjalan sendirian mencari-cari buku yang dimaksud. Belum ketemu juga. Sudah ditanyakan pelayan toko, buku yang Deska cari tidak ada. Terus gimana dong? Deska butuh untuk penelitiannya.
“Cari buku apa sih?” Radit mulai kepo. Dia agak cemas karena Deska mondar-mandir sendiri di depan rak buku.
“Cari buku desain interior karangan Dewa Design. Ternyata, udah nggak ada di pasaran sekarang. Gimana ya? Aku lagi butuh banget buku itu,” jelas Deska panjang lebar.
“Hmm, gitu rupanya.” Radit mengerti. Lantas, dia merekomendasikan toko buku loak langganannya. Namun, dia tidak yakin apa Deska mau pergi ke sana atau tidak.
“Toko buku loak?” ulang Deska bergumam bingung. “Di mana itu?” tanyanya antusias sekali.
Radit tidak menyangka jika reaksi Deska begitu anusias. Setelah dia memberitahu ada sebuah toko buku loak di dekat kampusnya. Kok Deska tidak tahu kalau ada buku-buku yang sudah tidak ada lagi di pasaran ada di sana?
“Ya udah, kalau gitu anterin aku ke sana!” Deska mengusulkan.
“Sekarang?” Radit memastikannya dulu. Sebelum berangkat menuju toko buku loak itu.
“Ya iyalah. Masa tahun depan,” timpal Deska.
“Tapi, tempatnya agak kotor dan kumuh. Aku takut kamu risih pergi ke sana.”
“Buruan yuk! Aku nggak mau sampai kehujanan nanti,” desak Deska.
Radit tersenyum menanggapinya. Dalam perjalanan menuju toko buku loak, Deska sempat melontarkan pertanyaan pada Radit. Agak out of topik sih. Tetapi, Deska ingin Radit menjelaskannya secara langsung. Saat ini juga.
“Tadi, aku dengar suara cewek di kamar Kak Radit. Siapa cewek itu, Kak?” tanya Deska mencari tahu.
“Cewek yang mana?” sangkal Radit. Dia berusaha menutupinya dari Deska.
“Aku dengar sendiri suaranya di telepon tadi pagi. Cewek itu ngajakin Kak Radit sarapan.” Deska cemberut dan ketus. Dia seperti kekasih yang sedang cemburu saja.
Radit tersenyum lagi menanggapi reaksi Deska. Lalu, dia menoleh ke arah Deska dari kaca spion motornya.
“Des, kamu lagi cemburu ya?” tebak Radit.
“Cemburu?” Deska membelalak kaget.